Mohon tunggu...
andra nuryadi
andra nuryadi Mohon Tunggu... Konsultan - bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Creative Addiction; Media Practitioner; Journalist

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Antara Prabowo, Anies, dan Ganjar

19 Juni 2021   15:02 Diperbarui: 19 Juni 2021   15:13 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Survei LSI Denny JA tentang potensi tertinggi presiden Indonesia ada pada Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Data ini hampir serupa dengan beberapa lembaga survei politik lainnya, meskipun urutannya bisa berbeda-beda. Tetapi tiga nama ini lah yang paling mencuat.

Mudah dimaklumi, mengingat Prabowo masih punya peluang memajukan diri menjadi bakal calon presiden dan bekal pengalaman Pilpres 2019 nyaris membuat kubu seberang kala itu deg-degan. Anies Baswedan juga melalui proses yang menyerupai naiknya Prabowo di level provinsi. 

Namun Anies muncul lebih dahulu dan banjir dukungan dari elemen masyarakat kaum agamis dan isu sensitif yang menerpa lawannya membawanya duduk di kursi DKI 1. Karenanya taktik yang lantas coba digulirkan lagi di tingkat Pilpres 2019, mudah dibaca seteru.

Ganjar Pranowo, sosok kader PDI-P sejati. Loyalis dan tak mungkin menyeberang ke partai lain. Apalagi partainya pun memiliki kursi terbanyak di legislatif, dan tampaknya masih cukup konsisten meraih suara massa. Ia kader paling konsisten menampilkan dirinya sebagai sosok pemimpin masa depan, melalui jalur provinsi. Dalam konteks leading by sample, Ganjar memenuhi hal itu.

Prabowo punya dukungan partai dan koalisinya yang masih loyal sampai hari ini. Walaupun ada yang kecewa tetapi ia terbukti mampu mengakomodir suara berseberangan dengan Jokowi di Pilpres 2019.

Penentuan haluan yang kini menjadi mitra kerja pemerintah dan bahkan masuk dalam struktur dan sistem, membuat cair perseteruan dua kubu. Malah tampak terus harmonis, sembari saling memberi apresiasi sebagai saudara. Perseteruan akar bawah yang terus memanas adalah persoalan lain.

Sementara Anies mencoba tak goyah oleh suara-suara sumbang dan kritis. Ia memilih fokus saja menuntaskan pekerjaannya walaupun dihujani sejuta kritik. Sebab, ibarat mendaki, tahap gubernur DKI Jakarta adalah langkah prakonstelasi sebelum masuk ke pertarungan pilpres yang ia harus lalui. Selayaknya jejak Jokowi. Gubernur DKI Jakarta adalah posisi pemimpin daerah yang punya nilai strategis.

Inilah yang membedakan dengan posisi Ganjar sebagai gubernur Jawa Tengah. Meski harus diakui kepemimpinan Ganjar di Jawa Tengah layak diacungi jempol. Tetapi strategi geografis politik sejak beberapa tahun silam seolah mengamanatkan "menang di Jakarta, niscaya selangkah menjadi RI 1".

Prabowo sudah di eksekutif pusat. Anies menduduki eksekutif daerah yang strategis. Keduanya punya bekal portofolio kerja yang bisa dipaparkan sebagai bukti kepada rakyat di tahun 2024. Apa jadinya jika 2024, Prabowo -- Anies bersatu?

Bukankah sejarah pernah menyatukan mereka. Duet yang bisa menjadi magnet kuat koalisi, merapat ke kubu Partai Gerindra. Dan jika, Jokowi tidak bisa lagi lanjut ke periode ketiga.

Karena itu lah PDI-P ini pasti tak akan membiarkan Ganjar sendirian. Memang sempat muncul ide penyatuan Jokowi -- Prabowo, sebagai salah satu alasan agar tak terjadi lagi polarisasi yang berpotensi memecah bangsa. Tapi ini membutuhkan proses lama, apalagi harus melewati agenda amandemen UUD.

Kondisi dilematis dan serba tanggung. Mungkinkah Prabowo disandingkan saja dengan Ganjar sebagai sebuah alternatif bila periode tiga kali gagal diteruskan?

Tampaknya sulit. Sebab PDI-P adalah partai politik terbesar dengan basis massa terbanyak. Partai ini sangat percaya diri mampu melahirkan dan mengusung sosok pemimpin negeri selayaknya Jokowi. Sedangkan Prabowo punya kesempatan sekali ini untuk melanjutkan karir politiknya menjadi presiden. Saling berambisi, tetapi hanya ada satu posisi RI 1.

Di situlah letak kesulitannya, siapa yang akan menjadi orang nomor satu, siapa yang rela jadi nomor dua. Sementara bila PDI-P dan Gerindra berpisah dan kembali seperti pada 2019, tentulah masing-masing lebih percaya diri dengan strateginya.

Maka, kini tinggal lah Ganjar yang harus digenjot elektabilitasnya. Ibarat emas, ia masih perlu dipoles hingga mengkilap benar. Saat ini belum sampai benar-benar kinclong. Karena itu selanjutnya adalah proses bagaimana pemolesannya.

PDI-P bukan partai kemarin sore. Kenyang dan sarat pengalaman, menjadi yang teraniaya dan kini berkuasa. Segala asam dan garam sudah dicicipi. Bahkan yang semestinya hitung-hitungan di atas kertas Megawati bisa meneruskan periode keduanya, akhirnya terganjal SBY do 2004. Ini adalah pengalaman pahit tetapi sekaligus juga pelajaran amat berharga.

Karena itu PDI-P tampaknya tengah melakukan soft strategy. Dalam meraih massa pilpres setidaknya dibutuhkan dua kekuatan. Kekuatan berbasis kepartaian dan kekuatan berbasis non-kepartaian alias pemilih umum, biasa, yang logis.

Kekuatan partai sudah di genggaman tangan, tinggal bagaimana mengelola agar besar dan kuat. Kini tinggal kekuatan yang lebih besar lagi di luar sana. Untuk meraih simpati atau juga empati, sejumlah teori komunikasi bilang, sebaiknya jangan menggunakan pendekatan kelembagaan. Gunakan personanya, manfaatkan kekuatan sosoknya.

Maka, memang kemudian harus dipisahkan untuk meraih dua basis dengan satu tujuan. Masing-masing (partai dan personal) berbagi tugas. Hasilnya tinggal kita lihat nanti. Tetapi LSI Denny JA mengendus, Ganjar naik elektabilitasnya setelah peristiwa tak diundangnya pertemuan partai beberapa bulan silam.

Partai lain sepertinya masih lihat sana lihat sini. Partai satu ini sudah menggeliat mencoba menemukan akar rumputnya. Apakah kelak pasti berhasil? Belum tentu, karena sosok wakil juga sangat berpengaruh. Tapi soal ini nanti saja. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun