Mohon tunggu...
Julian Andryanto Mustafa
Julian Andryanto Mustafa Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist; Koordinator GUM (Gerakan Urang Melayu) Bangka; Bendahara Umum LSM BEMPER; Sekretaris DPW APRI Bangka-Belitung

Jadilah Manusia Yang Merdeka Berpikir, dan Berpikir Merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu Sebagai Jalan Perubahan (?)

4 April 2014   12:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:06 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi|Sumber: Tribunnew.com

[caption id="" align="aligncenter" width="250" caption="Ilustrasi | Sumber: Tribunnews.com"][/caption] AM -- Geliat aksi para petarung politik dalam menjajakan diri jelang Pemilu, makin bertensi tinggi. Bisa dilihat dari ramainya atribut kampanye yang berjejer disepanjang tepi jalan mulai dari desa hingga kota. Gemuruh teriakan demokrasi yang mengatasnamakan rakyat, kian memeriahkan pesta demokrasi lima tahunan. Janji-janji yang dikemas dengan jargon-jargon atraktif pun, makin memekikkan telinga. Itulah Demokrasi -- katanya -- menjadi motor perubahan bagi rakyat untuk melangkah maju. Melalui Pemilu, sebagai sarana perwujudan hak berpolitik rakyat -- katanya -- mampu mengaktualisasikan cita-cita rakyat, sebagaimana yang tertulis di dalam pembukaan UUD 1945. "Saya, rakyat kecil ini tidak berharap banyak. Bisa dapat kerja saja, sudah lebih dari cukup," ucap seorang pemuda, dalam obrolan singkatnya ihwal tujuan diselenggarakannya Pemilu. Ia tidak berharap banyak. Harapannya, siapapun kader-kader pemenang Pemilu yang duduk di legislatif kelak, mampu membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat kecil. Ya, pemuda itu benar. Apa lah arti Pemilu, jika 'tak mampu membawa perubahan bagi rakyat yang sebesar-besarnya. Jangan hanya menjadikan Pemilu sebagai jalan bagi elite parpol guna memuaskan libido kekuasaannya, tok. Pemilu sudah seharusnya mampu memaksimalkan fungsinya dalam memecahkan kebuntuan rakyat, yang menginginkan perubahan, kemajuan, dan kesejahteraan. Sekali lagi, apa lah arti Pemilu, jikalau 'tak mampu menjadi yang demikian. Menjadi "pahlawan" bagi rakyat yang merindukan kemerdekaan sebesar dan seutuhnya dalam hal apapun. Parpol Cenderung PHP Dalam situasi jelang Pemilu, dimana parpol dan caleg kian beradu menjaring simpati rakyat, rakyat pun nampaknya tidak lagi bodoh -- mudah tertipu dengan retorika a.k.a pencitraan yang menyesatkan. Apalagi dibumbui dengan politik uang. Sejauh yang saya lihat, rakyat yang sekarang, cukup bisa mendewasakan diri dalam berpolitik. Entah karena sudah jengah dengan bualan para "PHP" (Pemberi Harapan Palsu) -- istilah gaulnya -- atau karena memang sudah sadar, bagaimana seharusnya menjadi konstituen yang cerdas. Tentunya, seiring dengan berjalannya waktu, pendidikan politik masyarakat akan terus berkembang, meskipun harus dengan cara otodidak.Ya... Harap maklum, pemerintah seolah lepas tangan dengan tidak mendidik masyarakat secara politik. Alhasil, masyarakat awam dibiarkan bebas dalam menafsirkan politik, sehingga dengan mudahnya dijerat politik pencitraan dan politik uang oleh parpol PHP (Pemberi Harapan Palsu). Pemilu (harus) Jurdil Katanya, Pemilu itu harus jujur dan adil. Kata mereka, panita penyelenggara Pemilu. Ya... Ya... Ya... Boleh saja berkeinginan seperti itu. Bahkan lebih bagus pula jika Pemilu bisa terlaksana secara jujur dan adil. Tentunya, jujur dan adil yang dimaksud, bukan seperti kasus pengadaan IT KPU pada Pemilu 2009 silam, dimana menurut beberapa sumber, Pemilu 2009 lalu, cacat hukum, oleh sebab adanya "permainan" dari pihak tertentu, yang ingin menang dengan cara curang. Sederhana saja curangnya, PENGGELEMBUNGAN SUARA. Maka daripada itu, agar kejadian serupa (Kasus pengadaan IT KPU-pen) yang pernah mencacatkan wajah demokrasi Indonesia, tidak terulang di Pemilu 2014 mendatang. Perlu dan sangat diharapkan partisipasi masyarakat dari semua elemen / lapisan sosial untuk mengawal Pemilu 2014 dari awal hingga akhir. Toh, masyarakat sangatlah menginginkan keadaan yang lebih baik dari sebelumnya, kan? Tidak dengan keadaan negara seperti sekarang; carut-marut, jalan ditempat, bahkan cenderung melempem. Jadilah masyarakat yang cerdas, yang tahu kapabilitas, attitude, dan track record (prestasi) dari figur (parpol dan caleg) yang dipilih. Jadilah warga negara yang cerdas, yang benar-benar menginginkan perubahan bagi bangsa dan negara ini dengan HARUS peduli dalam menjaga, mengawal, dan melaksanakan Pemilu yang sejalan dengan prinsipnya, yakni, Jujur dan Adil. Jujur terhadap rakyat, dan adil dalam menegakkan kepastian hukum bagi rakyat. Kalau saja Pemilu tidak bisa menjadi yang demikian, lantas, apa pentingnya Pemilu? Bahkan, lebih dipertanyakan lagi, apa itu Pemilu? Dampak (musiman) Sambut Pemilu Dampak dari diselenggarakannya Pemilu bisa beragam bentuknya. Pada jangka pendek, Pemilu menjadi momentum bisnis musiman bagi penyedia jasa kampanye, seperti; pembuatan dan penyedia atribut kampanye, penyedia jasa SPG untuk mempromosikan caleg, jasa artis / penyanyi dalam mengkampanyekan parpol disetiap event kampanye, dll. Bagi masyarakat kalangan bawah pun, dampak dari Pemilu bisa dirasakan, seperti ketika diadakannya kampanye dari parpol disuatu tempat, dimana masyarakat bisa memanfaatkan momentum kampanye tsb, dengan berdagang minuman, makanan, pernak-pernik, dan lain sebagainya di area sekitar kampanye berlangsung. Memang, tidak signifikan dampaknya. Beda halnya jika Pemilu bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tentunya, dampak positif yang didulang pun, bisa dirasakan oleh masyarakat dari segala kalangan. Yah... Anggap saja dampak jangka pendek itu, hanya sekadar "uang pencucui mulut" yang sayang jika tidak dimanfaatkan. Tetapi fokusnya, tetap membangun dampak positif berjangka panjang yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pendidikan Politik Untuk Mengenal Demokrasi dan Pemilu Demokrasi ialah sistem politik yang dianut oleh suatu negara dalam menjalankan aktivitas politiknya. Negara yang menganut demokrasi adalah negara yang memberi ruang bagi warganya untuk berpartisipasi dalam menjalankan roda pemerintahan. Tentunya juga dapat menjamin hak-hak dari warga negara tsb. Meskipun sudah renta, demokrasi masih saja menjadi "jualan" yang menarik bagi negara-negara yang menjunjung tinggi HAM. Alasannya cukup sederhana. Kebebasan bagi warga negara untuk berekspresi, dijaminkan eksistensinya dalam platform demokrasi. Di Indonesia sendiri, demokrasi selalu tumbuh-mati-dan tumbuh lagi. Tergantung musimnya (rezim-pen), kearah mana, dan dengan gaya yang bagaimana, demokrasi digunakan. Dan, untuk kepentingan siapa? Mengenal demokrasi itu penting, guna menciptakan suasana politik yang sehat. Demokrasi itu apa? Bagaimana sejarah lahirnya? Jenis-jenis demokrasi-nya? Cara yang benar memanfaatkannya? Dan, sederet pertanyaan lainnya, yang masih menggantung bagi masyarakat awam yang buta politik. Oleh karena itu, penting bagi negara (pemerintah-pen) membangun pendidikan politik, yaitu mensosialisasikan dan mengindoktrinisasikan masyarakat agar tahu, politik itu apa? Sehingga, pada tujuannya, lahirlah masyarakat yang (sudah) melek politik, bahkan cerdas, untuk menata demokrasi yang terlanjur carut-marut, dan mengantarkannya kembali (demokrasi-pen) sesuai pada jalurnya. Demokrasi yang sehat, hanya bisa dibangun jikalau masyarakatnya sudah sadar / melek pendidikan politik, sehingga Pemilu, benar-benar bisa melahirkan figur-figur negarawan yang sesuai harapan. Dan kalau tidak menjadi demikian diharapkan, Pemilu itu? Gugur sudah harapan rakyat, ibarat dedaunan yang gugur dimusim kemarau. Maka, bolehlah saudara ku sekalian, mendengar syair dari saya ini, sebagai pembangkit gelora Revolusi. Proletar Bangunkan mereka itu Katakan, bahwa mimpi telah mati Merapatlah disetiap barisan perjuangan kini dan nanti, kita adalah penentu kemerdekaan Teriakkan seruan-seruan Rakyat, telah murka pada pujangga Istana Pelahap hak-hak manusia tertindas Pergerakan-pergerakan ini Mereka bilang subversif Bagi kita, adalah cara mencari sesuap nasi Mereka bilang untuk rakyat Mereka berikan untuk tuan-tuan kapitalis Mereka bilang mereka pemimpin Sedangkan budak bukanlah seorang pemimpin Ketika hak-hak rakyat dirampas oleh tuan kapitalis Pujangga Istana berleha bergelimangan harta Membuai rakyat dengan rayuan hipokrisi Miskin dan jelata adalah takdir proletar Mereka bilang,"itu nasib, terima saja" Sedangkan Tuhan, 'tak pernah demikian menentukannya Atas segala hal... Derai tangis yang 'tak terbendung Jerit tindas yang melampaui batas Kala rakyat turun ke jalan diteriaki pemberontak Kala keadilan telah dibungkam peluru Dan kala penguasa telah mati rasa Solusi-solusi yang ada, hanya satu teriakkan LAWAN...!!! Sungailiat, 3 April 2014 A. M

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun