Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Pustal] Kisah Setangkai Kasih Natal

23 Desember 2015   09:53 Diperbarui: 23 Desember 2015   16:00 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Desember]

Saat aku terbangun membawa mimpi engkau ternyata telah lama menanti. Kenapa begitu cepat bulan berlari meninggi? Aku baru saja menuangkan cerita pada secangkir kopi. Maukah kita saling berbagi? 

Seandainya saja matamu adalah hujan. Aku ingin tetap menjadi basah karenanya. Jangan membenci selimut yang berada di atas bantal. Sebab matahari hanyalah pangeran dari negeri sebrang. Jangan pergi, aku berdiri di belakang pedatimu. Para kesatria baru saja meninggalkan sebelas cawan di atas langit. Kemudian lepaskan saja malam-malammu 

[Hujan]

Tuhan baru saja membangunkan lautan. Pagi-pagi sekali aku melihat mata kucing terpejam. Pondok berwarna ungu itu masih berada di tepi danau. Kemana angin hendak menghembuskan kenangan? kau baru saja berkata; malamnya malam takkan pernah habis kupandang. Saat bidadari yang belum juga dewasa itu bergegas menyebrangi jalan. Di balik kotak makan, anak kecil menusuk-nusuk awan dengan batang gulali berwarna merah jambu. Bunga rumput yang baru saja mekar diam-diam telah menanggalkan sebuah gaun pesta berpita biru. 

[Cemara]

Ibu merajut sebuah cerita. Menempelkan lampu pelita pada ranting-ranting cemara. Bulan telah lama bertengger, menunggui adik bermain kata-kata. Sebuah karnaval melepaskan warna warni kembang apinya. Pelangi di kaki gunung, meringkas dalam ruangan bingkai jendela. Seekor rusa merumput bersama sepasang anak kembarnya. Sementara awan masih menggelayut di bawah loteng kamar milik Ayah. 

[Setangkai kasih]

Gemerincing suara para tertawa duduk bercengkrama di sudut sofa. Malaikat tertidur pulas di antara kardus biskuit dan toples kembang gula. Kereta baru saja tiba, membawa pucuk-pucuk semesta. Malam begitu riang dalam balutan riasan kota. 

Kepakan merpati melayang-layang di antara lonceng pagi hari. Seseorang telah berselendang, meniupkan api di atas sumbu-sumbu altar. Atap-atap gereja saling bercerita mesra tentang kisah masa lalu mereka. Di sudut jalan tepat di bagian persimpangan, seorang lelaki menciumi mesra kebahagiaan istrinya. 

Hening yang menderet-deret di atas sejarah hutan kayu mahoni. Duduk bersandar di antara jeda, menanti kisah tepat di penghujung sore. Jubah dan warna kuning jerami bercerita riwayat langit di bawah cahaya bintang timur. Sejuta alinea telah merangkai pujian, mendayung setangkai kasih di hari natal yang berwarna putih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun