Mohon tunggu...
Andry Wibowo
Andry Wibowo Mohon Tunggu... Polisi - Salus populi suprema lex esto

Bergotong Royong Membangun Negeri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polri Post Reformasi: di Antara Kompleksitas Problem Negara dan Masyarakat

26 Juni 2020   19:13 Diperbarui: 26 Juni 2020   19:08 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Reformasi Polri yang menjadi bagian dari spirit reformasi 1998 sudah berjalan lebih kurang dua puluh tahun lamanya. Cita-cita membangun wajah polri yang berbeda di masa ABRI menjadi pondasi spirit dari reformasi Polri. Kerangka reformasi polri yang didesain sejalan dengan amanat reformasi memiliki harapan menjadikan institusi Polri lebih civilian. Saya pribadi lebih suka menyebutnya civilized police.


Polisi yang beradab (civilized police) memiliki makna jauh lebih dalam, karena menyangkut karakter-kompetensi dan kultur dibandingkan dengan civilian police yang ambigu. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana yang dimaksud dengan civilized police ?

Secara natural, polisi di negara manapun dibentuk untuk memastikan agar jalan peradaban dapat berevolusi dengan teratur berdasarkan tegaknya konsensus hukum dan undang undang yang mengikat masyarakat di sebuah negara. Sehingga wajah polisi yang kuat (strong) dan wajah polisi yang lembut (soft) adalah wajah natural yang menjadi jati diri polisi itu sendiri.

Sebagai organisasi yang dibangun beriringan dengan sejarah berdirinya republik, Polri lahir terlebih dahulu melalui deklarasi polisi istimewa (Brimob) pada tanggal 18-19 Agustus 1945. Kemudian berlanjut dengan pembentukan polisi nasional pada 1 Juli 1946. Peristiwa inilah yang kemudian diperingati sebagai hari Bhayangkara. Proses evolusi organisasi polri secara gradual terus tumbuh dan berkembang dengan lahirnya polisi udara, perairan, lalu lintas, dan seterusnya, sejalan dengan hakekat dari peran, fungsi dan wewenang kepolisian dalam membina dan menegakkan hukum di seluruh wilayah hukum NKRI.

Peran kepolisian nasional pada awal kemerdekaan didasarkan pada ikhtiar kolektif bersama antara rakyat dan pemerintah yang baru dibentuk untuk memulai kemerdekaan dengan prinsip hukum sebagai panglima (rechtstaat). Pada sisi lainnya polisi juga merupakan  bagian dari alat perjuangan revolusioner negara agar cita-cita kemerdekaan dapat dirasakan semua wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Polri di awal kemerdekaan juga berperan dalam melucuti senjata tentara sekutu di Surabaya, yang menjadi bagian penting dan bersejarah dalam mempertahankan kemerdekaan di tahap awal kemerdekaan 1945-1948.

Sejalan dengan perjalanan waktu serta dinamika situasi dalam dan luar negeri, Polri juga pernah mengalamai perubahan posisi dan formasi (reposition dan reformation), ketika polri secara politik diintegrasikan ke dalam ABRI pada tahun 1960-an. Formasi Polri di dalam ABRI menjadi kekuatan penting dimasa  pemerintahan presiden Soeharto untuk mendukung stabilitas keamanan  dalam negeri demi suksesnya Pembangunan Nasional (trilogi pembangunan).  

Polri dimasa ini sangat diwarnai oleh militerisasi dalam berbagai kebijakannya. Meminjam istilah Francis Fukuyama, " militerized in civil bureaucracy", wajah polisi pada masa itu sangat kental dengan karakter, kompetensi dan kultur militer dalam rezim otoritarianisme.

Sejalan dengan konstelasi politik global dan berakhirnya perang dingin, yang ditandai dengan demokratisasi di belahan dunia, termasuk perubahan radikal Indonesia melalui reformasi 1998, institusi keamanan pun dikembalikan kembali kepada kondisi sebelum Polri diintegrasikan ke dalam ABRI. Upaya ini bertujuan agar Polri dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri selaras dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan hakekat alamiah organ kepolisian. Perubahan ini juga dapat dimaknai sebagai upaya untuk mengembalikan Polri (de-formation) dari ABRI kepada  konteks lahiriah sejarah terbentuknya kepolisian nasional pada awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Spirit dinamika reformasi dalam tubuh Polri secara historis dan substansi hampir sama dengan perjalanan reformasi instusi kepolisian pada negara yang lebih dahulu mengalami perubahan sistem politik. Polisi ditantang memaknai perubahan zaman yang disebabkan oleh perkembangan sejarah masyarakatnya. Reformasi institusi keamanan di Inggris pada abad 18-19 misalnya, disebabkan oleh peristiwa berdarah "waterloo" dimana militer sebagai kekuatan keamanan utama pada masa monarki Inggris gagal mengelola gelombang protes (dissent) kaum pekerja sebagai dampak kontraksi sosial dan ekonomi  antara kaum pemodal dan pekerja pada era industrialisasi.

Perubahan jaman menuntut adanya kebutuhan organ kepolisian yang mandiri dan modern dalam mengelola urusan keamanan, ketertiban dan keselamatan warga. Pemolisian sebagai pendekatan keamanan alternatif dibutuhkan oleh monarki Inggris ketika itu untuk menjaga kepercayaan rakyat Inggris terhadap sistem monarki dalam era industrialisasi. Pendekatan keamanan modern yang lebih menjunjung tinggi nilai-nilai universal manusia.

Sir Robert Pheel sebagai orang yang diberi mandat membentuk "London Metropolitan Police " mengawalinya dengan memformulasi nilai dasar kepolisian London yang memuat konsep penghargaan terhadap HAM, Imparsialitas serta menjunjung tinggi moral, etik, komunikatif dan profesionalisme dalam membangun relasi polisi (negara) dengan masyarakat, sekaligus terus membangun kecerdasan organisasi kepolisian untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun