Mohon tunggu...
FIRITRI
FIRITRI Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sarjana Cinta, Kompetensi, dan Masa Depan

29 September 2019   08:06 Diperbarui: 29 September 2019   08:29 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Impian orang tua jaman dulu, mempunyai anak seorang sarjana yang dapat bekerja dengan layak. Ah, itu karena masa kolonial memang pekerjaan layak hanya dinikmati para kulit putih dan kaum ningrat saja. 

Menjadikan impian hampir semua orang mempunyai pekerjaan enak dengan gaji tinggi seperti kalangan ningrat. Tetapi bagaimana lagi, pendidikan mahal dan sulit dijangkau pada saat itu.

Hingga ada seorang pribumi pertama bernama Sosrokartono meraih gelar sarjana pada masa kolonial. Kakak kandung RA Kartini ini pada tahun 1897 mendapat kesempatan emas belajar ke Negeri Belanda dalam rangka Politik Balas Budi Pemerintah Belanda.

Belajar di Polytechnische School jurusan Teknik Sipil dapat diselesaikan dalam 2 tahun saja jauh lebih cepat daripada teman-temannya yang harus 4 tahun lulus. 

Selain mempelajari teknik, Kartono juga mengasah kemampuan bahasa, dalam catatan Sosrokartono menguasai 17 bahasa asing. Lulusnya Sosrokartono ini disinyalir 29 September 1899 yang dijadikan tonggak sebagai Hari Sarjana Nasional.

Walaupun di catatan sejarah belum jelas apakah benar itu adalah hari kelulusan Sosrokartono. Tetapi contoh nyata kemampuan sarjana pada level kemampuan Sosrokartono.

Sarjana yang diambil dari bahasa sansekerta mengandung arti orang yang pandai dalam ilmu pengetahuan, jadi wajar jika Sosrokartono adalah ikon sarjana. Saat ini sarjana dipakai sebagai sebutan gelar derajat akademik lulusan perguruan tinggi.

Kemampuan sarjana saat ini, apakah setara dengan ikon sarjana Sosrokartono? Wah, ini saya tidak tahu karena saya tidak mengukurnya. Bagaimana menurut pendapat anda?

Kita runtut saja bahwa mutu sarjana jelas berbanding lurus dengan mutu perguruan tinggi yang mengasah kemampuan akademik sekaligus jam terbang seorang sarjana selama masa pendidikan.

Untuk mengukur kemampuan akademik sudah menjadi hal mudah karena ada akreditasi program studi maupun akreditasi institusi pada perguruan tinggi. Jika akreditasi bagus jelas mutu sarjana sebagai keluaran bagus pula.

Untuk aplikasi ilmu di masyarakat, banyak sarjana yang melenceng jauh dari disiplin ilmunya. Ini termasuk saya . Memang masalah sih.....tapi juga tidak masalah...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun