Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Penggunaan Liar Atribut Militer oleh Sipil, Mengapa Dibiarkan?

9 Juli 2020   19:02 Diperbarui: 10 Juli 2020   08:21 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu toko di Pasar Senen, Jakarta Pusat, yang menjajakan seragam dan perlengkapan polisi. (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

Wacana dialektika yang mencerdaskan bangsa lewat adu argumentasi sehat kerap dipadamkan dengan gertakan mereka yang memakai atribut bergaya militer. Dan ini sudah salah kaprah.

Banyak juga ormas, onderbouw partai politik atau satgas-satgasnya yang kerap menggunakan atribut menyerupai militer seyogianya ditertibkan. Juga penempelan stiker militer di kendaraan sipil, sampai memakai baju, celana, jaket hingga seragam militer sampai sekarang masih sering kita jumpai dikenakan di jalan-jalan.

Padahal dulu dulu saat masih aktif sebagai Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau), Marsekal Pertama TNI, Dwi Badarmanto, pernah menegaskan, bahwa selain melanggar hukum, penggunaan seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil, sejatinya sangat membahayakan dirinya sendiri.

"Karena bila terjadi konflik militer mereka dapat menjadi sasaran tembak kelompok militer dalam konflik bersenjata," begitu katanya.

Lagi pula, kita pun kerap mendengar berita tentang penyalahgunaan atribut militer yang dipakai oleh pihak tertentu untuk tujuan menipu. Kasus penipuan dengan gaya seperti ini bisa menciptakan citra buruk bagi institusi TNI/Polri itu sendiri.

Namun sayangnya, di lain pihak masyarakat sipil pun bisa dengan mudah mendapat atau membeli atribut militer (mulai dari seragam, jaket, bahkan tanda kepangkatan) di pasar-pasar tertentu yang khusus menjual barang atau atribut militer/Polri.

Jadi kedua belah pihak juga mesti mendisiplinkan dirinya masing-masing. Institusi TNI/Polri pun mesti tegas mengatur dan mengendalikan distribusi atributnya kepada para anggotanya, jangan sampai 'bocor' di jual ke pasar umum.

Sedangkan insitusi pemerintahan sipil seyogianya juga tegas membereskan lembaganya. Kementerian-kementerian, komisi-komisi yang berwenang untuk mendisiplinkan soal ini mesti tegas bertindak.

Jangan sampai salah kaprah penggunaan atribut militer oleh kalangan sipil hanya untuk melakukan represi atau menakut-nakuti rakyat biasa yang lugu.

Kalau kalangan militer justru sudah mulai menuju militer yang profesional, maka masyarakat sipil pun juga mesti naik kelas. Naik kelas mentalnya supaya tidak lagi merasa inferior, tapi berkelas dalam intelektualitas dan mentalitas kebangsaannya.

Bagi ormas-ormas atau satgas-satgas partai politik hendaknya segera menanggalkan atribut yang menyerupai militer mereka. Biarkan militer/polisi yang sesungguhnya yang menjaga keamanan dan pertahanan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun