Mohon tunggu...
A Kurniawan
A Kurniawan Mohon Tunggu... Buruh - Pemerhati Seni dan Soal Sosial

Akhirnya, kau temukan diriku. Orang kampung, yang ingin terus belajar sampai.......... mati.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Filosofi, Main Lompat Tali

18 Februari 2020   16:22 Diperbarui: 18 Februari 2020   16:41 2260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi melihat sekumpulan anak yang tengah asyik berlompatan di taman, mengusik hati, untuk mengenang masa kecil, ketika bermain... lompat tali. Dua anak berdiri saling berhadapan, memegang rantai tali karet gelang yang terpilin, merentang-tegang. Satu-per-satu, anak-anak berlompatan, bergiliran. Semua tampak bergembira, semua... terlihat riang.

Yang menarik, ada gradasi ketinggian tali dalam permainan ini. Setiap pemain, musti wajib melompati. Yang lulus melewati, bermain lagi. Level tali pun dijunjung, bertambah tinggi. Yang gagal melalui, berganti posisi, memegang kendali tali.

Mulailah dari posisi tinggi se-mata kaki, tali naik ke lutut, terus sampai sepinggang pemegang tali. Setiap pemain, boleh melompat dengan gayanya sendiri, tapi tanpa boleh sedikit pun.. menyentuh rantai tali. Berikutnya, mulai dari dada, tali naik ke dagu, se-telinga, se-ubun-ubun, se-angkat tangan, ditambah pula se-jinjit kaki. Kaki boleh menyentuh tali, asal kaki tak terjerat tali.

Bila ada pemain yang telah berhasil melewati tali level tertinggi, posisi tali kembali, ke tempat terrendah lagi, sebatas mata kaki.

:::.

Kini, puluhan tahun telah terlampaui. Kedudukan main 'lompat tali', menjadi lebih dapat dimengerti. Selain manfaat bagi jasmani, betapa ia, memiliki lain sisi, yang mungkin sarat dengan nilai religi.

Sebut saja, ada Pemegang tali, ada Pengatur, dan ada Yang Mengawasi dengan sangat Teliti. IA, bahkan Penilai Yang Sempurna, setiap ada yang melewati, di setiap tahap ketinggian tali.

Bisa jadi, tali yang terbentang itu, adalah ukuran ujian kehidupan, yang dapat menunjukkan rendah-tingginya kualitas iman, dan mati-hidupnya nilai-nilai kemanusiaan. Bisa jadi, walau tali terjunjung sedemikian tinggi, dan pemain beranjak melompat begitu tinggi, tetap saja sang pemain musti meraih dan melewati lintasan tali.

Terjerat atau Lulus setelah 'terbang tinggi', sesungguhnya, ia pasti akan turun kembali, menjejakkan kaki kembali ke bumi.

Kembali ke bumi inilah, yang mengetuk pintu samudera batin, untuk mengarungi perenungan diri. Bahwa ia, pemain lompat tali itu, manusia itu... suatu saat, akan kembali ke dalam lapisan bumi. Bahwa ia, setiap yang hidup, sejatinya sedang menempuh jalan.., menuju mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun