Tetapi tidak sedikit pula fintech abal-abal yang beroperasi, OJK menyampaikan data adanya 182 fintech bodong yang beroperasi. Jumlah tersebut adalah data yang terhimpun, dan bisa saja jumlahnya jauh lebih banyak.
1. Fintech terdaftar dan memiliki izin operasi dari OJK.
OJK menimbang banyak hal sebelum memberikan izin operasi, mulai dari kelayakan dan kepatutan pengurus, manajemen risiko sampai dengan keamanan sistem teknologi. Semua proses tersebut dilakukan agar masyarakat pengguna fintech dapat terjamin serta mendapatkan layanan secara legal dan dapat dipertanggungjawabkan.Â
Tidak mudah untuk mendapatkan izin tersebut. Dan OJK mengawasi serta menerapkan standar regulasi dengan sangat ketat untuk aktivitas keuangan di Indonesia, sehingga jika sebuah lembaga fintech memperoleh izin operasi, otomatis mereka telah berkomitmen untuk memenuhi seluruh persyaratan yang diajukan OJK.
2. Memiliki kantor resmi di Indonesia
Fintech harus memiliki kantor fisik secara resmi di Indonesia. Tujuannya selain untuk meyakinkan masyarakat, adalah agar segala proses yang harus dilakukan lebih mudah. Misalnya jika ada keluhan dari pengguna atau untuk urusan administrasi dan komunikasi.Â
Segala mediasi perlu dilakukan secara jelas dan benar, sehingga jika sebuah lembaga fintech tidak memiliki kantor di Indonesia, kemungkinan besar fintech tersebut tergolong abal-abal. OJK pun mengharuskan secara mutlak bahwa fintech harus memiliki kantor resmi di Indonesia.
3. Memiliki e-mail resmi
 OJK mengidentifikasi bahwa fintech dengan izin operasional pasti memiliki e-mail resmi, tidak menggunakan e-mail dari provider gratisan.
Risiko Bertransaksi Dengan Fintech Abal-abal