Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gula Tidak Ada di Pasar, Tapi Adanya di Gudang!

21 Maret 2020   22:40 Diperbarui: 21 Maret 2020   22:44 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebutuhan gula industri tahun 2020 diperkirakan sekitar 3,2 juta ton. Kebutuhan gula konsumsi rumah tangga diperkirakan sekitar 2,8 juta ton. Sedangkan produksi gula nasional untuk konsumsi rumah tangga hanya 2 juta ton. Jadi ada shortage untuk pasokan gula konsumsi rumah tangga sekitar 800 ribu ton.

Lewat Permendag tadi importasi GKP (gula kristal putih) diijinkan asal dilakukan oleh BUMN yang ditunjuk. Dan hanya dalam kondisi negara kekurangan pasokan gula. Dan sekarang kondisinya sedang kekurangan pasokan. Jadi BUMN bisa mengimpor. Selesaikah masalahnya?

Tidak serta merta beres. Karena pada kenyataanya peraturan ini tidak mudah untuk diterapkan di lapangan. Realitasnya, lisensi impor yang sudah diberikan kepada BUMN pun tak bisa menjawab persoalan pasar yang masih bergejolak.

Masalahnya, BUMN yang ditunjuk itu sering mengalami kesulitan dalam mengimpor karena lisensi yang diterimanya berdekatan dengan masa giling tebu domestik.  Tentu ini tidak  tidak ideal waktunya untuk melakukan impor, bisa diprotes para petani tebu.

Di samping soal penunjukan BUMN mana yang berhak mengimpor, ditengarai ini juga jadi sumber bancakan. Tapi itu soal lain lagi. Belum lagi soal mencari dan membangun hubungan bisnis dengan pemasok (eksportir) gula di pasar internasional. Ini soal lain yang cukup pelik juga, apalagi kalau belum punya relasi yang baik dalam kurun waktu yang cukup panjang. Belum ada rekam jejak (track-record) di kalangan bursa komoditi gula internasional.

Permendag ini sejak tahun 2015, sudah hampir lima tahun. Jadi ada gula putih yang pernah diimpor dan diperdagangkan. Diperdagangkan dengan siapa saja? Apakah para pedagang gula besar tadi ikut jadi pembeli? Atau malah mereka juga ikut jadi investor atau pemodal? Wallahualam.

Melihat gaya main para pedagang besar ini, diduga gula itu masih ada persediaannya, entah dimana. Apakah masih di gudang BUMN atau sudah pindah ke gudang pedagang gula besar. Wallahualam lagi.

Kabar burung mengatakan, sengkarut soal pergulaan nasional ini memang diorkestrasi juga oleh para mafia gula dibelakangnya. Siapa para mafia gula itu? Tidak pernah jelas. Karena kalau jelas namanya bukan mafia, tapi pemain ketoprak.

Operasi gaya mafia ya selalu bermain di belakang layar. Melalui banyak antek. Dan para pembesarnya duduk manis. Karena bisnisnya di bidang gula maka duduknya pun harus manis, semanis-manisnya.

Cara paling mudah ya lihat saja dari rantai nilai pergulaan di atas tadi. Akibat dari kenaikan harga gula ini, siapa yang paling merasakan manisnya?

Bukan cuma yang terlibat langsung dalam transaksi jual-beli tebu sampai ke gula kristalnya. Tapi juga mereka yang ikut mengijinkan dan memfasilitasi prosesnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun