Prinsip yang perlu diketahui dalam komunikasi massa adalah bahwa media itu sifatnya selalu memediasi. Komunikasinya tidak berlangsung secara langsung. Tapi dimediasi oleh media itu sendiri.
Oleh karena itu setiap partisipan dalam proses komunikasi bermedia ini mesti hati-hati dan kritis. Media itu selalu mem-framing. Melihat dan menyoroti realitas tertentu dari titik pandang dan kerangkanya sendiri. Apakah netral? Tidak, media tidak pernah netral.
Hanya upaya untuk meliput secara berimbanglah yang dapat dilakukan. Supaya perspektif pemberitaan atau penyiarannya menjadi lebih mendekati obyektivitas.
Oleh karena itu jauh-jauh hari seorang ahli media bernama Marshal McLuhan sudah mengingatkan, bahwa 'the medium is the message!'.
Kalau di Amerika Serikat sana kita bisa langsung membedakan kemana kiblat FoxNews dan kemana pula CNN. Dua partai politik main-stream di AS (Republican dan Democrat) punya corong medianya masing-masing.
Tentu saja media semacam itu punya kerangka referensi (frame of reference) dalam menyiarkan pemberitaan atau mendesain content acaranya.
Di Indonesia ada beberapa stasiun televisi swasta. Masing-masing dengan kepentingan politik dan kepentingan bisnisnya sendiri-sendiri. Lantaran kita juga tahu bahwa dibelakang stasiun televisi swasta itu ada pengusaha bisnis yang juga beraspirasi untuk jadi penguasa politik.
Jadi wajar saja kalau pola pemberitaan, peliputan dan rancangan acaranya senantiasa pekat dengan misi bisnis dan aspirasi politik pemilik media (tv, cetak, radio, berita online, dll).
Media sebagai industri tentu harus mengikuti kaidah-kaidah industrialisasi, kalkulasi bisnis. Profit and loss (laporan laba-rugi) dan value creation (balance-sheet, laporan neraca) dan pengendalian aliran kas (cash-flow management) menjadi disiplin mendasar.
Sedangkan di sisi lainnya kita sadar betul bahwa media-massa memainkan peran krusial dalam membangun narasi yang sehat bagi bangsa. Ada aspek tanggung jawab sosial disini.
Oleh karena media swasta disadari bakal memusatkan energinya pertama dan utamanya demi memenuhi kaidah industri (bisnis), maka pertanyaannya, siapa yang bisa fokus pada aspek social responsibility ini?