Mojokerto tgl 23 oktober 2019. Hari ini saya menulis adalah H-2 dari rangkaian acara puncak pemilihan pemimpin desa.
Adapun seluruh tahapan Pilkades sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 3 tahun 2018 tentang perubahan atas Perda Kab Mojokerto No. 1 Tahun 2015 tentang Kepala Desa. Mulai dari pembentukan panitia pilkades oleh BPD sampai pengumuman dan penetapan hadil pungutan suara.
Pernak pernik peristiwa dan kejadian tentu saja mewarnai rangkaian ini. Mulai dari strategi penentuan peserta , strategi pemenangan , sampai gugatan silih berganti dari bakal calon yang akan berlaga. Tentu saja ini adalah salah satu pentas politik tingkat bawah yang menjadi realita di masyarakat pada umumnya di desa.
Menarik sekali bagaimana masing masing calon dan pendukungnya beradu kemampuan menggaet suara. Di desa ,khususnya di kecamatan Puri suasana relatif kondusif meskipun ada riak riak kecil dari masyarakat. Calon berlomba mulai dari visi misi mereka sampai turun ke masyarakat untuk memperkenalkan diri.
Warung warung dan pusat berkumpulnya masyarakat adalah tempat paling banyak dikunjungi calon. Beberapa membawa visi misi saja beberapa selain visi misi mereka juga membawa oleh oleh . Mulai dari ngopi bersama dan beberapa memberikan bantuan sembako pada masyarakat.
Membagi uang ?? Sampai hari ini saya belum melihatnya hehehe...
Saya melihat pilkades serentak 2019 adalah pesta sebenarnya dari warga desa mencari pemimpin. Tidak semua calon adalah orang terpandang atau tokoh masyarakat yang mempunyai sumberdaya tak terbatas. Sebagian dari mereka bahkan adalah wajah wajah baru yang terkadang belum diketahui secara luas oleh masyarakat dan modal materi yang sekedar cukup saja. Disini bisa terlihat bahwa setiap warga negara berhak dan mempunyai kedudukan yang sama untuk berpartisipasi di pesta demokrasi ini.
Sejatinya pilkades adalah pesta untuk beradu kemampuan calon untuk mendapat dukungan masyarakat ,dan pesta bagi warga untuk bersaing mendapatkan pimpinan terbaik.
Setiap motivasi majunya calon tidaklah salah sekalipun itu adalah alasan gengsi dan martabat harga diri. Yang namanya politik , sah saja menggunakan strategi selama itu dalam etika yang bermartabat.
Bisa saja besok menjelang H-1 banyak strategi strategi mengejutkan dari mereka dan bukan rahasia lagi jika itu pun menjadi daya tarik warga untuk ikut datang ke TPS dan memilih.
Saya rasa strateginya sama semua...adu program visi-misi-tujuan-sasaran-strategi pencapaian....
Ah..TIdak seperti cerita dari buku yang saya baca......tidak ada yang main uang...Mungkin karena Indonesia saat ini sudah semakin dewasa, ya...
Menurut Buku yang saya Baca..sebentar...buku apa ya..
Oh ini..ada fotonya.. Buku Tulisan Syahbudin Latief dengan judul "Persaingan Calon Kepala Desa di Jawa, Beberapa orang bisa saja bermain kotor untuk menjadi kades...
Uang di bank-bank pasti akan banyak kuras untuk memberikan "hasil keringat" para pemilih. Lihat saja, apakah ada uang pecahan di bank, pasti habis karena ditarik tarik semua. Calon rival akan saling bully habis-habisan karena tidak kuat menghamburkan uang seperti mereka yang duitnya tak berseri .. uang akan dihamburkan di H-1. Seminggu sebelum hari H juga pasang tenda seperti kayak orang hajatan untuk melekan tiap hari karena siapa tau dikirimi hal hal mistis , beberapa mungkin berpikir pokoknya akan ngotot menang untuk balas dendam pada incumbent yg dulu mengalahkan.Uang lho bukan lembaran...tapi timbangan saking banyaknya yang mau di hamburkan..... ....Untungnya saya tidak melihat yang seperti itu. Ehmm atau belum ya  sehingga pemilihan berjalan selalu demokratis dan kondusif... Puri gito lho.....Aman dan terkendali karena warga sudah semakin dewasa cara berpikirnya.
Semua berjuang dengan rel yang berlaku.....
Seperti halnya pilkades .. siapapun yang ingin meraih sesuatu harus berjuang bukan ?
Dan saya menunggu seseorang memperjuangkan saya dengan visi misi yang masuk akal untuk saya pilih  (firitri)