Mohon tunggu...
Andri Pratama Saputra
Andri Pratama Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan

Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan #RI #BudayaReview

Selanjutnya

Tutup

Financial

Asesmen Korporasi dan Rumah Tangga sebagai Asesmen Makroprudensial

29 November 2022   11:49 Diperbarui: 29 November 2022   11:54 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman krisis 2008 telah menyebabkan kesadaran pentingnya kebijakan makroprudensial sebagai penahan risiko sistemik agar tidak terjadi kembali. Agung, dkk (2021) menyebutkan goncangan pada sistem keuangan bersumber dari internal dan eksternal contohnya kenaikan suku bunga fed dan pandemi. Selain itu, goncangan juga dapat bersumber dari korporasi dan rumah tangga.

Dalam perekonomian, sektor keuangan dan sektor riil tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. Aktivitas riil dapat berupa konsumsi, distribusi, dan produksi yang menggunakan instrument keuangan dalam bertransaksi. Dalam keuangan bersifat dinamis yaitu ada yang kelebihan dana dan ada yang memerlukan dana termasuk sektor riil dari rumah tangga dan korporasi dapat menjadi surplus dan defisit. Sektor riil yang surplus cenderung menyimpan dananya pada sistem keuangan begitu juga dengan yang defisit yang umumnya meminjam dana dari sistem keuangan.

Sistem keuangan terdiri dari pasar keuangan, institusi keuangan, dan infrastruktur keuangan. Institusi keuangan dan pasar keuangan akan menerima surplus dalam simpanan dan aset keuangan yang berperan dalam memberikan fasilitas dalam bertransaksi. Sedangkan dalam intermediasi, sistem keuangan mendorong efisiensi biaya transaksi dan meningkatkan likuiditas serta membangun harga. Keterkaitan sektor riil dan keuangan ini menimbulkan potensi risiko dalam sektor riil atau sebaliknya. Krisis 2008 telah mengajarkan kita bahwa kegagalan sistem keuangan berdampak terhadap sektor riil, krisis kepercayaan menurunkan semangat beli termasuk dalam usaha korporasi dan rumah tangga yang tentunya menghambat pertumbuhan ekonomi.

Dari pengalaman 2008, dapat diambil hikmahnya yaitu pentingnya memantau faktor kinerja dan korporasi yang dapat menjadi risiko pada sektor keuangan, misalkan dari internal berupa konsentrasu usaha tertentu sedangkan dari eksternal bisa berupa penggunaan teknologi. Faktor tersebut berpotensi menurunkan likuiditas korporasi dan rumah tangga karena korporasi akan menyesuaikan aktivitas, belanja yang ujungnya berpengaruh terhadap profit suatu korporasi.

Peningkatan risiko korporasi dapat berpengaruh terhadap risiko si sistem keuangan. Risiko likuiditas pendanaan sebagai contohnya adalah hadir dari ketidakmampuan lembaga keuangan dalam memenuhi kewajibannya. Dalam kaitannya dengan korporasi, likuditas yang tertekan dapat mendorong korporasi mencari pendanaan lain contohnya bisa dari deposito di bank. Jika banyak deposito yang dicairkan maka bank akan kesulitan memenuhinya dan mencari cara untuk memenuhinya adalah dengan mencairkan asetnya seperti surat berharga ketika ekonomi sedang baik saja. Namun, ketika ekonomi sedang labil, kegiatan menjual ini tidaklah mudah sehingga bank menjual asetnya dengan diskon yang berpotensi terhadap risiko sistemik keuangan. Tahapan risiko ini dapat diukur berdasarkan fase build up dan risk materialization.

  • Fase build up, adalah fase meningkatkan kewaspadaan regulator karena terdapat risiko yang ditumpuk ketika ekonomi sedang stabil. Kerentanan yang terjadi di korporasi adalah seperti risiko konsentrasi.
  • Fase risk materialization, terjadi ketika risiko sistemik bersumber dari risiko likuiditas, kredit, dan pasar yang meluas ke pasar keuangan, institusi, atau sektor lain.

Terdapat beberapa transmisi goncangan yang dapat berpotensi menjadi risiko sistemik yaitu:

  • Transmisi dari pertumbuhan PDB global, terjadi ketika pertumbuhan ekonomi dan ekspor tinggi yang menyebabkan rupiah menguat dan kredit dalam valas menjadi murah dan permintaan menjadi meningkat dan mendorong penyaluran kredit secara berlebihan dan tidak dikelola. Ketika ekonomi mulai kurang stabil akan menurunkan secara signifikan ekspor dan meningkatkan risiko kredit.
  • Transmisi dari perubahan suku bunga global, terjadi ketika suku bunga rendah yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Aliran modal akan masuk dengan iming-iming suku bunga yang lebih tinggi dan mempengaruhi aliran kredit. Risiko terjadi ketika suku bunga global meningkat dan investor kabur yang menyebabkan secara signifikan korporasi gagal bayar dan meningkatkan risiko kredit.
  • Transmisi dari inflasi domestik, inflasi meningkatkan harga barang dan biaya produksi yang tentunya menurunkan korporasi untuk membayar kredit dan meningkatkan risiko kredit.
  • Transmisi dari harga aset keuangan, terjadi ketika harga aset keuangan meningkay yang mendorong investasi masuk. Ketika terjadi penurunan, pendanaan melalui pasar modal akan menurun dan mempengaruhi kredit dan meningkatkan risiko kredit.
  • Transmisi dari harga property, terjadi ketika harga properti meningkat dan banyak korporasi membangun property. Risiko terjadi ketika terdapat pembalikan arah yang menyebabkan harga property menurun sehingga meningkatkan gagal bayar kredit dan risiko kredit.

Terdapat indikator dalam risiko korporasi antara lain:

1) Indikator likuiditas, menunjukkan korporasi dalam memenhui kewajiban jangka pendek dan panjang serta aset berjangkanya. Level likuiditas korporasi menunjukkan seberapa mampukah korporasi dalam memenuhi kewajiban berjangkanya. Ada beberapa yang dapat diukur yaitu:

  • Current ratio (CR), mengukur likuiditas jangka pendek dalam membandingkan aset dengan kewajiban jangka pendek. Ketika CR>1 maka kinerja lebih besar dari utangnya dan begitu sebaliknya. CR dapat diukur dari jumlah aset kini dibagi dengan jumlah liabilitas kini.
  • Quick ratio (QR), mengukur likuiditas jangka pendek yang menjelaskan status likuiditas dari korporasi dan mengetahui nilai aset likuid yang dimiliki. Cara menghitungnya adalah dengan menambahkan cash dan account receivable jangka pendek dibagi dengan liabilitas kini.
  • Cash ratio, digunakan untuk menghitung likuiditas yang mempertimbangkan aset yang dapat digunakan untuk membayar utang.

2) Indikator solvabilitas, menunjukkan korporasi dapat membayar kewajiban jangka panjangnya. Indikator yang dapat digunakan adalah:

  • Debt to equity ratio (DER), yaitu mengukur proporsi pembiayaan korporasi dari utang dan ekuitas dalam struktur permodalan.
  • Debt to asset ratio (DAR), yaitu mengukur utang dalam pembiayaan asetnya. Semakin tinggi DAR, semakin banyak utang dalam melakukan ekspansi.
  • Interest coverage ratio (ICR), mengukur efisiensi korporasi dalam memenuhi beban bunga dari kewajiban jangka panjang dan pendeknya. 
  • Solvability ratio SR), mengukur kemampaun dalam memenuhi kewajibannya yang dikuru dengan membagi total aset dengan total liabilitas.
  • Debt service coverage ratio (DSCR), mengukur kemampuan daam memenuhi kewajiba yang beresiko termasuk utang dan cicilan bunga.

3) Indikator profitabilitas, mengukur bagaimana korporasi dapat memaksimalkan profit melalui input yang dimiliki. Semakin tinggi profitabilitas maka semakin rendah distress korporasi. Adapun indikatornya meliputi:

  • Gross profit margin (GPM), mengukur gross profit dari hasil penjualan.
  • Return on aset (ROA), mengukur kinerja korporasi dengan melihat net income yang dimiliki dengan memaksimalkan aset yang dimiliki.
  • Return on equity (ROE), mengukur net income yang dibandingkan dengan ekuitas.

4) Indikator aktivitas, mengukur efisiensi korporasi melalui berbagai input yang digunakan. Adapun indikator yang digunakan adalah:

  • Inventory turnover, mengukur hubungan penjualan dengan inventori.
  • Aset turnover, mengukur efisiensi korporasi dalam menggunakan aset untuk menghasilkan laba.
  • Rasio capital expenditure, mengukur seberapa luas usaha yang dugunakan dalam menghasilkan investasi baru dengan membandingkan amortisasi dan depresiasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun