Mohon tunggu...
Andri Yudhi Supriadi
Andri Yudhi Supriadi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Alumnus Kampus Statistik Otista, Kampus Terbuka Pondok Cabe dan Kampus Ekonomi Salemba/Depok

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jadi Guru Itu Berat, Pandemi Menyadarkan Kita Peran Penting Mereka

12 September 2021   20:55 Diperbarui: 12 September 2021   21:09 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 tahun 2020, pemerintah memberlakukan belajar dari rumah dan proses belajar mengajar dilakukan secara daring. 

Keputusan ini diambil untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 mengingat saat itu vaksinasi belum masif seperti saat ini. Perubahan mekanisme pembelajaran ini tentu saja membutuhkan penyesuaian secara cepat. Banyak drama terjadi selama proses sekolah daring ini, baik dari sisi guru, murid maupun orang tua murid.

Kita sadar bahwa tidak semua guru melek Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Selama pembelajaran daring, guru harus mempersiapkan bahan ajar yang akan disampaikan secara daring dan memikirkan bagaimana cara mengelola tugas-tugas harian yang akan disubmit oleh murid. 

Infrastruktur pendukung seperti smartphone, Personal Computer/desktop/laptop, maupun paket data juga perlu disiapkan karena itu semua senjata utama selama proses belajar mengajar secara daring. Belum lagi jika sinyal internet tiba-tiba ghosting, pasti panik lah. Kok bisa?

Guru panik karena target materi harian tidak tercapai dan solusi jangka pendek yang diambil biasanya adalah memberikan tugas harian. Murid tak kalah panik karena belum paham materi sementara tugas harian harus dikumpulkan dan pada gilirannya bergantung pada orang tua. 

Ketergantungan ini membuat orang tua juga ikutan panik karena meski pernah mengenyam jenjang sekolah yang sama namun sudah banyak lupa atau mungkin dulu juga tidak paham he he he. 

Kalaupun masih ingat materinya, namun ketika anak tidak juga paham materi yang kita ajarkan maka tingkat kepanikan/stress jadi berlipat ganda. 

Belum lagi bagi orang tua yang bekerja, tugas-tugas kantor yang dikejar deadline menambah tingkat stress ke level yang lebih tinggi. Jika sudah begini, barulah kita sadar bahwa menjadi guru itu berat, padahal yang orang tua hadapi tidak lebih dari 1-5 orang anak. Bagaimana dengan guru yang harus berbagi kesabaran menghadapi 20-30 murid ? Perlu kesabaran ekstra tinggi menghadapinya.

Seiring dengan pelaksanaan vaksinasi tahap pertama terhadap 718.000 anak usia sekolah (Sumber), semoga pertemuan tatap muka dengan mengedepankan protokol kesehatan secara ketat dapat secara terwujud.

Guru senang karena pertemuan tatap muka dipandang lebih efektif, murid senang karena dapat berinteraksi dengan teman-temannya lagi dan orang tua juga senang karena tingkat stress berkurang. 

Pandemi ini menyadarkan kita bahwa menjadi guru itu berat dan profesi yang sangat mulia. Mari kita songsong pertemuan tatap muka dengan paradigma baru. Guru lah pelita, penerang dalam gulita, jasamu tiada tara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun