Mohon tunggu...
Andra Nuryadi
Andra Nuryadi Mohon Tunggu... -

CREATIVE ADDICTION

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa "Content Marketing" Itu Penting?

23 November 2016   12:12 Diperbarui: 23 November 2016   17:15 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Adweek.com

“Saya tidak menganggap iklan sebagai hiburan atau sebuah bentuk seni, melainkan sebagai media informasi,” ujar bapak content marketing, David Ogilvy.

Ungkapan ini tentu menohok bentuk iklan yang hanya menyodorkan rayuan kepada konsumen. Iklan-iklan semacam ini yang ditayangkan secara bertubi-tubi sudah kian membosankan. Pada awalnya memang menyentil, menginterupsi perhatian, tetapi lama-kelamaan orang menjadi bosan.

Kita bisa memahami mengapa konsumen lantas jenuh. Informasi yang disodorkan –misalnya sebagai pengenalan- rupanya sudah dimengerti, dipahami oleh konsumen. Konsumen masa kini sudah cukup cepat merespon produk yang dihadirkan lewat sebuah iklan. Mereka tidak perlu lagi diberikan informasi yang berulang-ulang. Kendatipun secara visual sangat indah, menarik dan provokatif, namun esensi dari pesan itu sendiri sebenarnya sudah ditangkap.

Maka Ogilvy lantas menyebut media informasi. Pengertiannya lalu lebih jauh dari sekadar mengenalkan, dengan kata lain pada babak berikutnya konsumen membutuhkan informasi yang berkelanjutan. Maksudnya, setelah kenal, konsumen meminta lagi info-info baru yang lebih detil, komprehensif, tentu saja berguna.  

Model pemasaran tradisional kerap kali mengalpakan tahap ini. Padahal perusahaan-perusahaan besar memiliki sarana yang lebih mudah digunakan ketimbang harus membuat lagi iklan-iklan berkelanjutan. Minimal sebuah perusahaan punya online (web), tak jarang yang memiliki akun media sosial. Tetapi yang menghiasi media-media punya sendiri ini tak jauh dari isi-isi tentang penjualan, bahkan tak sedikit hanya menyajikan profil perusahaan.

Hanya perusahaan yang sadar pemasaran berkelanjutan saja yang memilih mengisi lewat konten. Meski tidak gampang meng-update konten, seringkali malah terjebak dengan konten produk dan produk, tentang keunggulan dan keutamaannya. Audience-nya seolah tidak diberikan pemahaman menyeluruh, informasi sangat terbatas, tidak jarang lalu mengulang-ulang.

Bisa dipahami, sebab perusahaan-perusahaan itu tidak berbasis media. Domain mereka adalah pada bidang bisnis yang digelutinya. Penggalian ide untuk mengembangkan konten akhirnya berputar-putar pada profil produknya semata. Sebagai media informasi –seperti yang disebutkan David Ogilvy- jadinya tak optimal.

Sadar akan sebuah proses perjalanan dari mulai membentuk pemahaman produk, membantu konsumen menemukan mengapa sesungguhnya mereka harus membeli hingga bagaimana serta pertimbangan apa yang diharapkan agar konsumen membeli, kini arus pemasaran yang disebut content marketing tengah mengalir. Di negara barat, sudah sejak empat tahun silam, banyak perusahaan mengalokasikan 60 persen anggaran pemasaran untuk aliran content marketing.

Mengapa persantasenya lebih besar ketimbang traditional marketing?

Mereka membutuhkan sesuatu yang segar, berkesinambungan dalam kaitan purchasing process calon-calon konsumennya. Artinya alokasi 40 persen mustinya sudah cukup untuk mengenalkan. Sisanya melalui gerakan pemasaran via konten. Arusnya lebih panjang, penuh tantangan, dan perlu kreativitas bercerita.

Efeknya mungkin tidak serta-merta membuat konsumen membeli. Tetapi konsumen minimal diberi cerita, diajak bicara. Interaksi seperti ini mutualisme. Simbiose yang diciptakan saling ketergantungan. Perusahaan butuh konsumen untuk menyampaikan ceritanya (tak hanya soal produk yang dijual), konsumen perlu pemahaman dan pengertian baru –yang bahkan tak mereka peroleh di media massa biasa.

Jadi, Anda pemilik perusahaan atau minimal marketer sejati tantangan berikutnya adalah menciptakan cerita, bukan sekadar memberitakan produk. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun