Mohon tunggu...
Damara Damara
Damara Damara Mohon Tunggu... profesional -

a real man

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pemerintahan Atroposentris dalam Kontek Bencana Asap

31 Oktober 2015   12:04 Diperbarui: 31 Oktober 2015   12:26 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak bencana asap selalu muncul setiap tahunnya, Indonesia selalu menjadi negara "pemadam kebakaran" , tidak pernah terfikir oleh para pengambil keputusan baik di tingkat Pusat, dalam hal ini Presiden, Wapres, Mentri LH dan Kehutanan, maupun para kepala daerah di tingkat lokal. Mengapa hal ini terjadi ? berikut sejumlah jawaban yang patut diketahui kalayak ramai :

Pertama, Pemerintahan yang ada bukan beriorientasi kepada keberlanjutan lingan atau sustainable environtment, mereka lebih berorientasi kepada (a). Pertumbuhan Ekonomi, (b). Percepatan Pembangunan dengan berbagai cara,

Kedua, Mengabaikan kerusakan ekologi. Arti mengabaikan adalah secara integral. Mungkin cara pandang atau mind set mereka hanya mengutamakan ekologi darat, mengabaikan ekologi laut dan udara, sehingga apabila terjadi kerusakan terumbu karang dalam ekologi laut, who care ? tidak ada bukan? , beruntung Kementerian Kelautan kini mempunyai anggaran untuk pelestarian ekosisttem yang artinya ada pihak berwenang yang mempunyai concern terhadap rusaknya ekologi laut,

Ketiga, sejak satu dasawarsa terakhir ini, pembakaran lahan gambut, penebangan hutan lindung, perluasan hutan kebun tersu terjadi guna memperluas HPH Sawit yang mempunyai pasar luar biasa. Kebutuhan CPO inilah yang merupakan "inti" terbakarnya berbagai tanaman dari tanaman gambut ke berbagai tanaman hutan yang didalamnya terdapat keanekargaman hayati (biodiversity) yang beragam, bahkan salah satu yang terbanyak dsidunia. Pemerintah melihat "wajar" karena terjadi "trannsactional cost' di dalamnya.

Tansactional cost adalah suap dari Perusahaan Besar Sawit kepada semua pejabat mulai dari pemda, kepolisian, polisi hutan, hingga tingkat level Dirjen/Menteri di level Pusat. Akibatnya level kebakaran hutan dari tahun ke tahun semakin meningkat 20-30%, hingga yang terhebat tahun ini telah mampu menjangkau negara tetangga kita Thailand.

Antroposentris vs Geosentris

Pemerintah di dalam kajian ilmiah akademisi, tentu berpihak kepada pemodal. Pemerintahan dalam kurun waktu satu dasawarsa lalau jelas merupakan Pemerintahan Antroposentris. Demi "uang" demi pertumbuhan ekonomi dan percepatan pembangunan mereka mengabaikna kesehatan ekologibukan hanya sebatas wilayah negara tetapi telah merusak kawasan ekologi udara regional, negara-negara ASEAN.

Minimal 3 negara terdampak kronis seperti : Singapore, Malaysia dan kini Thailand akan rugi terhadap kesehatan lingkungan udaranya. Mereka hidup dalam limbah racun udara yang berbahaya dan berdampak terhadap saluran pernafasan warga negaranya. Apabila sudah begini siapa yang bertanggung jawab ?. Pemerintah tidak tahu lagi bagaimana solusi berkelanjutan yang harus dilakukan agar bencana asap tidak terjadi lagi.

Seharusnya, sebaiknya, idealnya Pemerintah mencontoh negar lain yang mengedepankan pendekatan geosentris sebagai kebijakan utamanya. Buat apa pertumbuhan ekonomi tinggi apabila rakyatnya rentan akn kematian dan penyakit pernafasan yang akut. Buat apa kaya kalau hidupnya tidak sehat?. Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini yang harus dijawab dan dilakukan reposisi agar pemerintah Jokowi/Jk melakukan perubahan tujuan menuju Pemerintahan Geosentris.

Secara politis memang tidak ada partai politik yang benar-benar merupakan "partai hijau" partai yang mempunyai kepedulian tinggi akan kesehatan ekologi, keberlanjutan dan penanggulangan kemiskinan. PKB misalnya, menurut penulis hanya "gaya-gaya" dan tidak serius menjadi "partai hijau'. PKS, PDIP dan Golkar juga tidak ada menuuju tanda-tanda partai peduli lingkungan apalagi Nasdem yang kadernya kini menjadi Mentei LHK.

Apabila secara politis pemerintah lebih beriorientsi menjadi pemerintahan yang Geosentris, maka ditahun-tahun mendatang bencana seperti asap sudah tidak ada lagi. Seharusnya Jokowi melakukan benchmark kebijakan yang dilakukan Menteri Kelautan yang membakar kapal-kapal ilegal, mengapa bisa ?, dan kini mengapa Pemerintahan Jokowi / JK enggan mencabut ijin HPH bagi Perusahann-perusahaan yang selalu membakar lahan ganbut, menebangi hutan secara ilegal demi memperluas lalan sawit milik mereka ?

Bukankah tidakan mereka juga merugikan masyarakat Indonesia dan beberapa negara Asean ? , mengapa responsangat terlambat hingga DPR membuat pasusu Asap guna melakukan penyelidikan akan bencana asap yang setiap tahun terjadi ?, mari kita rubah pola pikir Pemerintah menjadi Pemerintahan Geosentris, bukan lagi Pemerintahan Antroposentris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun