Mohon tunggu...
Andri Asmara
Andri Asmara Mohon Tunggu... Musisi - Penulis

Musik adalah serpihan bebunyian surga yang jatuh ke dunia.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Adakah yang Sudah Rindu Kehadiran Pengamen Bus?

8 November 2020   18:54 Diperbarui: 10 November 2020   11:16 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengamen adalah fenomena sosial di sekitar kita. (sumber: @kompasTV/Twitter)

Tak disangka, lagunya juga satu gaya dengan musik pengamen bus ekonomi Jogja -- Kebumen. Karena album ini saya menjadi tergugah untuk berusaha membahas tentang gaya musik pengamen bus.

Sedikit saya jelaskan, gaya musik dari pengamen yang tergolong mengkreasi ini terpadu dari beberapa unsur gaya musik yang berbeda. Kita bisa merasakan keroncong di dalam cara mereka strumming (genjreng) senar kencrungnya, namun di waktu yang sama kita merasakan musik nyanyian sunda di jalannya melodi vokal (lho kan bukan bus jurusan Bandung ya?) Namun itu kenyataannya.

Mungkin urbanisasi penduduk dari desa ke kota memengaruhi itu semua. Saling-silang antara kota A dan B, bahkan C memengaruhi persebaran penduduk yang majemuk. 

Dan benang merah yang sama-sama bisa dikompromi adalah musik rakyat yang sama-sama dipunyai banyak daerah di Jawa, yaitu antara pelog slendro, yang menjelma menjadi langgam populer, yang mungkin sangat mudah didekati sebagai ekspresi kultural masing-masing dari mereka. Seperti pada lagu Kiky yang berjudul Lagu Seniman Rantau, sangat jelas hal-hal yang saya sebutkan tadi direpresentasikan nya.

Sepertinya, pengamen mempunyai unsur musikalitas atau tidak, tidak menjadikan mereka gagap kesenian. Selama mereka sering berinteraksi dengan sosial yang berkembang juga di sana seni tradisi yang intens semasa hidup, saya yakin mereka dapat menyerap itu, walaupun minim. Ini merupakan pengalaman yang sudah menjadi empiris laku musikal, walaupun tak punyai musikalitas.

Yang menjadikan musik itu terdengar murah karena mereka belum mengetahui pengolahan yang proper. Mereka mengolah itu dengan sederhana, sebisanya, mau tak mau menjadikan lagu itu terdengar lugu, dan malahan satu dengan yang lain bisa terdengar mirip, karena minimnya daya musikalitas yang mereka miliki, bahkan jika memiliki, mereka malas untuk mengembangkan. 

Tujuan mereka ngamen rata-rata untuk mencari nafkah. Musik sebagai medianya. Jarang ada yang berniat terjun ngamen untuk fokus membuat seni baru yang bisa dipertanggungjawabkan keilmuannya.

Jika dikaji secara musik barat, rata-rata akor yang mendasari bangunan musiknya berkutat pada I V V7, berlaku juga pada tangganada minor (i iv V7). Itu terus, diulang-ulang, hanya liriknya yang kadang berganti. Saya kasih satu hal yang menarik.

Jika kita analogikan, struktur solo ini, yang sudah kita bahas di atas, mengalami penambahan ritmis pemain kendang paralon, tiba-tiba membuat lagunya berbelok menjadi beraroma dangdut koplo. Dangdut Koplo! Faktor asing satu lagi yang diserap! Hahhaha. 

Sebenarnya bagaimana sih strukturnya? Cukup membingungkan. Inilah yang saya maksud. Meskipun terkesan murah, namun jika dijentrengkan kronologi kulturalnya akan terkesan kompleks.

Okey, kita cukupkan membahas musiknya. Karena unsur-unsur musikal di atas diikat oleh lirik yang melekat pada melodinya. Gaya liriknya pun bermacam-macam, namun rata-rata berbentuk pantun pendek. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun