Mohon tunggu...
Andy Caesar Shidqi
Andy Caesar Shidqi Mohon Tunggu... Lainnya - pulangpulangpagi

Menuju Waktu Yang Akan Datang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Student Hidjo: Tidak Ada Masa Depan untuk Cinta Hidjo dan Betje

14 Juni 2020   20:34 Diperbarui: 7 Oktober 2020   10:40 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Student Hidjo merupakan novel kedua yang ditulis oleh Mas Marco Kartodikromo. Penulis yang lebih dikenal dengan sebutan Mas Marco ini lahir pada 1890 di Blora. Mas Marco dikenal sebagai orang yang vokal menyuarakan kesetaraan, menentang feodalisme Belanda terhadap Hindia Belanda (Indonesia). Mas Marco merampungkan Student Hidjo disela-sela kesibukannya sebagai editor di Sinar Hindia, Semarang.

Sebelum menjelma menjadi buku utuh, Student Hidjo diterbitkan pertama kali 1918 dalam bentuk cerita seri dalam Sinar Hindia. Menjelma menjadi buku berkat campur tangan Masman dan Stronik, sebuah perusahaan di Semarang, pada 1919. Kala itu penerbitan buku-buku berbau politis hanya bisa diterbitkan oleh penerbit kecil. 

Sementara itu, Balai Pustaka sebagai media besar  yang dikontrol langsung oleh pemerintah Belanda, cenderung melahirkan karya-karya tidak politis dengan kurasi tema dan isi super ketat.

Karya-karya di luar Balai Pustaka, kala itu disebut sebagai bacaan liar, khusunya bacaan politis yang dapat mengancam ketenteraman praktik kolonilaisme Belanda di Hindia. Dan Mas Marco juga menjadi penulis yang paling produktif menghasilkan banyak bacaan-bacaan liar.

Bakti Siregar, seorang kritikus sastra, menyebut Mas Marco sebagai penulis Indonesia pertama yang secara terbuka mengkritik pemerintah kolonial Belanda dan bentuk tradisional feodalisme yang dipraktikan oleh Belanda. 

Bahkan, pemerintah Belanda kala itu mencela dirinya sebagai "si gila" yang dapat memicu kerusuhan antara penduduk asli. Terlihat bahwa buku-buku dapat menjadi senjata ampuh yang ditakuti kolonial Belanda saat itu. Belanda takut dengan kata-kata yang dapat membakar amarah masyarakat untuk menentang praktik kolonialisme yang mereka lakukan.

Hidjo merupakan tokoh utama yang dihadirkan dalam novel yang digambarkan sebagai pemuda Jawa dari kalangan saudagar . Hidjo seorang pemuda yang terpelajar, berbudi halus khas Jawa, dan patuh pada orang tua. 

Selepas lulus HBS, sekolah yang hanya dapat diisi oleh sebagian golongan atas masyarakat Indonesa kala itu, Hidjo dipercayakan bapaknya untuk lanjut sekolah di Delf. 

Sesampainya di Belanda, guru HBS-nya dulu menitipkan Hidjo pada saudaranya untuk tinggal dan menetap beberapa waktu. Di sinilah ia bertemu dengan Betje, anak dari saudara gurunya.

Pada awal pertemuan, Betje telah jatuh cinta pada pandangan pertama pada Hidjo. Akan tetapi, Hidjo tidak merasa demikian karena Hidjo memiliki tunangan di Solo, kampung halamannya yang bernama Biroe. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun