Kalau kita membayangkan dua lingkaran besar yang saling beririsan, maka semakin besar irisan (potongan yang bertemu itu), maka ruang saling pemahamannya pun semakin luas. Peluang efektivitas komunikasi lebih luas terbuka.
Lingkaran itu adalah representasi dari kerangka acuan (frame of reference) dan lapangan pengalaman (field of experience).
Lingkaran itu adalah penyederhanaan (simplifikasi) konsep himpunan dari segala maksud, tujuan serta pengetahuan maupun pengalaman yang ada dari kedua belah pihak yang sedang berada dalam proses komunikasi.
Agak panjang ya kalimatnya... semoga tidak bikin pusing
Oke, itu tadi prinsip penting dari manajemen perubahan dan manajemen komunikasi. Sekarang bagaimana penerapannya dalam kasus Omnibus Law yang lagi heboh itu?
Begini.
Intensinya sudah baik. Rancangan UU-nya datang dari pemerintah, dan kita yakin juga bahwa RUU ini telah dirumuskan oleh para pakar dan telah melewati berbagai proses yang ketat. Lalu diserahkan pada parlemen untuk dibahas, didalami dan disempurnakan lagi oleh para wakil rakyat.
Intensi yang baik itu pastilah demi kepentingan bangsa (seluruh rakyat). Bukan demi kepentingan sempit kelompok tertentu saja.
Maka prinsip manajemen perubahan yang pertama, yaitu pengkondisian (creating the burning-platform) mesti diciptakan. Diciptakan lewat suatu manajemen komunikasi, tepatnya lewat program kampanye publik (komunikasi sosial) yang terencana dengan baik (rinci, akurat dan disiplin dalam eksekusinya).
Dan karena berangkat dari niat yang baik, maka buka saja kepada publik apa saja isi RUU yang disampaikan oleh pemerintah kepada parlemen (DPR-RI).
Bagaimana caranya? Caranya dengan menaruh RUU versi pemerintah di laman (website) resmi pemerintah. Bisa di lamannya Kemenkumham, atau di Kemenkominfo.