Jepang pernah mengalami masa tertutup dari pengaruh dunia luar sebelum Restorasi Meiji terjadi tahun 1868. Pra Kaisar Mutsuhito (Meiji, 1852-1912), Jepang memang berada dalam masa feodal, kepemimpinan tertinggi berada di cengkraman Shogun, sementara kepemimpinan daerah didominasi oleh para tuan tanah. Keshogunan Tokugawa dan para tuan tanah memiliki kewenangan dalam mengatur area kekuasaannya masing-masing, dengan dibantu para samurai dan tak jarang mereka berperang satu sama lain.
Kesuraman ekonomi serta berbagai persoalan sosial politik pada akhirnya membawa Jepang menuju era keterbukaan melalui peristiwa Restorasi Meiji, Keshogunan Tokugawa bubar dan kekuasaan berada sepenuhnya di tangan kaisar. Jepang menuju era modern, menganut kebijakan pasar terbuka.
Dalam era pasar bebas dan terbuka, keberadaan dominasi suatu atau eberapa perusahaan di sebuah industri senantiasa dilakukan secara transparan, segala sesuatunya diketahui oleh publik. Persaingan menjadi lebih sehat, kualitas organisasi, kompetensi serta kepemilikan terhadap sumber daya, dan juga kematangan dalam menentukan strategi menjadi penentu guna memenangkan pasar. Termasuk di bidang perbankan nasional.
Pemetaan Perbankan Indonesia Berdasarkan Kategori Usaha
Sampai periode Agustus 2019, jumlah bank umum di Indonesia mencapai 111 dengan total aset keseluruhan mencapai Rp. 8.245 triliun. Penyaluran dana mencapai Rp. 8.019 triliun dan sumber dana Rp. 6.575 triliun. Angka yang cukup besar.
Pada tahun 2012 Bank Indonesia memetakan kategori bank umum berdasarkan modal inti. Sehingga pengelompokan bank umum dikenal dengan istilah Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU), dan menjadi 4 kategori.
Bank dengan modal inti kurang dari Rp. 1 triliun menjadi kategori BUKU I, kategori BUKU II adalah bank umum bermodalkan Rp. 1 triliun sampai dengan kurang dari Rp. 5 triliun.
Sedangkan bank BUKU III harus memiliki modal inti Rp. 5 triliun sampai kurang dari Rp. 30 triliun. Untuk kategori akhir, yakni BUKU IV terdiri dari bank dengan modal inti lebih dari Rp. 30 triliun.
Pengelompokan bank berdasarkan modal inti tersebut berpengaruh kepada aktivitas dan kegiatan usaha. Semakin besar modal inti, maka aktivitas bisnis, layanan dan produk yang ditawarkan kepada nasabah lebih luas, beragam dan kompleks.
Pada dasarnya modal inti menjadi manifestasi besar atau kecil kemampuan suatu bank untuk memperluas dan mengoptimalkan keuntungan dari portofolio bisnisnya. Semakin besar portofolio bisnis serta kompleksitas produknya, maka risikonya semakin tinggi.
CIMB Niaga dan Bank Panin belum lama menjadi bank BUKU IV, bahkan untuk Bank Panin baru berhasil naik kelas sebagai bagian dari BUKU IV di tahun 2019.
Langkah CIMB Niaga dan Panin Bank merupakan upaya keras untuk memperkuat bisnisnya dan perlu diperhitungkan, namun jika ditinjau dari jumlah pengelolaan aset, perbankan nasional masih didominasi oleh The Big 4 alias empat besar BRI, Bank Mandiri, BCA dan BNI.
Persaingan The Big 4
Sejauh ini The Big 4 memang menjadi penguasa perbankan Indonesia dan dijadikan sebagai role model. Mereka identik dengan stabilitas perbankan, aset besar serta keterkaitannya terhadap aktivitas keuangan masyarakat dan negara, dapat dibayangkan jika terjadi sesuatu hal buruk terhadap salah satu bank tersebut.
Karena prinsip utama bisnis bank adalah kepercayaan, jadi segala sesuatu isu atau dampak negatif dari keempat bank itu dapat menimbulkan kepanikan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Namun perlu juga dilihat aspek positifnya bahwa jaringan 4 bank tersebut yang sudah tersebar secara luas memberikan akses finansial bagi masyarakat.
Dalam industri, empat bank tersebut menjadi tolok ukur dalam hal strategi, tata kelola organisasi, pengembangan bisnis, infrastruktur serta manajemen risiko. Pangsa pasar mereka mencapai sekitar kurang lebih hampir 50% dari total perbankan keseluruhan, sedangkan jika ditambah CIMB Niaga dan Bank Panin mencapai 53,23%.
Strategi BCA
Laba bersih BCA pada September 2019 mencapai Rp. 20 triliun, sekaligus BCA membuktikan bahwa fee based income adalah salah satu garapan utama penghasil laba.
Persaingan ketat di industri menjadikan bank tidak dapat leluasa memperoleh dari pendapatan bunga, sudah terbukti perang special rate seringkali membuat pendapatan bunga atau net interest margin justru tergerus.
Sebagai bank swasta terbesar BCA telah sejak lama menjadi bank transaksional, dalam arti BCA Â menjadi langganan masyarakat untuk transaksi keuangan secara rutin.
Maka konsep bisnis BCA sudah mengakar serta tingginya laba operasional diperoleh dari tarif transaksi, produk seperti tabungan atau layanan elektronik semacam ATM maupun mobile banking.
Dari anggota The Big 4, BCA berhasil mencapai pertumbuhan aset paling tinggi mencapai 11,8% year on year (yoy). Jika ditinjau dari strategi bisnis, dapat dikatakan BCA masih terus berupaya mengoptimalkan fee based income, pendapatan transaksional akan didorong melalui peningkatan sumber dana berbiaya rendah, yaitu dari rekening tabungan dan rekening giro.
Kelebihan likuiditas akan disalurkan melalui pasar surat berharga. BCA juga telah menjadi pelopor dalam hal pengembangan teknologi, sehingga strategi bisnis di bidang teknologi informasi bukan menjadi hal yang mengkhawatirkan. Di tahun 2019 aksi korporasi yang dilakukan adalah menjajaki pembelian Bank Royal untuk memperluas lini usahanya.
Strategi Bank Mandiri
Bank milik negara yang dibentuk tahun 1998 ini memiliki rencana akuisisi lembaga keuangan, santer dikabarkan akan membeli Bank Permata.
Sebagai BUMN, nampaknya Bank Mandiri masih banyak terlibat dengan pembiayaan proyek pemerintah yang sedang giat membangun infrastruktur. Sehingga dari sisi kredit korporasi, Bank Mandiri tidak akan kesulitan mendapatkan akses.
Namun Bank Mandiri juga serius menggaet nasabah di luar lingkaran pemerintah. Kredit korporasi kepada pihak swasta serta kredit konsumsi dan ritel dipasarkan secara masif. Produk seperti Kredit Tanpa Agunan (KTA), KPR, Kredit Kendaraan Bermotor terus digenjot untuk memaksimalkan laba.
Sekilas strategi Bank Mandiri masih pakem dan memperkuat lini bisnis selama ini tapi menghasilkan laba tinggi.
Strategi BRI
BRI merupakan salah satu bank tertua di Indonesia dan menjadi bank dengan aset serta laba terbesar yaitu Rp. 24 triliun.
Bank yang pada awalnya berdiri untuk menopang kegiatan transaksi pertanian ini memiliki jaringan luas tersebar di seluruh pelosok nusantara.
Tak dapat dipungkiri jika BRI memiliki kekuatan dalam hal kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Strategi BNI
Sebagai bank yang awalnya fokus terhadap ekonomi nelayan dan perikanan ternyata BNI sudah serius menggarap lini teknologi. Mengikuti perkembangan zaman, di era serba teknologi, BNI menganggarkan Rp. 1 triliun untuk mengembangkan lini teknologi informasi sebagai lini utama perbankan.
Pengembangan teknologi informasi tersebut diharapkan dapat mendongkrak pelayanan kepada masyarakat untuk urusan business to business. BNI juga dikabarkan berupaya membeli perusahaan asuransi.
Perkembangan Bank BUKU IV Lainnya
CIMB Niaga dan Bank Panin tergolong baru bergabung di bank BUKU IV, sehingga fokus usahanya adalah dengan tetap mengoptimalkan keunggulan yang dimiliki.
Keduanya tidak akan mengejar lini bisnis yang tidak dikuasainya, sekaligus tetap berupaya memperkuat modal yang dimiliki.
Tentunya menjadi hal positif karena bertambahnya bank BUKU IV akan memperkuat kapabilitas perbankan Indonesia, serta memberikan ragam pilihan bagi nasabah untuk mempercayakan pengelolaan dananya.
Perihal lainnya adalah semua pasti mengharapkan perbankan nasional senantiasa sehat, berkembang dan menjadi penopang ekonomi negara.
***
Para penggemar musik thrash metal sudah mengetahui jika Metallica, Slayer, Anthrax dan Megadeth adalah dedengkot di genre musik cadas penuh distorsi. Nama keempat band tersebut menjadi panutan juga ikon band lain dengan genre sama.
Berangkat secara bersamaan ketika era musik metal berkembang, mereka adalah pelopor dan menjadi pembeda pada industri musik yang saat ini cenderung dipenuhi dengan musik pop dan disko, suara lengkingan vokal, distorsi gitar dan ketukan drum menggelegar memikat bagi generasi muda yang bosan. The big four of thrash metal, demikian julukan disematkan kepada mereka.