Konsumsi Masyarakat Kelas Menengah
Tren perkembangan masyarakat kelas menengah bersifat global, Earnst & Young (EY) memperkirakan pada tahun 2030, 2 per 3 dari masyarakat kelas menengah hidup dan tinggal di Asia Pasifik. Perkembangan ini semakin mendorong konsumsi rumah tangga, seperti properti, barang elektronik, perhiasan, dan kebutuhan wisata.
Jika mempersoalkan mengenai kebutuhan pokok, tentunya urusan properti menjadi hal penting. Rasanya setiap orang ingin memiliki rumah, dan bukankah kita memang membutuhkan itu? Kelas menengah dengan penghasilan yang dimiliki tentunya juga berpikir untuk membeli tempat tinggal, kemudian kebutuhan kendaraan.Â
Berikutnya adalah soal pangan. Industri kuliner saat ini telah berkembang dengan pesat, berbagai makanan dan minuman berikut varian rasa semuanya tersedia. Masyarakat semakin gemar untuk mencoba jenis kuliner baru.
Sedangkan soal pakaian, tren fashion nampaknya tetap dinamis. Tetapi yang menarik untuk disimak adalah perilaku masyarakat kelas menengah yang menyukai barang bermerek. Bagi mereka gaya menjadi hal untuk menunjukkan keberhasilan dan kemakmuran mereka disamping memiliki properti. Harga nampaknya menjadi perihal relatif, karena adanya sistem cicilan melalui penggunaan kartu kredit.Â
Menurut riset Deloitte, pengeluaran untuk urusan fashion menjadi prioritas ke-3 untuk masyarakat dengan pengeluaran Rp2-3 juta, yakni sebesar 11% dan 9% untuk masyarakat yang pengeluarannya Rp3-5 juta.Â
Artinya, individu yang masuk kelompok Rp2-3 juta akan membelanjakan uangnya sebesar Rp220-330 ribu per bulan untuk pakaian. Sedangkan masyarakat dengan kelompok Rp3-5 juta akan membelanjakan uang sebanyak Rp270-450 ribu per bulan.
Contohnya adalah orang tua yang memiliki penghasilan cukup tinggi akan memilih sekolah yang dianggap bagus kualitasnya, dengan biaya lebih besar tentunya. Lalu terkait kesehatan, hal tersebut juga sama, saat ini sangat banyak rumah sakit dan layanan kesehatan menawarkan jasanya kepada masyarakat, bahkan sampai untuk urusan kecantikan.
Masyarakat kelas menengah juga memikikan masa depannya, sehingga saat ini tidak aneh jika produk finansial atau investasi sangat marak ditujukan bagi masyarakat umum. Pelaku industri finansial menyadari bahwa masyarakat kelas menengah di Indonesia sebetulnya memiliki dana simpanan yang mumpuni untuk digarap pasarnya.
Tentunya kebutuhan hiburan dan rekreasi juga tak terlupakan. Bukankah acara semacam travel fair dan festival musik dalam beberapa tahun belakangan ini bukan hal sulit ditemui di Indonesia. Kondisi ini sebetulnya menjelaskan bahwa daya beli masyarakat kelas menengah di Indonesia masih cukup baik, hanya pilihan mereka untuk menentukan prioritasnya terbagi.