Prof. Arbi kerap berbicara pelan namun tajam, pandangannya menjadi semacam cakrawala yang menempatkan banyak fenomena politik pada proporsinya. Seperti gambar perspektif dalam seni rupa.
Lanjut Rendra,
"Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku."
Walau bagaimana pun dimensi waktu pulalah yang mesti memisahkan kita dari pertemuan di dunia yang fana ini. Semasa hidup mestilah kita mengalir seperti arus air di kali, terbentur batu lalu berbelok sebentar untuk kemudian maju lagi.
Hiruk pikuk kritik dan kadang sinisme jadi mereda jika kita fokus saja pada alur perjuangan hidup kita. Maka lagu margasatwa pun cuma sayup-sayup jadinya.
Sampai akhirnya, lepaslah sudah himpitan-himpitan yang mengekangmu.
Selamat jalan Prof. Arbi, intelektual pemberontak yang selalu memandang cakrawala, lanjutkanlah arus hidupmu di alam kekal.