Mohon tunggu...
Andri Zulfikar
Andri Zulfikar Mohon Tunggu... Guru - Penulis dengan beragam cerita

Menulis adalah kehidupan bagiku, karena dengan menulis aku menumpahkan cinta, cita, cerita dan pengalaman yang kulalui, semoga aku bisa berbagi kepada banyak orang di seluruh dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjalanan Spiritual ke Sanghyang Sirah (Sirahnya atau Kepalanya Pulau Jawa)

17 Oktober 2019   16:11 Diperbarui: 17 Oktober 2019   16:53 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sanghyang Sirah sesuai dengan namanya adalah Sirah (Kepala) nya Pulau Jawa. Jika dilihat peta Pulau Jawa yang kita rotate ke kanan sekitar hampir 70 derajat, maka akan kita lihat Pulau Jawa terbagi ke dalam 3 bagian. Atas, Tengah dan Bawah. Bawah adalah Jawa Timur yang kaitannya dengan kaki. 

Orang-orang di Jawa Timur dikenal sebagian besar adalah pekerja keras yang mengandalkan otot kaki. Mereka laksana kaum buruh yang pekerjaannya terkait dengan pekerjaan kasar. Lihatlah bagaimana pertempuran Surabaya, Arek-arek Suroboyo adalah mereka yang terbukti gigih dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. 

Tengah Pulau Jawa adalah terkait dengan Perut. Kita sudah sama-sama tahu, makanan-makanan yang terkenal di Nusantara mayoritas muncul dari Tengah. Semarang dan Jogja adalah pusat-pusat Kuliner yang sudah tidak asing lagi. 

Kepala pulau Jawa adalah Sanghyang Sirah. Sirah artinya kepala. Kepala adalah para pemikir. Para intelektual yang banyak lahir dari Jawa Barat. Demikianlah para intelektual banyak berkumpul di Jakarta, yang juga bagian dari Jawa Barat. 

Jangan lupa, dahulu orang hanya mengenal Pulau Jawa dengan 3 bagian saja. Barat, Tengah dan Timur. Dan Ujung Pulau Jawa adalah Sanghyang Sirah. Jika manusia memiliki akal fikiran, maka ujung dari kehormatan manusia adalah Akal. Inilah yang akan mengendalikan hawa nafsu kita yang sering mengajak kita kepada kejahatan dan dosa. 

Manusia yang berfikir, adalah manusia yang bisa mengendalikan hawa nafsunya. Bisa membedakan mana yang baik untuknya, mana yang membawa mudhorat. Manusia yang berfikir, yang menggunakan akalnya, adalah manusia yang derajatnya melebihi hewan. Sebaliknya manusia yang selalu tunduk kepada kemauan hawa nafsunya, maka tidak ada bedanya dia dengan hewan binatang, bahkan lebih rendah lagi derajatnya daripada hewan binatang.

Itulah sebabnya penting bagi manusia untuk berfikir berulang kali sebelum mengambil keputusan, memikirkan kebaikan dan mudhorat dari apa yang dikerjakan. Wejangan Mbah Semar Badranaya sangatlah tepat sampai hari kiamat. Eling Lan Wospodo. 

Yang bisa diartikan secara bukan sekadar ingat, namun lebih dalam, Eling adalah sebuah kesadaran jiwa akan diri sendiri, sebuah kontrol diri atas apa yang dihadapi dalam hidup ini, seraya senantiasa waspada dengan hal-hal yang akan merusak diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 

Inilah sosok perjalanan spiritual ke Sanghyang Sirah, Kepalanya Pulau Jawa. Sebuah perjalanan yang bukan hanya perjalanan  dengan berjalan kaki, naik kendaraan atau naik kapal semata, namun lebih dari itu, ia adalah perjalanan spiritual menuju Hakikat Diri, Sejatinya Diri, sebuah perenungan panjang menuju pemahaman akan pertanyaan "Siapa Aku" sebenarnya. Pertanyaan untuk mengkaji ke dalam sebelum berbicara keluar. 

Semoga kita bisa memahami apa yang tersirat daripada apa yang tersurat semata.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun