Mohon tunggu...
Andriansyah Rahman
Andriansyah Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lex Populi, lex dei

Mahasiswa S-1 jurusan Ilmu Hukum di Universitas Hasanuddin. Putra daerah asal Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang akrab disapa Andri. Hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perkawinan, Apakah Perjanjian?

12 Juni 2019   09:21 Diperbarui: 12 Juni 2019   18:56 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum menelusuri lebih jauh terkait dengan perkawinan termasuk pernjanjian, akan sangat penting untuk mengetahui pengertian perjanjian dan perkawinan itu
sendiri. Menurut KBBI perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam kesepakatan itu. Menurut Undang-undang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Berdasarkan dua pengertian di atas dapat ditemukan unsur penghubung antara perjanjian dan perkawinan, yakni ikatan. Sebuah perjanjian cenderung mengikat antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya begitupun dengan perkawinan, sehingga dapat pula dikatakan bahwa perkawinan adalah sebuah perjanjian.

Menilisik lebih mendalam terkait hal tersebut, maka akan semakin jelas bahwa perkawinan merupakan perjanjian mulai dari proses perkawinan, masa perkawinan
bahkan hingga berakhirnya perkawinan.  Dalam proses perkawinan terdapat rukun-rukun perkawinan yang merupakan syarat wajib sahnya sebuah perkawinan. Salah satu dari rukun perkawinan adalah akad nikah yang merupakan perjanjian antara kedua belah pihak yang ditandai dengan adanya ijab qabul. Menguak fakta lain, misalnya jika merujuk kepada Agama Islam, ada yang disebut shighat taklik Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 1 Huruf (e)

 taklik adalah perjanjian yang diucapkan oleh mempelai laki-laki setelah akad berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di suatu masa yang akan datang. 

Sighat taklik ini tercantum di bagian
belakang buku nikah. Meskipun ini bukanlah sebuah keharusan sesuai KHI Pasal 46 ayat (3) "Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian wajib diadakan di setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak  sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut
kembali.
" Namun ini membuktikan bahwa perkawinan penuh dengan perjanjian. Kemudian jika melihat ke dalam Undang-undang Perkawinan dibahas khusus terkait perjanjian perkawinan pada Bab V pasal 29 ayat 1-4 yang terurai sebagai berikut

Ayat (1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga kepada pihak ketiga
sepanjang pihak ketiga tersangkut.

Ayat (2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas batas hukun agama dan kesusilaan.
Ayat (3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
Ayat (4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila kedua belah pihak ada persetujuan merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Kemudian diperluas lagi pemaknaanya oleh putusan MK Nomor 69/PUU-XII/2015 yang menyatakan perjanjian perkawinan tidak lagi dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi bisa juga dibuat setelah perkawinan dengan disebutnya sebagai perjanjian biasa dengan syarat -syarat tertentu(pastnuptial greement).

Selain beberapa pertimbangan di atas, adanya bab-bab yang manegatur tentang hak dan kewajiban suami istri, harta benda dalam perkawinan secara eksplisit
mengandung arti bahwa perkawinan merupakan perjanjian horizontal untuk saling melaksanakan kewajiban dan hak selayaknya suami istri, bahkan secara sosial kemasyarakatan perkawinan dianggap sebagai bentuk janji kepada keluarga dan Tuhan untuk menjalin rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka jelas dapat dikatakan bahwa perkawinan merupakan perjanjian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun