Mohon tunggu...
andra nuryadi
andra nuryadi Mohon Tunggu... Konsultan - bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Creative Addiction; Media Practitioner; Journalist

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebajikan yang Hening Bapakku

25 Oktober 2021   17:42 Diperbarui: 25 Oktober 2021   17:49 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Populer? Apa artinya kepopuleran jika ia hanya sebatas menumpang hidup. Seperti halnya sebuah jabatan yang menempel sekelebat, dengan tanpa dijalankan sebagai sebuah amanah. Jangan mendekati apalagi meminta. Sebab pada jabatan itu ada tanggungjawab besar membawa jalan hidup orang-orang yang menyertai.

Nyaris kami bersuka ria ketika Bapakku menjadi calon kuat pembantu rektor. Orang nomor dua di lembaga pendidikan, dan efeknya tentu membuat keluarga menjadi populer. Lebih jauh lagi ada kemewahan-kemewahan sebagai imbal dari jabatan tersebut yang bakal kami nikmati.

Tetapi itu tidak terjadi. Bapakku memilih menghadiri pernikahan adiknya ketimbang menghadiri penobatannya. Baginya penghormatan untuk  keluarga jauh lebih bermakna, dari sekadar jabatan yang umurnya selintas itu.

Ketika dewasa kami baru memahami pilihan itu. Bahwa keputusan itu bukan soal penting atau tidak, tetapi ada beberapa makna yang kami tangkap. Ia memang seorang family man sejati. Kedua, ia tak mau terjebak di pusaran kekuasaan apalagi jika harus mengurus uang. Soal mengelola keuangan urusannya tak cuma duniawi. Kelak juga diminta pertanggungjawaban di depan Tuhan. Ketiga, bapakku memang tidak mau berada di pusat kekuasaan yang hanya akan memperlebar jarak dengan teman-temannya, dengan para mahasiswanya.

Sudah cukuplah ia hadir sebagai pembantu dekan hingga menjadi dekan yang berurusan dengan mahasiswa dan sering ia anggap sebagai anak-anaknya. Rumah kami sering hidup gara-gara dibolehkannya mahasiswa berdiskusi atau belajar di halaman yang penuh dengan tanaman botani. Momen-momen itu amat ia sukai.

Sampai-sampai ia rela mengejar para mahasiswanya yang tengah menggelar riset di sebuah taman nasional. Tidak ada perlakuan istimewa, ia tetap tidur bersama mereka. Ia sangat menikmati kebersamaan itu. Bahkan kabarnya ketika ia menjadi dekan, para senat pun sepakat akibat usulan dan dorongan dari mahasiswa.

Tetapi sebaliknya ia bisa sangat terpukul jika duka menyelimuti anak-anak didiknya. Malang menimpa salah seorang mahasiswa saat berlatih arung jeram. Korban tercebur dan terseret jeram. Berita itu sampai ke Bapak. Ia tak bisa tinggal dan menunggu kabar.

Kecemasannya amat terlihat. Ia turun ke lokasi pencarian dari pagi hingga malam. Begitu terus hingga tiga hari kemudian jenazah muncul. Bapakku mengantarkannya sampai penguburan selesai.

Tanggung jawab tak perlu diperlihatkan. Cukup diam, kerjakan dan tuntaskan. Sebagaimana saban tahun ia mengurusi ujian masuk perguruan tinggi. Memimpin proses yang akan menjadi gerbang masa depan lulusan SMA jelas ada beban. Mulai menjaga agar kertas-kertas soal itu tak bocor dan membuka  ketidakjujuran. Lalu, mengirimkan kertas hasil jawaban ribuan pendaftar ujian agar aman sampai di Jakarta.

Semua risiko telah ia perhitungkan. Merasa tanggung jawabnya diperhitungkan, ia turun sendiri menjaga pengiriman tumpukan kertas jawaban modal masa depan calon mahasiwa. Pun tidak ada peluang sedikitpun bagi siapa saja punya niat menyogok agar bisa lolos jarum seleksi. Tidak ada.

Setelah tuntas, ia pulang dengan segala penat di tubuhnya. Tetapi raut mukanya menandakan pensyukuran. Dan, lagi-lagi tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun