Mohon tunggu...
Andres Suhendrawan
Andres Suhendrawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hanya seorang pemuda biasa yang sedang mengejar mimpinya untuk pergi ke negeri Sakura.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Permasalahan Repatriasi Setelah Kependudukan Jepang

17 Juli 2020   17:12 Diperbarui: 17 Juli 2020   17:11 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://cdn.yukepo.com/

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, dalam masa perjuangan kemerdekaan banyak problematika dan permasalahan yang menyangkut tentang Identitas warga negara, dan masalah pemulangan warga negara ke tempat asalnya. Repatriasi [repatriasi] Makna repatriasi di KBBI adalah: pemulangan kembali orang ke tanah airnya (ke negeri asalnya). 

Banyak mantan tentara Jepang yang tidak ingin kembali ke negaranya dikarenakan mereka telah menikah dengan wanita pribumi yang berada di Indonesia. 

Akan tetapi, Jepang menjalankan program repatriasi yang mana seluruh Tentara atau warga negara Jepang, yang tinggal di Negara bekas kependudukan Jepang, untuk segera kembali ke Negara asalnya.

Problematika yang banyak terjadi saat itu adalah ketika Wanita Pribumi menikah dengan Pria Jepang, yang mana pada saat adanya program repatriasi mereka dihadapkan dengan pilihan ikut suami atau tetap tinggal. 

Kebanyakan dari istri pribumi ini lebih memilih untuk mengikuti suaminya ke Jepang dikarenakan mereka tidak nyaman bila terpisah jauh dari suaminya. Dan masalah lainnya adalah ketika istri pribumi pergi ke Jepang bersama suaminya, tapi tidak bisa menyesuaikan diri dengan keluarga suami, budaya, bahasa, dan lingkungan disana yang menyebabkan terjadinya perceraian. 

Banyak dari mereka yang telah bercerai ingin kembali ke Indonesia tetapi sulit karena saat itu Indonesia baru merdeka dan belum memiliki perwakilannya di Jepang. Mereka yang ingin kembali ke Indonesia harus melapor ke Kantor Misi Militer Belanda untuk mendapatkan cap Onderdaan Belanda, untuk bisa dikirim kembali ke Indonesia.

Begitupun masalah yang dihadapi oleh Masyarakat Indonesia yang berada di Jepang yang menikahi wanita Jepang, mereka tidak bisa membawa pulang istri mereka karena tidak semua wanita Jepang yang menikah dengan mahasiswa Indonesia langsung diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Dan juga saat itu pernikahan mereka tidak diakui dimata Hukum Hindia-Belanda karena menikahi dengan wanita dari negara musuh.

Masalah lainnya adalah anak-anak yang lahir dari ayah Jepang (Halfkast) harus dipaksa pergi ke Jepang karena mereka dianggap sebagai warga negara Jepang. Banyak dari mereka menderita karena harus terpisah dari keluarga dan culture shock, dikarenakan mereka sudah terbiasa mengenyam pendidikan dari Belanda, beberapa diantara mereka sangat asing dengan Negara nenek moyangnya sendiri, bahkan untuk berkomunikasi pun mereka tidak bisa.

Mereka yang ingin kembali ke Indonesia harus mengurus kependudukannya di Kantor Milisi Belanda dengan menunjukan riwayat kelahiran mereka.

Mulai pada tahun 20 Januari 1958 Indonesia dan Jepang telah membuka hubungan bilateral dan kerjasama antar Negara dengan disepakatinya perjanjian perdamaian antara Jepang dan Republik Indonesia dan disepakati juga perjanjian tentang perampasan perang. 

KBRI mulai dibangun, dan semenjak saat itu bagi mereka warga Indonesia yang saat itu terhalang dan kesulitan untuk pulang, mereka bisa datang ke KBRI Tokyo untuk mendapatkan bantuan, begitupun dengan Halfkast yang ingin mendapatkan Warga Negara Indonesia mereka bisa mengajukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun