Mohon tunggu...
R. ANDRY DANOESUBROTO
R. ANDRY DANOESUBROTO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Antivirus Analyts

Tinggal di Lampung, CEO sebuah perusahaan Internasional Freight Forwading

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengapa Harus Takut Mati di Jepang

7 Oktober 2011   00:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:15 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Harus Takut Mati Di Jepang

Jepang dikenal dengan agamanya Shinto, dan pengaruh Budha yang telah masuk ke negeri tersebut sekitar abad ke 7. Sehingga pengaruh Budha dalam kehidupan masyarakatnya juga begitu terasa kental pengaruhnya, termasuk bagaimana proses kematian juga tidak luput dari pengaruh Budha. Karenanya, banyak aturan mengenai keagamaan, juga dipengaruhi oleh Budha.

Kita mungkin mengenal pemakaman hanya dengan cara dikubur di tanah, namun di Jepang dengan masuknya pengaruh Budha ke wilayah tersebut, maka pemakaman dengan cara kremasi mulai diperkenalkan secara luas ke masyarakat, walau pertama-tama hanya dilakukan oleh kelas-kelas tertentu saja, seperti para pendeta Budha dan kaum aristokrat serta para pejabat tinggi kerajaan. Para penganut ajaran Budha yang ada di Jepang saat itu, juga memberikan pilihan mengenai cara pemakaman bagi semua masyarakat, tidak hanya bagi bangsawan atau golongan pendeta saja, namun secara keseluruhan, tanpa mengenal kelas atau golongan.

Sehingga dalam waktu kedepan, kemudian kita mengenal tata cara penguburan apa yang disebut Doso atau ditanam di tanah atau dikubur sebagaimana umum yang dilakukan di banyak negara dunia termasuk juga dikenal dalam ajaran Islam, lalu Suiso atau dihanyutkan ke air, lalu Fuso atau diletakan di alam terbuka, inipun sebenarnya juga telah dikenal oleh beberapa negara didunia termasuk beberapa suku di tanah air, dan terakhir adalah Kaso atau kremasi atau dibakar. Masyarakat luas di wilayah Jepangpun bebas memilih proses mana yang diinginkannya.

Walau akhirnya terdapat pertentangan yang timbul mengenai tata cara pemakaman dengan kremasi, namun akhirnya kerajaan mengakui kremasi yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Hingga kemudian karena alasan yang sangat masuk akal dan memang sesuai dengan kondisi dan keadaan di Jepang, seperti menjaga sanitasi agar tetap terpelihara, kebersihan air tanah, serta penyempitan lahan, menjadikan kremasi sangat populer dan dipilih sebagai cara terbaik dalam pemakaman seseorang di Jepang.

Namun kita tidak perlu khawatir, kremasi juga tetap dapat dibuatkan semacam nisan sebagaimana bila dikuburkan didalam tanah. Namun tentu bentuk dan keadaannya berbeda dari kuburan konvensional seperti banyak kita lihat di tanah air kita. Hal ini sudah pasti, karena selain sebagai penghematan lahan, juga hanya berisi abu saja. Selain ukuran yang kecil, juga nisan dibuat dengan aturan satu nisan untuk satu garis keturunan, yang artinya, dari kakek, ayah, anak, cucu serta cicit dan lainnya, berada dalam satu nisan itu.

Namun yang menjadi perbedaan kremasi di Jepang dan negara-negara lain adalah mengenai biaya ataupun harganya. Bayangkan harga standar untuk proses kremasi hingga sampai diletakan di dalam nisan keluarga, biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga yang ditinggalkan mencapai 2,5 juta Yen atau bila kita konversi kedalam mata uang kita, kira-kira biaya yang harus dikeluarkan mencapai 250 juta rupiah. Itu baru yang standar atau dalam artian yang sesederhana mungkin, dan tentu belum termasuk apabila seperti kita ingin mengadakan doa dan lainnya.

Disinilah, yang membuat banyak orang merasa takut untuk mati di Jepang, namun sebenarnya, pihak pemerintah sendiri juga akan memberikan uang duka cita, dan tentu biasanya seluruh marga atau garis keturunan yang meninggal dunia itu, akan memberikan bantuan atau sumbangan. Karena ketahui, bahwa setelah dikremasi, abu yang meninggal akan diletakan di dalam areal pekuburan dan diletekan di dalam nisan keluarga besarnya.

Lalu bagaimana dengan yang berbeda aliran? Bagi mereka yang berbeda agama, kepercayaan dan aliran di Jepang, sama sekali tidak menimbulkan masalah, para penganut kristiani juga tidak ada masalah dengan cara kremasi yang berlaku di Jepang. Bahkan para pemeluk agama Islampun tidak mempunyai kesulitan sama sekali dimakamkan secara Islam, dengan cara dikubur. Karena tentu saja, pemeluk agama lain selain Shinto dan Budha di Jepang sangat-sangat sedikit jumlahnya.

Lalu bagaimana orang miskin dan tidak mampu di Jepang jika mereka meninggal.?, dalam undang-undang dan peraturan di Jepang, hampir sama dengan di tanah air, fakir miskin dan anak-anak terlantar ditanggung oleh negara, nah, mereka akan dibiayai sepenuhnya dalam hal kremasi dan proses pemakamannya oleh pemerintah Jepang, namun karena tidak mempunyai keluarga, mereka tidak akan diletakkan di tempat yang bernisan, abu mereka akan diletakan di dalam kuil-kuil baik di jinja atau pun di tera.

Nah, bagaimana, jadi jangan takut mati di Jepang, karena kita tidak akan diterlantarkan disana, minimal, kita mempunyai tempat peristirahatan terakhir yakni kuil-kuil tempat ibadah juga merangkap sebagai tempat wisata. Karenanya, jangan takut untuk tidak di kunjungi atau didoakan, walau fakir miskin dan yatim piatu, tetap akan di kunjungi dan didoakan. Bagaimana dengan di negara kita, bukankah fakir miskin dan para kaum terlantar juga di pelihara negara..?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun