Dalam hidup sehari-hari, kita pasti bernah bertemu dan berhadapan dengan orang yang punya sifat iri hati. Mereka iri atas yang apa yang kita punya atau yang kita capai.
Kita tidak dapat menampik bahwa hidup manusia menuntut dirinya harus selalu berinteraksi dengan manusia lain yang membuat ia pasti akan bertemu manusia demikian.
Namun, permasalahannya adalah iri hatinya itu gak kira-kira (gak pantas untuk iri).
Lho? Itu kan hak dia?
Memang benar, itu hak dia. Tetapi, objeknya kan kita. Ya wajar aja dong kalau kita gak terima.
Contohnya nih yang mungkin pernah kamu hadapi waktu kuliah:
Selama perkuliahan, kamu serius menyimak penjelasan dari dosen. Tugas yang diberikan pun kamu kerjakan dengan serius dan sepenuh hati. Saat ujian tiba, kamu juga mempersiapkan dengan baik sehingga kamu dapat menjawab pertanyaan dari dosen dengan baik dan lancar. Alhasil, kamu mendapat nilai yang sangat memuaskan dari dosen.
Di sisi lain, saat perkuliahan temanmu selalu sibuk sendiri. Tugas yang diberikan hanya dikerjakan ala kadarnya saja. Ketika ujian tiba, ia menganggap enteng (remeh) sehingga persiapan tidak maksimal (bahkan mungkin sama sekali tidak dipersiapkan). Lantas, nilai yang didapatkannya B (biasa) aja. Trus temanmu iri.
Dengan berbagai macam alasan, kita dianggap “anak kesayangan dosen”, lagi hoki, dan lain-lain.
Nah, mengenai “anak kesayangan dosen” itu bukanlah di bawah kendali kita, kalau kita bersikap baik eh terus disayang dan dipeduliin sama dosen, emang kenapa? Wajar toh! Lagipula kalau dosen mau beri nilai berapapun, itu kan hak dosen 😊