Kebijakan progresif lainnya antara lain diterbitkannya aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 051/2017 perihal Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. Melalui peraturan ini, industri perbankan diajak untuk berkomitmen menyalurkan kredit bank untuk pembangunan berwawasan lingkungan. Di tahun 2018, saat OJK melakukan survei terhadap 8 bank besar di Indonesia, kredit hijau yang tersalurkan baru sekitar 2%. Diharapkan kredit hijau dapat terus bertumbuh di masa yang akan datang. Jika ingin lebih progresif, mungkin Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mendirikan bank hijau sebagaimana adanya bank khusus untuk syariah. Kinerja biasanya akan lebih baik karena fokus dan nafas operasionalnya menginternalisasi nilai lebih baik.
Untuk sektor usaha, selain mendorong penerapan hijau bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik, pemerintah ada baiknya turut serta dalam memberikan insentif-insentif tertentu pada Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk memproduksi barang setengah jadi atau barang jadi ramah lingkungan. UKM menjadi komponen masyarakat yang juga penting sebab komponen inilah yang sebenarnya menopang operasional lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik. Mungkin pemerintah dapat mempertimbangkan insentif yang berdampak langsung pada keuangan dan operasional UKM seperti potongan pajak untuk usaha atau pinjaman tanpa bunga.
Jika kebijakan progresif pro-bumi terus dilakukan dan terasa nyata dampaknya, perlahan-lahan untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan seluruh manusia Indonesia, khususnya menyeimbangkan relasi manusia - bumi - bumi, bukan menjadi hal yang mustahil. Akhirnya, bumi yang merupakan rumah manusia mendapatkan apa yang menjadi haknya.
ASW- 25 Juni 2020