Mohon tunggu...
Andri Pratama Saputra
Andri Pratama Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan

Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan #RI #BudayaReview

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Berbaur Bersama Moneter

3 Oktober 2022   16:01 Diperbarui: 3 Oktober 2022   16:05 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka mencapai tujuannya yaitu stabilitas nilai rupiah, BI menjalankan salah satunya kebijakan moneter sebagai kolaborasi bersama kebijakan fiskal dikarenakan pertumbuhan ekonomi tanpa disertai stabilitas menyebabkan pertumbuhan tidak akan bertahan lama. Stabilitas nilai rupiah yang dimaksud yaitu stabilitas rupiah terhadap inflasi dan stabilitas rupiah terhadap nilai tukar. Kebiajakan yang tergantung dengan keadaan situasi disebut countercyclical policy. Dalam kebijakan moneter, BI menjalankan Flexible Inflation Targeting Framework (ITF) sejak 2008.

Budiman (2022) menjelaskan objektif dari ITF itu sendiri adalah inflasi dengan instrument yaitu instrument moneter, makroprudensial, penguatan kebijakan nilai tukar dan modal asing serta komunikasi melalui kelembagaan yang independen, transparan, akuntable, dan terkoordinasi. ITF itu sendiri adalah kerangka kerja moneter yang transparan dan konsisten untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang telah ditetapkan dan diumumkan. Adapun prasayaratnya yaitu:

  • Independensi kebijakan moneter;
  • Tidak adanya dominasi kebijakan fiskal;
  • Nilai tukar fleksibel;
  • Kejutan di sisi penawaran relative kecil;
  • Sistem keuangan yang sehat;
  • Memiliki kemampuan teknis yang memadai,

Adapun penerapan ITD di Indonesia yaitu meliputi:

  • Target inflasi ditetapkan oleh pemerintah atas rekomendasi BI, yang kini targetnya adalah 3+-1%;
  • Instrumen dan operasional bersifat independen, OPT, dan deposit facility atau fasilitas suku bunga deposit ke BI dari bank yang memiliki kelebihan likuiditas melalui fitur BI7DDR;
  • Proses pengambilan keputusan melalui RDG bulanan;
  • Transparansi dan akuntabilitas dilaporkan kepada DPR dan dikomunikasikan;
  • Koordinasi dengan pemerintah melalui pertemuan dan Tim Pengendali Inflasi (TPI),

Selanjutnya, terdapat jalur tranmisi kebijakan moneter yaitu:

  • Suku bunga, yang koridornya melalui lending dan deposit facility;
  • Kredit;
  • Harga asset;
  • Neraca perusahaan;
  • Nilai Tukar;
  • Ekspektasi,

Untuk inflasi itu sendiri diukur melalui Indeks Harga Konsumen (IHK), inflasi inti, inflasi volatikle food, inflasi administered price. Sementara untuk OPT untuk menjaga likuiditas melalui absorpsi ketika terjadi boom ekonomi seperti penerbitan SBI, reverse repo, jual SBN, dll, serta injeksi ketika kekurangan likuiditas melalui repo, beli SBN, dll.

Dalam penerapan ITF terdapat indicator keberhasilan yaitu:

  • Memperkuat aspek governance dalam kebijakan yang transparan, independen, dan akuntabel;
  • Kebijakan moneter diajukan sebagai acuan penting dalam salah satu indicator ekonomi;
  • Memperkuat tranmisi kebijakan moneter yang memudahkan public dalam menangkan sinyal.

Selain keberhasilan, terdapat tantangan dalam penerapan ITF yaitu:

  • Pencapaian sasaran inflasi belum sesuai dengan harapan;
  • Target inflasi belum sepenuhnya menjadi acuan ekspektasi;
  • Komunikasi kebijakan belum berjalan optimal;
  • Kesehatan individu lembaga keuangan untuk SSK;
  • Prosiklitas keuangan pada ekonomi boom;
  • Penyebaran risiko sistemik dapat mengganggu kestabilian pertumbuhan

Lebih lanjut, terdapat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang terintegrasikan dalam rangka yang kaitannya dengan moneter menstabilkan harga, nilai tukar, dan aliran modal asing. Dalam kaitannya dengan makroprudensial dalam rangka mencegah risiko sistemik, intermediasi berimbang, dan inklusi keuangan. Dalam ranah bauran kebijakan, stabilitas harga dijaga melalui faktor smoothing, stabilitas keuangan dijaga melalui kebijakan makroprudensial terkoordinasi, dan stabilitas eksternal melalui rejim mengambang.

Dengan adanya digitalisasi, mengakibatkan segalanya berubah dan hal ini menyisakan peluang dan tantangan. Adapun peluang tersebut yaitu:

  • Peningkatan produktivitas melalui capital deepening, labor quality, dan pertumbuhan produksi;
  • Kemudahan dalam bertransaksi;
  • Inklusi keuangan,

Sementara tantangannya yaitu:

  • Disrupsi ekonomi, yaitu kondisi yang bisa saja kapan saja berubah yang bisa diminimalisir dengan selalu berinovasi;
  • Risikp SSK;
  • Tekanan inflasi;
  • Ancaman cyber.

Untuk menjawab tantangan dan peluang tersebut, BI melakukan transformasi dengan 3A yaitu:

  • Adjusment, yaitu menyesuaikan bauran kebijakan dalam jangka pendek untuk mendukung pemulihan ekonomi. Kebijakan seperti bauran kebijakan yang akomodatif, exit strategy baik untuk likuiditas atau untuk sisi harga dan kuantitas;
  • Acceleration, yaitu mempercepat usaha dalam pertumbuhan ekonomi menjadi negara maju. Kebijakan seperti kebijaan ekspansif, mendorong sumber pertumbuhan ekonomi digital dan UMKM, dan menciptakan iklim usaha inovasi;
  • Adaptation, yaitu berapadpasti untuk infrastuktur kebijakan moneter dengan merespon trand digitalisasi. Kebijakan yang dijalankan seperti menyiapkan BI 4.0, adopsi digitalisasi untuk perumusan kebijakan, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun