Mohon tunggu...
andry natawijaya
andry natawijaya Mohon Tunggu... Konsultan - apa yang kutulis tetap tertulis..

good.morningandry@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Startup Disayang dan Bakar Uang

30 November 2019   20:28 Diperbarui: 1 Desember 2019   08:50 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padang Kurusetra adalah tempat berlangsungnya pertempuran dari dua kubu bersaudara Pandawa dan Kurawa, pertempuran tersebut dinamakan Perang Baratayuda.

Dikisahkan oleh Begawan Vyasa dalam epos Mahabarata, Perang Baratayuda berlangsung selama 18 hari. 

Pertikaian antara Pandawa dan Kurawa yang masih segaris keturunan Kerajaan Hastinapura dalam Perang Baratayuda melibatkan banyak para ksatria. Berbagai senjata mestika dan kesaktian saling beradu, korban nyawa berguguran.

Selama 18 hari Padang Kurusetra dibanjiri darah. Pandawa berhasil mengalahkan kubu Kurawa dan merebut takhta Hastinapura. Pandawa merupakan gambaran dari kebijaksanaan dan kebaikan, sedangan Kurawa sebaliknya mewakili kejahatan, angkara murka dan ketamakan. 

Mahabarata menjadi karya besar dipenuhi wejangan berikut nilai kehidupan, kemanusiaan dan kebijakan. Perang Baratayuda tidak dapat dielakan karena sudah ditakdirkan sebagai jalan keluar bagi kebenaran menang atas kejahatan. Dan Perang Baratayuda merupakan puncak dari persaingan antara Pandawa serta Kurawa.

Persaingan atau kompetisi dalam berbagai perspektif sudah lazim terjadi. Tidak hanya dalam konteks perang senjata, dalam persaingan bisnis untuk meraih pangsa pasar, berbagai upaya akan dilakukan para pelaku usaha dalam sebuah industri. Terlebih lagi di saat seperti sekarang ini, di mana teknologi telah mengambil peranan penting.

Memasuki awal milenium, tahun 2000-an, masa perusahaan internet mengalami kejayaan, valuasi perusahaan internet melonjak tajam. 

Pola serupa terjadi ketika mayoritas penghuni planet Bumi terbawa tren digitalisasi. Startup atau perusahaan rintisan bermunculan dan menjamur, tidak sedikit menyandang status unicorn atau mencapai valuasi US$ 1 miliar, bahkan sanggup mencapai decacorn, dengan nilai lebih tinggi lagi tentunya.

Ilustrasi: pond5.com
Ilustrasi: pond5.com
Startup kerap kali identik dengan cara para inovator muda berkarya. Disebutkan milenial muda dengan penuh ide dan kreativitas menggarap sesuatu kemudian dipublikasikan. Dengan gaya khas milenial, kreativitas ini menjadi daya tarik bisnis.

Bisnis semacam ini berawal dari ruang lingkup kecil, dengan jumlah tim kerja tidak terlalu banyak. Berkat adanya teknologi dan akses media sosial mendorong startup menjadi tenar, mengorbit laksana bintang baru bersinar. 

Kreativitas dan inovasi startup menjadi nilai jual yang mungkin belum terpikirkan di masa sebelumnya.

Berbagai startup bermunculan, saling bersaing satu sama lain menarik modal dari investor juga memperebutkan pangsa pasar. Strategi paling mencolok guna merebut perhatian pasar adalah dengan melakukan promosi diskon harga besar-besaran. Maka terjadilah perang harga, karena startup ini berani dan gemar membakar uang!

Perang Harga Ala Startup

Kampanye startup memberlakukan potongan harga maupun cash back, jika pelanggan berbelanja dan melakukan pembayaran menggunakan aplikasi tertentu, maka berhak mendapatkan harga spesial lebih murah. Bahkan potongan harga yang diberikan seringkali di luar nalar, sehingga sangat menggiurkan bagi pelanggan untuk menggunakannya.

Metode potong harga besar-besaran merupakan cara mudah untuk menarik minat pelanggan di pasar. Secara psikologis pelanggan akan lebih mudah memutuskan membeli dan menggunakan sesuatu barang yang dikehendakinya dengan harga lebih murah. 

Itu adalah hal sederhana, namun cara bersaing dengan metode perang harga tidak menjadi perkara sederhana dari perspektif bisnis.

Perang harga artinya adalah para startup bersaing dengan menawarkan harga semurah mungkin. Dengan demikian harga yang ditawarkan berada dibawah ongkos produksi atau harga modal. Apakah ini jual rugi? 

Secara prinsip dapat dikatakan iya, jual rugi. Startup melalui berbagai promo berani menanggung kerugian, dengan harapan akan banyak pelanggan menjadi pengguna aplikasi mereka.

Ilustrasi: bloomingtrenz.com
Ilustrasi: bloomingtrenz.com
Diskon 70%, jika harga normal suatu barang Rp 100 ribu, pelanggan hanya perlu membayar seharga Rp 30 ribu jika menggunakan aplikasi tertentu. 

Menggiurkan tentunya, tak heran jika banyak pengguna melakukan instalasi berbagai aplikasi startup di gawainya masing-masing. Malah tak jarang juga seseorang memiliki banyak aplikasi untuk mengejar keuntungan harga murah.

Pelanggan cukup membayar Rp 30 ribu, sisanya ditanggung oleh modal dari startup. Jika berkaca dari pengakuan Mochtar Riady, aplikasi OVO dari Lippo Group membutuhkan dana sekitar Rp 700 miliar per bulan untuk promo. 

Jumlah dana tersebut cukup besar, sehingga akhirnya Lippo Group memutuskan menjual 70% saham OVO.

Masyarakat sudah kadung dimanjakan program promo. Startup berbondong-bondong menawarkan promo, seperti GoPay maupun DANA kerap menggoda masyarakat untuk menggunakan aplikasinya melalui iming-iming promo. Tetapi jika ditinjau dari sikap OVO, sangat logis jika timbul pertanyaan sampai kapan kuat untuk membakar uang?

Awas Fenomena Bubble Startup

Strategi membakar uang dalam jangka waktu pendek merupakan cara ampuh meningkatkan popularitas startup. Berani menawarkan harga murah, masyarakat tertarik menggunakan, maka nama startup tersebut bersinar. 

Kampanye inovasi dari mereka pun akan lebih diperhatikan banyak pihak termasuk dari para investor.

Tingginya penggunaan aplikasi mendorong nilai jual dari startup menjadi lebih tinggi, berbekal itulah banyak startup berhasil memperoleh dana besar sebagai modal dari investor. Kira-kira seperti itu pola yang terjadi. Fenomena bakar uang untuk meraih popularitas.

Hanya saja perlu disikapi lebih lanjut bagaimana untuk strategi jangka panjang. Aksi bakar uang dan perang harga dalam jangka waktu panjang pada akhirnya akan mendatangkan malapetaka bagi pihak manapun, tak terkecuali startup.

Ilustrasi: glamour.com
Ilustrasi: glamour.com
Startup dengan status unicorn seperti Powa dari Inggris dan contoh lainnya Ofo dari China menyerah karena masalah tidak mampu mengatasi defisit arus kas mereka. Bakar uang terus menerus pada akhirnya hanya akan memberikan status bankrut.

Melambungnya popularitas dan valuasi startup dikhawatirkan akan mencapai titik jenuh. Nilai jual startup yang melambung dalam waktu singkat dalam sebuah ekosistem ekonomi pada rentang waktu sama laksana seperti balon menggelembung atau bubble. 

Pada suatu titik akan meletus dan tidak berarti lagi. Powa dan Ofo setidaknya menjadi gambaran awal fase jenuh yang jika tidak diatasi kelak akan terjadi.

Strategi Bersaing Jangka Panjang

Pada dasarnya orientasi dari bisnis adalah mendapatkan keuntungan, bisnis bukan aktivitas nirlaba yang maksudnya memang berkecimpung untuk kegiatan sosial.

 Maka dalam jangka panjang startup tidak bisa terus menerus mengandalkan cara bakar uang, mereka perlu mengupayakan strategi jangka panjang untuk menghasilkan profit.

BukaLapak sempat menghebohkan publik ketika melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap para pegawainya. Tetapi itulah konsekuensi lanjut dari penyesuaian kondisi perusahaan untuk memantapkan arah baru yaitu memaksimalkan laba. BukaLapak melakukan efisiensi, dalam konteks ini adalah reorganisasi.

Mengkaji ulang proses kerja di dalam organisasi, memangkas proses manual dengan menggunakan otomasi, akhirnya adalah penghematan biaya operasional.

Menata ulang organisasi adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menggenjot kinerja perusahaan, terkait efisiensi biaya serta waktu.

Bagi startup yang gemar membakar uang, perlu memikirkan strategi jangka panjang jika usaha mereka ingin tetap berjalan dengan baik. 

Selain re-organisasi, startup juga dapat mendefinisikan ulang model bisnisnya. Misalnya dari semula bermain di segmen ritel menjadi kelas korporasi guna menjangkau transaksi dengan nilai lebih besar.

Ilustrasi: vator.tv
Ilustrasi: vator.tv
Inovasi menjadi kunci bagi startup agar usahanya bisa langgeng. Mengingat persaingan cukup ketat serta bayang-bayang defisit arus kas menjadi dorongan agar startup lebih kreatif dalam menata bisnisnya. 

Inovasi dapat berupa strategi pemasaran atau pengembangan teknologi untuk menjangkau pelanggan lebih banyak tanpa mengorbankan keuntungan perusahaan.

Upaya lain bagi startup adalah menerapkan strategi nilai pada harga jualnya. Promosi harga dengan strategi tarik ulur adalah metode sederhana tapi cukup cerdik jika diterapkan. 

Pelanggan mungkin tidak akan terlalu mengingat harga barang yang dibelinya secara seksama, hal yang diingat dengan jelas adalah harga yang dibayarkan lebih murah. 

Strategi promosi harga dengan diturunkan pada waktu tertentu lantas naik di waktu lainnya dapat menjadi upaya agar keseimbangan harga jual dapat terjaga. Namun untuk menerapkan strategi ini diperlukan kepastian ketersediaan barang agar harga jual bisa diatur oleh startup.

Subsidi silang. Ini merupakan strategi penjualan dengan harga beragam. Ada barang dengan harga jual lebih mahal di mana sebagian keuntungannya dapat menutupi permainan diskon dari barang yang dijual lebih murah.

Ilustrasi: bbc.com
Ilustrasi: bbc.com
Jangan lupakan pelayanan. Pelanggan bisa sangat terpuaskan karena pelayanan total walaupun harga yang dibayarkan mereka lebih mahal. Layanan unggulan dapat dikemas lebih optimal dengan bagian dari harga yang akan dibayarkan pelanggan. Service level agreement pengiriman barang, layanan purna jual maupun penanganan komplain pelanggan bisa menjadi keunggulan bagi startup untuk bersaing.

Melalui usaha membangun bisnis secara sehat dan memiliki nilai tambah bagi pelanggan, bukan hal mustahil startup bisa mendulang profil dan bersaing tidak semata hanya bertahan mengandalkan cara banting harga. 

Nilai tambah dan keunggulan dapat dikomunikasikan kepada pelanggan tanpa menurunkan kualitas serta harga. 

Pada akhirnya kepuasan dan kepercayaan pelanggan menjadi prioritas, jika pelanggan sudah merasa nyaman umumnya persoalan harga tidak menjadi hambatan bagi pelanggan bertransaksi.

***

Kebencian. Itulah penyebab Kurawa terseret dalam pertikaian terhadap Pandawa. Ketika Gendari terpilih menjadi permaisuri dari Raja Hasstinapura, Dretarastra, Gendari memutuskan menutup matanya dengan sehelai kain seumur hidup, karena sang raja adalah penyandang tunanetra. 

Sengkuni, adik Gendari merasa keputusan tersebut sangat menghina keluarganya sehingga bertekad menghancurkan Kerajaan Hastinapura dengan cara menanamkan kebencian antar keturunan keluarga Hastinapura. Sengkuni menemui ajal di medan Perang Baratayuda, ditewaskan Bima.

Perang pada akhirnya tidak menghasilkan apapun kecuali kehancuran, karena pertempuran fisik dengan kontak senjata adalah upaya kekerasan dalam penyelesaian masalah yang justru mendatangkan masalah lain, terutama masalah sosial.

Dalam perspektif bisnis, pertempuran atau persaingan di pasar memang bukan didasarkan atas kebencian dan tidak dilakukan kontak senjata, melainkan lebih mengarah kepada pertarungan ide, strategi dan pemasaran untuk menghasilkan keuntungan maksimal. 

Terkait perang harga yang melibatkan startup hal itu sebuah fenomena yang tengah terjadi. Waktu kelak akan menjawabnya sampai kapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun