Mohon tunggu...
Andreas Palupessy
Andreas Palupessy Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Strategi Jaga Harga Telur

27 September 2018   15:09 Diperbarui: 27 September 2018   15:24 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nawacita.co

Stabilitas harga, kebutuhan pangan rakyat, dan keberlangsungan dunia usaha adalah tiga komponen yang harus dihitung baik-baik saat ini. Khususnya dalam konteks tata niaga telur ayam di Indonesia.

Di satu sisi, harga jagung yang kian melonjak sehingga menyebabkan harga pakan ayam petelur ikut naik. Di sisi lain, harga telur di pasaran sedang turun karena kondisi yang oversupply.

Dalam kondisi pelik tersebut, butuh seorang pejabat yang cakap. Dan sepertinya, keahlian itu ada di Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Di satu sisi, ia ingin memastikan masyarakat bisa memperoleh pangan dengan harga terjangkau. Di sisi lain, ia harus menyeimbangkan harga agar dunia usaha tidak merugi. Menyampaikan konsep ini sepertinya gampang. Tapi dalam kenyataanya, tidak semudah itu.

Hasil akhirnya, ia pun mengumumkan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur patokan harga batas bawah dan harga batas atas telur ayam.

Sebelumnya, dalam Permendag 58 Tahun 2018, Kemendag mematok harga batas bawah senilai Rp17 ribu per kilogram. Pada Permendag yang baru ini harganya menjadi Rp18 ribu per kilogram. Sedangkan harga batas atas yang tadinya dipatok Rp19 ribu per kilogram saat ini menjadi Rp20 ribu per kilogram. Kebijakan ini berlaku efektif 1 Oktober 2018.

Kemudian, untuk harga acuan di tingkat konsumen ditetapkan Rp23.000 per kg untuk telur, dari sebelumnya Rp22.000 per kg. Sedangkan untuk ayam ditetapkan Rp34.000 per kg dari sebelumnya Rp32.000 per kg. ( Tempo.co ) .

Dalam penjelasannya, Enggartiasto mengatakan bahwa anjloknya harga telur disebabkan oleh tingginya suplai. Namun, di saat yang sama biaya pokok produksi mereka naik. Lantaran naiknya harga pakan yang salah satunya disebabkan oleh fluktuasi rupiah.

"Kondisi yang terjadi pengusaha ternak yang kecil, mandiri atau apapun, harga pakan naik, Sedangkan harga jual produksinya atau telurnya turun. Kalau tidak disikapi akan memberi persoalan kepada peternak telur dan ayam," ujarnya kepada wartawan, kemarin.

Sebelumnya kalangan peternak ayam mulai teriak menyusul terus melambungnya harga Jagung sebagai bahan pakan. Tingginya harga jagung pakan membuat peternak ayam dan industri pakan makin tercekik.

Pasalnya harga jagung sudah mencapai Rp5.200 per kilogram. Padahal, rata-rata biasanya hanya di angka Rp4.000-an. Kenaikan harga jagung menjadi salah satu indikator kurangnya suplai jagung secara nasional. Di sisi lain, pembatasan impor jagung terus dikumandangkan karena pasokan dalam negeri dianggap sudah memenuhi.

 Lebih dari 45 persen pakan ayam berasal dari jagung sehingga kelangkaan jagung pasti akan memengaruhi produksi pakan nasional. Belum lagi jumlah produksi jagung harus berebut dengan permintaan konsumen yang ditujukan untuk non pakan ternak.

Bila kondisi di atas tidak disikapi dengan bijak, Enggar yakin akan timbul persoalan bagi para peternak telur dan ayam. Para peternak akan ambil langkah afkir dini. Jangka panjangnya  akan bisa berakibat pada supply telur di masa depan. Pasokan bisa berkurang, dan harga akan naik tidak terkendali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun