Mohon tunggu...
Andrian Teguh
Andrian Teguh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Konsumen Cerdas Paham Jenis Pewarna Sintetis

3 Januari 2018   14:07 Diperbarui: 3 Januari 2018   14:15 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Warna seringkali menjadi tolak ukur yang menentukan daya tarik produk makanan dan minuman bagi konsumen, selain aroma, rasa, bentuk dan kemasan. Warna mampu memberikan efek pada persepsi dan sensori konsumen terhadap pangan. Pewarna pangan dibagi   menjadi dua yakni pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna sintetis mulai digunakan di industri pangan karena sifatnya yang jauh lebih stabil dan seragam setelah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. 

Pro dan kontra penggunaan pewarna sintetis dalam produk pangan sudah lama hangat diperdebatkan di kalangan masyarakat Indonesia. Walaupun demikian, hingga kini penggunaan pewarna sintetis kian menjadi sorotan publik khususnya terkait pewarna sintetis berbahaya yang umum beredar di banyak jajanan pasar (street food).

Banyaknya kasus penyalahgunaan pewarna yang dilarang untuk produk pangan juga menimbulkan kepanikan dan tanda tanya di kalangan kosumen apabila makanan dan jajanan yang mereka konsumsi sudah aman bagi kesehatan. Sebagai contoh, penggunaan dan konsumsi  Rhodamin B dan Methanil Yellow yang dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, serta Ponceau 3R yang memiliki sifat karsinogenik penyebab kanker. 

Penyalahgunaan pewarna pangan maupun pewarna yang tidak diperuntukkan untuk pangan dapat menghasilkan efek yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan pewarna pangan yang melebihi batas maksimum dari yang ditentukan dapat menimbulkan efek fatal bagi kesehatan manusia pada jangka panjang. Penyalahgunaan pewarna pangan itu sendiri terkadang dilakukan bukan karena niat awal dari penjual untuk melakukan adulterasi namun karena kurangnya pengetahuan dari penjual mengenai keamanan pangan dan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tepat untuk jajanan.

Menurut BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) tahun 2016, lima dari 75 sampel buah kolang kaling yang diambil dari penjual es campur di empat kecamatan di Kota Padang positif mengandung Rhodamin B. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menentukan hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan penjual makanan tentang zat pewarna berbahaya terhadap kandungan zat pewarna berbahaya dalam jajanan pasar. 

Meskipun fakta bahwa tingkat pendidikan penjual relatif rendah dan pengetahuan yang terbatas untuk dapat memproduksi makanan yang sehat dan layak konsumsi memang benar adanya, konsumen tetap perlu diberi pemahaman lebih mengenai pewarna makanan, terutama pewarna sintetis yang aman untuk dikonsumsi.

Penggunaan pewarna dalam produk pangan sebenarnya sudah diatur oleh berbagai badan yang bertanggung jawab mulai dari nasional hingga internasional. Setiap negarapun juga telah  memiliki badan masing-masing untuk mengatur penggunaan pewarna pangan seperti FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat dan European Comission di Eropa. 

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memiliki BPOM. Pada 2014, PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional) BPOM resmi ditunjuk untuk menjadi ASEAN Food Reference Laboratory yaitu Laboratorium Rujukan ASEAN dalam pengujian BTP seperti pewarna. Indonesia terbukti unggul dan dipercaya untuk turut andil dalam mendukung peningkatan kompetensi dan kapabilitas laboratorium pengujian pangan di wilayah ASEAN. 

Oleh sebab itu, jika konsumen mengonsumsi produk pangan yang sudah terdaftar di BPOM tidak perlu mencemaskan lagi soal pewarna, namun ada baiknya untuk cermat dalam membeli jajanan pasar yang aman. BPOM sudah mengatur tipe pewarna makanan mana saja yang diperbolehkan dan konsentrasi batas maksimumnya melalui Peraturan Kepala BPOM Nomor 37 Tahun 2013. Disamping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.033 Tahun 2012 tentang BTP juga mencantumkan daftar pewarna sintetis yang aman untuk digunakan diantaranya tartrazin, kuning kuinolin, kuning FCF, karmoisin, eritrosin, merah allura, indigotin, biru berlian FCF, hijau FCF, dan cokelat HT.

Banyaknya oknum penjual makanan khususnya jajanan pasar yang secara sengaja menambahkan pewarna sintetis yang dilarang seperti Rhodamin B, Methanil Yellow, maupun Ponceau 3R tentu mendorong konsumen untuk harus waspada terhadap makanan dan minuman yang konsumen beli, tetapi sebaiknya jangan berlebihan. 

Kenalilah karakteristik dan ciri-ciri penampilan pangan yang menggunakan bahan pewarna yang dilarang seperti warna makanan yang terlihat mencolok, tidak alami, tidak merata dan menggumpal, rasa yang cenderung sedikit pahit apabila dikonsumsi, dan tidak adanya kode, label, merek atau rincian lainnya. Penggunaan pewarna sintetis yang dilarang masih sering digunakan karena warna mampu memberikan daya tarik dan identitas pada produk pangan, akan tetapi konsumen tidak perlu serta merta takut dengan pewarna sintetis. 

Pemerintah melalui BPOM hadir dan berperan untuk mengatur regulasi penggunaan pewarna sintetis pada produk makanan. Jadilah konsumen yang cerdas dan nikmatilah hidup dengan mengonsumsi pangan tanpa was-was.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun