Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gula Tidak Ada di Pasar, Tapi Adanya di Gudang!

21 Maret 2020   22:40 Diperbarui: 21 Maret 2020   22:44 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pabrik-pabrik gula ini pun mesti membeli tebunya, dan perlu duit untuk membayarnya. Skema bagi hasil pun ada hitung-hitungannya sendiri antara pabrik gula, petani pengusaha tebu yang memasok tebu dan tentunya dengan para pemodal, investor atau si pedagang besar gula sebagai imbal atas modal (investasi) yang sudah dibayar dimuka tadi.

Selain di Pulau Jawa dan Lampung, tidak ada lagi perkebunan tebu dan pabrik gula di wilayah RI. Dulu memang sempat diusahakan di Kalimantan dan Sumatera Utara. Namun sudah tidak berproduksi lagi. Di Sulawesi Selatan ada tapi kecil sekali. Upaya mengembangkan perkebunan tebu di Papua belum juga berhasil.

Luasan perkebunan tebu nasional sekitar 452 ribu hektar. Kementerian Pertanian mencatat luasan kebun tebu di luar Pulau Jawa mencapai 201.178 ha, sebagian besar dimiliki swasta. Sedangkan di Pulau Jawa luasan perkebunan tebunya  sekitar 251.020 ha, kebanyakan kebun plasma dan inti dari PTPN.

Kalau prediksi 2020 produksi gula nasional hanya sekitar 2 juta ton, maka produktivitas gula per hektar hanya 4,4 ton saja. Sehingga kalau ditarik ke belakang, jika produksi tebunya sekitar 70 ton per hektar, maka rendemen per hektarnya hanya sekitar 6%. Amat sangat rendah.

Sebagai perbandingan, produktivitas tebu per hektar di Brasil, Thailand, India, dan Australia tidaklah berbeda jauh, antara 70-85 ton. Sementara rendemennya berkisar 9,5%-14,7%. Angka tertinggi dicapai oleh Brasil (13%) dan Australia (14,7%).

Memang, pemerintah pernah menargetkan perluasan perkebunan tebu Indonesia agar mencapai 735.000 hektar pada 2029. Pasalnya, dengan luasan lahan segitu barulah Indonesia mampu memproduksi hingga 6 juta ton gula per tahun. Dengan catatan rendemennya pun ditingkatkan. Kebutuhan gula dalam negeri saat ini diperkirakan sekitar 6 juta ton per tahun.

Persoalan lain yang perlu dibereskan berbarengan adalah sisi off-farm, yaitu pabrik-pabrik pengolahannya (sugar mills). Karena kebanyakan masih peninggalan jaman Belanda dulu, terutama yang dikelola oleh PTPN. Selain sudah tua, kapasitas olahnya pun relatif kecil dibanding pabrik-pabrik yang ada di Thailand, Brazil dan Australia misalnya. Sehingga efisiensinya sangatlah rendah.

Jadi, inti soal dari pergulaan nasional ini adalah produktivitas gula nasional yang sangat rendah. Cuma mampu memasok 33 persen dari kebutuhan nasional.

Namun walau cuma sepertiga kebutuhan, diduga sebagian gula itu masih ada dalam stok. Kalau bukan di stok gudang pabrik gula (PTPN maupun Swasta) ya ada di gudang pedagang besar gula, entah dimana.

Untuk memasok kebutukan industri makanan dan minuman, pemerintah lalu mengundang investasi pabrik gula rafinasi. Bahan bakunya gula mentah (raw sugar). Kebanyakan diimpor dari Brazil, Thailand dan Australia. Prosesnya jauh lebih sederhana dibanding mengelola perkebunan dan pabrik gula kristal putih. Hanya mengimpor gula mentah, lalu dimurnikan (refine) dan jual.

Untuk menata perniagaan gula ini, maka pemerintah pun memberlakukan segregasi pasar. Dengan terbitnya Permendag No.117 Tahun 2015 tentang ketentuan impor gula, pabrik-pabrik gula rafinasi tidak diperbolehkan menjual GKR (gula kristal rafinasi) produksinya ke pasar konsumen. Hanya boleh dijual ke industri. Paling tidak teorinya begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun