Mohon tunggu...
Andri Dewo
Andri Dewo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Student of Civil Enginering

Life is an Echo. If you do "GOOD" and the good things will come to you. BUT, if you do "BAD", then the bad things will come to you. Life is simple, dont make it complicated. Brings Yin and Yang to your life, and you will be balance at anything.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perkembangan Infrastruktur Internasional di Era 4.0

12 Desember 2019   02:04 Diperbarui: 12 Desember 2019   02:38 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seminar Teknik Sipi membahas mengenai Perkembangan Infrastruktur Internasional di Era 4.0

Revolusi industri diperkenalkan pertama pada pertengahan abad ke-19. Tercatat permulaan revolusi industri terjadi kira-kira antara tahun 1760-1830. Revolusi ini kemudian terus berkembang dan mengalami puncaknya pada pertengahan abad ke-19. 

Seiring berjalannya waktu Industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel. Mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan manusia. Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk mengontrol proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian produksi.

Istilah revolusi industri diperkenalkan pertama kalinya oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui pada pertengahan abad ke-19. T.S. Ashton mencatat permulaan revolusi industri terjadi kira-kira antara tahun 1760-1830. 

Revolusi ini kemudian terus berkembang dan mengalami puncaknya pada pertengahan abad ke-19, sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dengan perkembangan mesin tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut berkembang mesin kombusi dalam serta mesin pembangkit tenaga listrik.

Industri Konstrusi yang pada awal menggunakan teknik dan teknologi sederhana, kini telah berkembang dengan pesat, dimana dahulu masih menggunakan tenaga manual dan di operasikan oleh banyak orang. 

Sejalan dengan waktu mengikuti perkembangan dan pemanfaatan teknologi memungkinkan pengoperasian peralatan kontruksi dengan hanya satu orang operator. Out put dari industri konstruksi yang ada dibangun lebih cepat, lebih tinggi, lebih besar serta berbagai keunggulan lainnya.

Garis besar sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017). Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur.

Industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktifitas manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup sebelumnya. Manusia bahkan akan hidup dalam ketidakpastian (uncertainty) global, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan yang berubah sangat cepat. 

Tiap negara harus merespon perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif. Respon tersebut dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik, swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil sehingga tantangan industri 4.0 dapat dikelola menjadi peluang.

Menghadapi industri 4.0, sektor konstruksi perlu berbenah, pada proses bisnis industri konstruksi harus diubah untuk meningkatkan efisiensi, menurunkan biaya produksi dan memperbaiki proses produksi.

Teknologi informasi sudah harus dimanfaatkan dalam bidang konstruksi, seperti informasi material dan peralatan apa saja yang terdapat pada suatu daerah dapat diketahui dalam waktu cepat dan tepat.

Peran sumber daya manusia harus lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi era digital yang semakin canggih dan terus berkembang. industri 4.0 merupakan era digitalisasi, dimana dibutuhkan persaingan inovasi dan keahlian. Untuk itu butuh penguatan pembinaan SDM di sektor formal maupun non-formal. Diperlukan juga semangat bagi individu terkait untuk senantiasa mengagrade diri baik soft skill maupun hard skill sehingga dapat menghasilakan terobosan yang kreatif, inovatif, dan responsif terhadap perubahan.

Revolusi industri 4.0 memberikan peluang bagi industri-industri yang bergerak pada sektor konstruski untuk selalu terus melakukan inovasi, baik inovasi produk, alat maupun cara dan metode. Industri yang kompetitif juga tercipta sehingga membuat persaingan antar pelaksana konstruksi untuk menekan biaya produksi dan menjadi keuntungan tersendiri bagi owner/pemilik kegiatan.

Dalam kesempatan membahas revolusi perkembangan infrasgtruktur di dunia, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Internasional Batam yang berkolaborasi dengan Jurusan Arstiketur Universitas Internasional Batam mengadakan seminar bertemakan "Perkembangan Infrastruktur Internasional di Era 4.0" yang diadakan di Aula Lantai 2, Gedung B, UIB. Pembicara yang diundang dalam seminar ini adalah Dr. Andri Irfan Rifai, ST., MT (selaku Ketua Program Sarjana Teknik Sipil UIB, Project Manager dari Proyek Rehabilitasi Infrastruktur dan Rekonstruksi  untuk daerah yang terkena bencana di Palu) dan Yusuf Adinegoro, Ph.D (selaku manajer dari Jakarta Great Area Highway Planning Agency).

Dr. Andri Irfan Rifai, ST., MT memaparkan materi dari segi strategi yang bisa digunakan dalam era 4.0
Dr. Andri Irfan Rifai, ST., MT memaparkan materi dari segi strategi yang bisa digunakan dalam era 4.0

Dalam seminar ini, Dr. Andri menjelaskan bahwa, Teknik sipil tidak pernah bergerak di industri 1.0, 2.0, 3.0 dst. tetapi hanya diikutsertakan dalam era ini. Banyak strategi yang bisa dilakukan untuk revolusi perkembangan infrastruktur internasional, diantaranya : 1) Pre-Fabrication; 2) Advance Building Materials; 3) 3D Printing & Additive Manufacturing; 4) Autonomous Contstruction; 5) Augmented Reality & Visualization; 6) Big Data & Predictive Analysis; 7) Wireless Monitoring; 8) Cloud & Real Time Collaboration; 9) 3D Scanning & Photogrammetry; 10) Building Information Modeling. Dari ke-10 strategi yang dipaparkan, beliau menekankan strategi nomor 6 yaitu Big Data & Predictive Analysis, karena beliau menggunakan strategi ini untuk dapat melakukan rehabilitasi infrastruktur dan rekonstruksi di daerah Palu yang terkena bencana. 

Menurut beliau, strategi ini sangat membantu sekali untuk pembangunan konstruksi di Indonesia khususnya didaerah daerah yang rawan gempam sehingga dengan adanya strategi ini bisa mengantisipasi dan mengurangi dampak terjadinya gempa kembali khususnya didaerah Palu. Beliau juga memaparkan study case yang terjadi di Palu. 

Paparan yang diberikan oleh beliau adalah berupa bagaiamana menggunakan strategi ini yaitu seperti perkenalan terhadap situasi Palu pasca gempa terjadi, menganalisis data-data gempa yang terjadi ratusan tahun lalu yang tidak tercatat di Indonesia tetapi tercatat di Jepang, bagaimana cara mengambil data dan informasi yang dibutuhkan dari database yang ada di Jepang, metode research yang digunakan dan pemaparan hasil analisis berupa data penting yang dibutuhkan. Dalam hal ini, beliau sangat menyarankan menggunakan aplikasi bernama "DM" karena aplikasi ini menjadi aplikasi yang sering digunakan untuk menganalisis data gempa untuk keperluan konstruksi.

Dalam akhir pemaparan materi, Dr. Andri Irfan menyampaikan sebuah pesan yaitu, "Ide bisa dicari siapapun, EKSEKUSI yang TIDAK bisa dicari siapapun".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun