Mohon tunggu...
Andri Asmara
Andri Asmara Mohon Tunggu... Musisi - Penulis

Musik adalah serpihan bebunyian surga yang jatuh ke dunia.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Menjelang Ramadan, Segarkan Pendengaran!

25 April 2019   04:48 Diperbarui: 26 April 2019   03:28 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ramadan. (shutterstock)

Bulan Ramadan selalu dinanti umat Islam sebagai moment pendekatan diri kepada Yang Maha demi menyempurnakan ibadahnya. 

Dengan berpuasa sebulan penuh, umat islam menghayati setiap harinya dengan mengisi kegiatan positif untuk menyemarakkan.  Sampai pada puncaknya yaitu Idul Fitri atau biasa yang kita sebut Lebaran sebagai simbol kemenangan dalam memerangi hawa nafsu saat berpuasa. Bulan Ramadan merupakan moment yang tepat terhadap siapa saja yang ingin mengharap keberkahan dari sang pencipta.

Semaraknya Ramadan bisa dilihat dari iklan sirup dan kue lebaran yang sudah mulai membombardir per-televisian. Bisa juga dilihat dari barisan toples kurma yang sudah ada di minimarket dan pasar-pasar tradisional.  

Bagi sebagian masyarakat, berbondong-bondong ziarah ke makam keluarga adalah tradisi yang dilakukan sebelum bulan Ramadan tiba. Namun yang menjadikan Ramadan sangat terasa kedatangannya adalah musik religi yang mulai sering diputar sebagai soundtrack FTV khusus Ramadan maupun yang ada di radio.

Musik religi adalah sebutan bagi musik populer yang mengandung pesan dakwah Islam pada liriknya. Di Indonesia, musik populer bertema religi ditandai dengan lagu Hari Lebaran karya Ismail Marzuki tahun 1950an yang berirama polka. 

Lagu ini mempopulerkan kalimat "minal aidin wal faidzin, maafkan lahir dan batin" yang selalu diucapkan ketika Lebaran tiba. Makna lagu ini bisa berarti bahwa kemenangan seseorang ada pada berhasilnya mengendalikan nafsu amarah, dengan berani untuk  meminta maaf dan saling memaafkan.

Tahun 1975 musik religi berganti gaya dengan ditandai lahirnya Nasida Ria, band qasidah modern pertama yang menggabungkan unsur tradisi musik arab (rebana/hadrah) ke dalam bungkusan musik populer. 

Nasida Ria mengubah wajah musik religi yang terkesan serius seperti rebana/hadrah menjadi sedikit lebih menghibur, ringan, dan mendayu. 

Tidak seperti bentuk musik gambus, samrah, hadrah,  yang masih lekat akan lirik berbahasa arab dan hanya menggunakan alat tradisi, Nasida Ria berhasil mengakulturasi musik modern dengan mengaplikasikan bahasa Indonesia kedalam liriknya. Alat musik modern yang digunakan seperti bass elektrik, keyboard, biola, dan gitar elektrik berpadu dengan alat tradisi rebana, darbuka dan tamborin.

Dengan lantunan lirik nasihat kepada sesama dan pujian terhadap tuhan, Nasida Ria tidak menghilangkan esensi qasidah. Sepertinya mereka juga cerdas dalam menggabungkan beat melayu deli atau biasa kita sebut dangdut ke dalam irama qasidah. 

Simak lagunya seperti Perdamaian, Suasana di Kota Santri, Jilbab Putih, dan Pengantin Baru. Gaya ini kemudian menginspirasi raja Dangdut Rhoma Irama untuk membuat lagu dangdut bertema religi di albumnya seperti Takbir Lebaran dan Haji.

Kemudian di tahun 1999 musik religi semakin populer dengan adanya album Cinta Rasul vol.1 yang dinyanyikan oleh Haddad Alwi dan Sulis. Album ini melejit laris secara pemasaran hingga berseri sampai 6 dan beberapa kompilasi dengan artis lainnya. 

Haddad Alwi berhasil meramu musik pop formasi modern yang menggetarkan dengan karakter suara yang lembut berisi Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Dipadu dengan vokal suara Sulis yang waktu itu masih anak-anak dan backingan polos anak-anak lain yang semakin menguatkan makna lagu. Selain itu ia tidak meninggalkan nuansa hadrah pada iramanya, ia hanya lebih menguatkan akor diatonis dan isian string yang dinamis. 

Simak saja seperti di lagu Ya Thoyibah dan Ummi untuk contoh gaya musiknya. Selain itu, Haddad Alwi termasuk musisi religi yang produktif, terbukti sampai tahun 2016 ia berhasil membuat 11 album kolektif dan 14 album solo.

Mulai memasuki dekade millenium, musik religi menemui titik cerahnya. Banyak grup musik dan nasyid yang bermunculan. Sebut saja grup vokal asal luar negeri yang menetap di Indonesia seperti Raihan dengan albumnya Demi Masa di tahun 2001, lalu grup sufi berbagai negara yaitu Debu dengan albumnya Makin Mabuk di tahun yang sama. 

Kemudian grup nasyid accapela bernama Snada dengan Neo Sholawatnya yang menggunakan berbagai bahasa dan timbre vokal unik  pada sholawatnya, makin dikenal saat menyanyikan Jagalah Hati bersama Ustad AA Gym.

Muncul lagi penyanyi solo bernama Opick. Ia adalah musisi religi yang cukup konsisten sejak debutnya di Album Istighfar tahun 2005 banyak disukai masyarakat. Hampir setiap tahun ia produktif membuat album religi. 

Musik opick sendiri terdengar fresh dan mengandalkan gaya orkestrasi pop. Bentuk musik Opick sendiri lebih beragam, ada yang cheerful seperti Alhamdulillah, Assalamualaikum, Ramadan Tiba. Namun ada pula yang sendu dan kelam seperti Bila Waktu Tlah Berakhir, Astaghfirulloh, Taubat. 

Selain musisi religi, banyak band yang pop industrial yang beramai ramai membuat album religi khusus untuk menjelang bulan Ramadan. Sebut saja GIGI yang berhasil menelurkan 5 Album Religi dan tour ke setiap kecamatan di bulan Ramadan. 

Lalu ada Radja, Ungu, ST12 yang tidak ketinggalan untuk memanfaatkan moment Ramadan sebagai ladang berkarya. Namun tidak semua dari mereka konsisten, bahkan beberapa ada yang bubar. Pada era ini gaya musik religi sedikit lebih bergairah, karena dibalut dengan musik rock seperti Pintu Sorga milik GIGI, Para PencariMu milik Ungu, dan Malam 1000 Bulan milik Radja.

Setelah itu, Wali Band yang mampu mendominasi produktifitas musik religi di Indonesia. Dengan unsur pop, wali aktif menelurkan album dan berpuluh single bertema religi. 

Musik Wali bisa diindakasikan sebagai cerminan bahasa keseharian masyarakat Indonesia yang ringan dan penuh canda santai. Seperti di lagu Si Udin Bertanya, Tomat (Tobat Maksiat), Cabe (Cari Berkah). Semua itu memiliki diksi yang ringan dan sangat mudah dicerna semua kalangan masyarakat.

Memasuki tahun 2018, Grup musik gambus Sabyan muncul. Nissa sebagai vokalis yang masih terbilang muda, berhasil bernyanyi dengan suara yang merdu pada lagu Deen Assalam. Selain itu ia memiliki gaya berbusana yang up to date mewakili muslimah millenial. Konsep ini sangat tepat dalam mengangkat kepopuleran grup musiknya. 

Pemilihan diksi lirik berisi sholawat Nabi yang masih belum mainstream di telinga adalah aksi yang tepat. Di branding dengan cinematic style dari video klipnya, Sabyan berhasil menyemai gairah berkarya musisi religi lainnya.

Setelah menunaikan ibadah, mendengarkan pengajian, dan membaca Al-Quran, marilah segarkan pendengaran kita dengan musik religi Indonesia yang mampu bertahan keeksistensiannya didalam segmentasi waktu menjelang Ramadan.

Tulisan ini mengajak kalian untuk mendengarkan ulang karya-karya musik yang populer menjelang bulan Ramadan atau sekedar hanya perayaan hari besar Islam. 

Jika kita cermati, musik religi akan terus ada, sarat makna dakwah islami, dan dinamis secara gayanya. Kira-kira seperti apa gaya musik religi di Ramadan ini? Kita tunggu bersama-sama!

Andri Asmara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun