Ini analisis dari perspektif bisnis, bukan analisis hukum atau politik. Analisis ini terkait dengan Erick Thohir, Menteri BUMN yang namanya akhir-akhir ini menjadi perhatian publik.Memang, ada suara-suara yang menyebut jika Erick mulai membangun popularitas untuk pemanasan kontestasi Pilpres 2024. Tapi, saya tak hendak masuk ke ranah itu. Biarlah para pakar politik yang mendalaminya.
Di sini, saya hanya ingin menganalisis manuver Erick pekan lalu, tepatnya pada Rabu (12/2).
Manuver itulah yang berbuntut raibnya Rp 20 triliun. Manuver apakah itu? Jawabannya, Telkom.
Di hari itu, Erick membuat heboh ketika menyebut Telkom lebih banyak bergantung pada anak usahanya, Telkomsel.
Seperti anak-anak yang terbangun kaget dari tidurnya, Erick menyebut, akan lebih baik jika Telkomsel lah yang menjadi BUMN. Dia juga mengkritik Telkom yang disebutnya kurang inovatif.
Erick mungkin tidak sadar jika pernyataannya itu bakal berdampak luas. Telkom adalah salah satu BUMN dengan kinerja dan profitabilitas terbesar di Negeri ini. Konunikasi korporasinya harus elegan, bukan kaleng-kaleng. Telkom adalah satu-satunya BUMN yang listing di bursa efek New York atau New York Stock Exchange (NYSE).
Statement Erick itu kemudian di-blow up oleh berbagai media. Narasi yang berkembang ngeri-
ngeri sedap "Telkom akan dibubarkan." Gemparlah jagad dunia pasar modal sampai ke bursa New York dan per-BUMN-nan. Dan persis seperti anak TK yang mau berangkat sekolah habis dibangunkan, perlahan-lahan ia mulai sadar.
Pernyataannya kemudian diklarifikasi sendiri pada Senin (17/2) bahwa Telkom tidak akan dibubarkan.
Sekali lagi, kerusakannya sudah terjadi. Komunikasi korporasi bukan seperi sekolahan anak SD yang bekerja dengan pensil dan penghapus karet.
Tapi bak main minyak pakai air kata orang Minang. Â Mereka malah mensyukuri popularitas politiknya moncer. "Alhamdulilah," kata para operatornya di jagat Sosmed, itu dianggap "sudah bekerja dengan baik dan benar."
Namun sadarkah kita gelombang PHK tengah terjadi di sejumlah BUMN karena salah sentuh. 150 hari itu, kalau tidak disentuh, yang gegabah di BUMN sudah gerah mengasah pisau membersihkan pegawai sesuka hati.