Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Komunisme, Kapitalisme, Teknologisme: Jalan Antara Menuju Ekonomi Pancasila?

6 Januari 2020   14:53 Diperbarui: 6 Januari 2020   18:22 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Itu pertanyaan sederhana yang disampaikan Wakil Perdana Menteri Tiongkok, He Yafei, dalam sebuah pertemuan dengan beberapa tokoh ekonomi Amerika Serikat suatu sore di Manahattan, tahun 2009 lalu. (Ian Bremmer, The End Of The Free Market: Who Wins the War Between States and Corporations?, Penguin Group Publisher, USA, 2010)

Krisis keuangan global yang terjadi berlarut-larut telah mengikis kredibilitas lembaga seperti G7 yang selama ini dianggap juaranya pasar bebas. "By fall 2008, the G7 had become an irrelevant institution. The financial crisis made clear that no international body that includes Canada and Italy but excludes China and India can offer credible solutions to today's most pressing transnational problems." Begitu ujar Ian Bremmer.

Singkatnya, para juara pasar bebas akhirnya bertekuk lutut juga menghadapi ketidakpastian krisis keuangan global yang berkepanjangan. Terlalu banyak faktor disrupsi yang mesti masuk dalam kalkulasi bisnis yang de-facto dibatasi ruang dan waktu.

Di sisi lain, belajar dari Russia yang sedang mentransformasikan diri dari ekonomi-komando menuju ekonomi-pasar bebas juga mesti berhadapan dengan banyak mafia pasar gelap yang dengan cepat mengambil kesempatan dalam situasi kaotik saat transisi kepemimpinan. Atau mungkin juga mereka sudah ada sejak dulu lantaran dipelihara oleh faksi-faksi tertentu. Walahuallam.

Yang jelas masyarakat Russia dan negara bekas Uni-Soviet lainnya masih berupaya keras untuk beradaptasi hidup di tengah situasi kaotik yang membingungkan dan sarat dengan korupsi.

Tiongkok.  Jatuhnya komunisme tidak sertamerta berlakunya sistem pasar-bebas. Pemerintahan otoriter Tiongkok tetap pegang kendali mutlak. Para petinggi Tiongkok telah belajar dari pengalaman pahit tetangganya Russia.

Pelajaran pertama, jangan sampai rakyat kelaparan. Kalau itu sampai terjadi maka otoritas pemerintahan ambruk. Kedua, ekonomi mesti digerakkan dengan kombinasi antara dorongan pemerintah dan sambil memanfaatkan kreativitas-kewirausahaan dari populasinya yang berjumlah sangat besar. Ini potensi yang dahsyat. Ketiga, tatkala potensi ekonomi tadi berhasil dieksploitasi secara baik dan berhasil di pasar, pastikan bahwa pemerintah (negara) tetap punya kepemilikan saham yang cukup dalam lembaga usaha yang berhasil tadi. Sehingga pada derajat tertentu, negara tetap punya kendali.

Rupanya gaya ini lumayan membawa hasil. Gaya state-capitalism!

Bagaimana dengan Indonesia?

Dalam pemahaman berdasar Undang Undang Dasar pasal 33 yang berbunyi:

"(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip  kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun