Untuk pertama kalinya, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka muncul di kanal YouTube dalam format orasi. Gibran membawakan tema khusus "Bonus Demografi". Sebelumnya sudah ada puluhan video yang diunggah di kanal resmi akun Wakil Presiden Republik Indonesia yang sudah diduyuni 167 ribuan subscriber. Namun sebagian besar adalah acara-acara seremonial mas Wapres di mana-mana.
Jadi video bertajuk "Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia" itu menarik banyak orang. Di video ini ekspektasi orang yang ingin mengetahui kemampuan orasi mantan Walikota Solo ini terjawab. Responnya pro dan kontra.
Lantas bagaimana respon netizen terhadap video tersebut? Diunggah pada 19 April 2025, hingga 22 April 2025 tengah hari sudah ditonton lebih dari 23.700 pasang mata. Setelah tiga hari sudah muncul lebih dari 1.060 komentar. Jumlah yang banyak bila dibandingkan video-video sebelumnya. Sebagian besar komentar ini memiliki kecenderungan negatif. Tidak pula netral apalagi positif. Ini mengundang tanda tanya.
Dari parameter like dan dislike, barulah Anda bisa sedikit memahami mengapa komentar tersebut terjadi. Jumlah like mencapai 831. Sedangkan yang dislike sebanyak 2.953. Artinya sebanyak 3,5 kali lipat pemberi like and dislike cenderung tidak menyukai. Atau dengan kata lain sebanyak 78 persen pemberi like and dislike adalah dislike.
Lalu bagaimana keterlibatan publik menilai (dalam bahasa content marketing: engagement) video tersebut? Partisipasi publik penonton pada video ini sebesar 15,9 persen. Angka ini cukup besar untuk tingkat respon dari video-video mas Wapres sepanjang telah diunggah di Youtube resmi Wapres.
Bandingkan dengan salah satu video yang memiliki jumlah viewer terhitung cukup banyak (untuk ukuran video di kanal Wapres RI), yakni saat Gibran masak bareng dengan Bobon Santoso yang diunggah 21 Maret 2025. Video dengan penonton 150 ribuan ini hanya menghasilkan engagement 1,2 persen saja. Sedangkan komentar cuma 272 buah. Dan, sebagian besar komentar bernada positif.
Maka, kembali ke video anyar mas Wapres, dapat dianalisa lewat kacamata praktik komunikasi, bahwa video sepanjang 6 menit 24 detik tersebut memang mengandung beberapa persoalan.
Soal pertama tentu saja pada konteks yang disampaikan. Poin utama dari tiga sudut pandang (generasi muda, bonus demografi, masa depan Indonesia) bobot terbesar adalah pada "Bonus Demografi".
Membicarakan bonus demografi di tengah situasi dan intensi persoalan ekonomi (termasuk kebijakan tarif resiprokal AS) masyarakat pasti kurang relevan. Dalam situasi ketidakpastian macam sekarang, mutlak dibutuhkan orasi pejabat yang solutif, taktis dan jelas, ketimbang wacana belaka.
Dan hal itu jelas terepresentasi dari banyak komentar. Salah satunya @firmanherlambang180 yang menanyakan peran pemerintah dalam pengembangan film animasi. Ini relevan dengan meledaknya jumlah penonton film Jumbo.