Mohon tunggu...
Andri Pratama Saputra
Andri Pratama Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan

Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan #RI #BudayaReview

Selanjutnya

Tutup

Financial

Instrumen Makroprudensial Berbasis Likuiditas

27 November 2022   11:47 Diperbarui: 27 November 2022   11:50 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman krisis 2008 telah menyebabkan kesadaran pentingnya kebijakan makroprudensial sebagai penahan risiko sistemik agar tidak terjadi kembali. Agung, dkk (2021) menyebutkan goncangan pada sistem keuangan dapat bersumber dari likuiditas. Oleh sebab itu, diperlukan instrumen yang tepat dalam menjaga likuiditas sebuah bank. Instrument makroprudensial berbasis likuiditas yaitu Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).

Krisis 2008 telah memberikan pelajaran bahwa bank yang memiliki modal berlebih dapat menjadi insolven karena kesulitas likuiditas yang mengharuskan melakukan penjualan aset dengan harga rendah dan mencari pinjaman dana dengan harga tinggi. Kesulitan likuiditas ini dapat menular ke bank lain karena bank tersebut akan sulit untuk mengembalikan kewajibannya ke bank lain pada jatuh tempo yang muaranya dapat menjadi risiko sistemik.

Basel III mengembangkan indikator untuk memantau likuiditas bank melalui liquidity coverage ratio (LCR) yang dimulai sejak 2016. LCR didasarkan pada risiko neraca bank dengan krisis kecukupan likuditas karena aset dinilai likuid dalam keadaan normal. Pada saat ekspansi, likuiditas perbankan akan rendah karena mayoritas perilaku berani mengambil risiko yang akan membawa dampak risiko likuiditas dan kredit. Sementara saat kontraksi, likuiditas meningkat karena perilaku mengambil risiko menjadi turun dalam menyalurkan kredit.

Permasalahan tersebut menyebabkan LCR perlu mengantisipasi aksi risk taking dengan ketika fase ekspansi tidak menjadi tinggi dan fase kontraksi tidak menjadi dalam karena akan rawan resesi dan ketika itu Indonesia mengembangkan instrument PLM. PLM diimplementasikan pada 16 Juli 2018 tentang RIM dan PLM dalam mengatasi permasalahan likuiditas.

PLM adalah cadangan likuiditas minimal dalam rupiah yang diharuskan untuk dijaga oleh bank dalam memelihara cadangannya ketika diperlukan. PLM diharapkan dapat mencegah perilaku prosiklikalitas. Ketika terlihat kondisi pengambil risiko yang berlebihan, maka PLM akan ditingkatkan oleh BI untuk menjaga ketika sulit, Ketika kondisi mulai sulit dalam likuiditas maka PLM akan diturunkan dan menggunakan cadangan PLM yang telah dibina.

PLM bersifat fleksibel, artinya dalam PLM yang wajib dipenuhi dapat direpokan ke BI tanpa mengurangi pemenuhan PLM. Contohnya, PLM ditetapkan 5% dan fleksibilitas 3%, maka bank wajib memiliki surat berharga minimal 5% dari DPK dan fleksibilitas 3% maka bank dapat merepokan 3% dari 5% PLM ke BI jika memburuthkan. Agung, dkk (2021) mengemukakan awalnya PLM menggantikan GWM sekunder dengan besaran sama yaitu 4% dari DPK dan fleksibilitas sebesar 2%. Pada 2018, BI meningkatkan besaran menjadi 4%.

Posisi Devisa Neto (PDN)

PDN berfungsi untuk mengurangi pembentukan risiko likuiditas bersifat sistemik yang diharapkan dapat mengendalikan risiko nilai tukar dan mismatch berlebihan dalam menjaga ketahanan likuiditas bank dalam valas. Jadi, PDN berfungsi untuk mengurangi gap aset dan kewajiban berbentuk valas oleh bank dan memitigasi risiko nilai tukar tersebut. Pembatasan ini mendoirong bank agar lebih berhati-hati dalam bertransaksi valas dan menghindari transasi spekulatif. Bank diharapkan memantau berkala pergerakan valas.

BI telah mengatur PDN dengan persentase modal yang dapat dikelola oleh bank yang berkaitan dengan valas. PDN didapatkan dari hasil jumlah selisih aset dan liabilitas bersih dalam neraca valas dan selisih kewajiban bersih dalam setiap valas lalu dibagi dengan modal bank. Modal bank dihitung dari modal inti dan pelengkap yang mengacu pada Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sebelum bulan laporan PDN dengan menggunakan kurs penutupan pukul 4 sore yang ditetapkan maksimal 20% dari modal. Untuk bank yang melanggar akan dikenakan sanksi 250 juta rupiah setiap pelanggaran atau 5 milliar dalam 1 tahun.

Dalam komponen PDN mencakup rincian sebagai berikut:

  • Komponen aset valas yang terdiri dari emas, giro, kas, deposito, surat berharga, wesel, dan tagihan lainnya.
  • Komponen lianilitas valas yang terdiri dari deposito, giro, sertifikat deposito, pinjaman, jaminan impor, rekening liabilitas, dan lainnya.
  • Rekening administrative, terdiri dari bank garansi, spot, transaksi derivatif, forward, future, dll.

Agung, dkk (2021) melanjutkan PDN dapat mengecualikan posisi structural yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Bagian investasi strategis untuk operasional bank;
  • Posisi investasi yang tidak digunakan untuk spekulatif dan disetujui oleh direksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun