Tidak sulit memperoleh data neraca perdagangan Indonesia dengan mitra dagangnya. Misalnya saja dengan Singapura. Data dari Kementerian Perdagangan RI menunjukkan bahwa dari tahun 2010 – 2014, posisi neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit terhadap Singapura. Tahun 2015, hingga bulan Juni pun, Indonesia masih mengalami defisit. Yang agak menghibur mungkin adalah defisitnya lebih kecil daripada periode yang sama tahun 2014. Kalau periode Januari – Juni 2014 Indonesia mengalami defisit sebesar USD 4.063 juta maka untuk tahun 2015 hanya defisit USD 2.430 juta.
Dari data neraca perdagangan Indonesia dengan Singapura itu tampak bahwa defisit yang dialami oleh Indonesia selama rentang waktu 2010 hingga Juni 2015 itu ternyata adalah kontribusi dari perdagangan migas. Negara liliput seperti Singapura mengalami surplus perdagangan dari sektor migas secara meyakinkan.
Apakah Singapura adalah negara yang terbuka dengan data neraca perdagangannya ? Setidaknya dari Yearbook of Statistics Singapore 2015, neraca perdagangan Indonesia dengan Singapura – versi Singapura akan dapat dengan mudah diperoleh. Tidak ada penjelasan tentang apakah neraca perdagangan versi Kemendag RI menggunakan metode current price (angka volume perdagangan yang memperhitungkan efek perubahan harga-harga) sebagaimana statistik perdagangan Singapura. Bagi Singapura ekspor barang meliputi semua barang yang keluar dari Singapura (ada 11 pengecualian, dapat dilihat pada bab 16 yearbook tersebut). Definisi lebih spesifik hanya mencakup ekspor produk domestik Singapura dan re-ekspor. Sementara impor barang mencakup semua jenis barang yang masuk (sama dengan ekspor, ada 11 pengecualian) tanpa memandang apakah itu untuk konsumsi, diproses kembali, manufaktur atau untuk dikirimkan kembali ke negara lainnya. Setidaknya itulah cara umum Singapura mencatat data perdagangannya.
Mari lihat statistik Singapura untuk neraca perdagangannya (migas dan non-migas) dengan Indonesia dari tahun 2102 - 2014:
Ekspor
Tahun 2012 : SGD 54.131,2 juta
Tahun 2013 : SGD 50.740,9 juta
Tahun 2014 : SGD 48.591,4 juta
Â
Impor
Tahun 2012 : SGD 25.228,2 juta
Tahun 2013 : SGD 24.049,3 juta
Tahun 2014 : SGD 23,784.0 juta
Â
Ekspor lebih besar daripada impor berarti terdapat surplus perdagangan bagi Singapura sebagai berikut:
Tahun 2012 : SGD 28.903.0 juta (kurang lebih USD 21.966 juta dengan kurs rata-rata SGD 1 = USD 0,76)
Tahun 2013 : SGD 26.691,6 juta (kurang lebih USD 20.286 juta dengan kurs rata-rata SGD 1 = USD 0,76)
Tahun 2014 : SGD 24,807.4 juta (kurang lebih USD 18.854 juta dengan kurs rata-rata SGD 1 = USD 0,76)
Â
Â
Bandingkan dengan defisit yang tercatat pada statistik Indonesia:
Tahun 2012 : USD 8.952,2 juta
Tahun 2013 : USD 8.895,2 juta
Tahun 2014 : USD 8.378.8 juta
Â
Analisis ini sebagai gambaran kasar saja untuk menujukkan begitu jauhnya perbedaan defisit yang dicatat oleh Indonesia dengan surplus yang dicatat oleh Singapura. Data ini juga menujukkan bagaimana ketergantungan Indonesia terhadap impor dari Singapura.
Apakah itu juga berarti Indonesia memerlukan devisa lebih banyak untuk menyelesaikan transaksi perdagangan ini ? Data mana yang lebih akurat ? Tidak dapat disimpulkan di sini. Hanya mungkin perlu dikaji lebih mendalam, mengingat faktor perdagangan ini juga berpengaruh terhadap nilai Rupiah.
Â
DATA EKSPOR-IMPOR Indonesia (sumber: BPS)