Mohon tunggu...
Ando Sinaga
Ando Sinaga Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Isu-isu Perencanaan Pesisir di Kelurahan Bontang Kuala, Kota Bontang

11 Oktober 2017   22:52 Diperbarui: 11 Oktober 2017   23:11 2393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai sepanjang 81.000  km. Selain menempati wilayah yang sangat luas, kawasan pesisir yang terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti ekosistem hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah tersebut memiliki keanekaragaman hayati  dan berbagai sumberdaya alam seperti ikan, dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi (DKP, 2002). 

Sebagai Negara kepulauan dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.504 atau tiga perempat Indonesia adalah wilayah laut, maka dapat dikatakan bahwa laut menjadi sumber daya yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan. Faktanya, dari 7000 spesies ikan di dunia, 2000 diantaranya berada di perairan Indonesia. Selain potensi perikanan yang sangat kaya, negara kepulauan ini juga memiliki keunggulan akan sumberdaya hayati laut seperti hutan bakau, ganggang laut, serta terumbu karang yang sangat indah.

Tercatat bahwa negara yang terletak di perairan Indo-Pasifik ini juga menjadi pusat keanekaragaman terumbu karang dunia yang mencapai 400 spesies terumbu karang. Hal itu membuat Indonesia memiliki banyak kawasan konservasi laut, menurut Statistik Ditjen PHPA 1997/1998, Indonesia memiliki 27 unit kawasan konservasi laut seluas 4.54.607,35 ha (Manulang,1999). Letak Indonesia pun sangat strategis, karena merupakan pusat lalu lintas maritim antar benua, seperti antar Benua Australia dengan Benua Asia. 

Kekayaan laut yang melimpah, posisi Indonesia yang sangat strategis, serta panjangnya garis pantai yang mencapai 99.093 kilometer menjadi alasan bahwa suatu daerah pesisir dapat dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan wilayah dan hal tersebut membuat banyaknya penduduk Indonesia yang menggantungkan kehidupan pada wilayah pesisir di Indonesia. 

Kemudahan akses terhadap kawasan pesisir cenderung meningkatkan laju pemanfaatan wilayah pesisir  di tahun-tahun mendatang, baik dalam hal pemanfaatan sumber daya ekonomi maupun pemanfaatan ruang. Selain itu, hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah fakta yang menunjukkan bahwa tidak  kurang dari 60% penduduk Indonesia bermukim di kawasan pesisir (DKP, 2002).

Kota Bontang merupakan salah satu kota di Kalimantan Timur yang secara geografis terletak di daerah pesisir. Bontang memiliki wilayah Laut yang luas sebesar 34.977 Ha yakni 70,29% dari luas Kota Bontang. Kota Bontang terletak pada geografis 0.137 LU dan 117.5 BT. Kota ini berjarak 120 km dari Kota Samarinda, yang berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kartanegara dan Selat Makassar. Kota Bontang adalah kota yang berorientasikan di bidang industri, jasa, dan perdagangan.

Perairan Pantai Bontang merupakan perairan dengan nilai habitat, skosistem dan sumberdaya alam yang tinggi, baik dari aspek ekonomi, social budaya, ekologi maupun IPTEK. Salah satu yang memberikan sumbangan terbesar untuk sumberdaya alam di lautnya adalah keberadaan komunitas karang. Menurut hasil survey Marine Resources Evaluation Project (MREP) pada 1995, diketahui bahwa sumber pesisir dan laut untuk terumbu karang di Kota Bontang sekitar 8.744 Ha.

Potensi perikanan kota Bontang juga memiliki catatan yang mengagumkan. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Bontang, potensi perikanan yang dimiliki pada Tahun 2006 sebesar 955 ton dan meningkat pada Tahun 2007 menjadi 1.625 ton. Hasil budidaya perikanan cenderung meningkat dari Tahun 2007 sebesar 227,5 ton. Dengan catatan tersebut masyarakat pesisir kota Bontang tidak perlu khawatir akan kebutuhan ikan mereka dan menjadikanya sebagai sumber mata pencaharian selain tambang yang melimpah

Salah satu wilayah pesisir di Kota Bontang terdapat di Kelurahan Bontang Kuala. Kelurahan Bontang Kuala merupakan salah satu tujuan wisata bagi masyarakat Kota Bontang, wisatawan regional maupun wisatawan mancanegara, yang saat ini masih terbapat dari tamu -- tamu dari Perusahaan yang ada di Kota Bontang. Kelurahan Bontang Kuala terbagi dalam 2 wilayah, yang terdiri dari Wilayah Pemukiman di atas laut dan Pemukiman di wilayah darat. Pemukiman yang terletak di atas Laut terdiri dari 10 Rukun tetangga, sementara pemukiman di wilayah darat terdiri dari 6 Rukun tetangga. Dengan penduduk sebanyak 3.937 jiwa (Profil Kelurahan Bontang Kuala Semester II Tahun 2012) dan luas wilayah sebesar 627 Ha.

Di kelurahan Bontang Kuala ini sendiri, di sekitar daerah pesisirnya banyak di bangun permukiman-permukiman di atas air yang hampir keseluruhan berbahan dasar kayu yaitu kayu ulin dan jenis rumah non permanen dan rumah semi permanen. Berdasarkan kondisi eksisting di Kelurahan Bontang Kuala tersebut, terliahat beberapa dampak langsung maupun tidak langsung yang bersifat negatif. 

Seperti kerusakan sumberdaya alam seperti mangrove dan semakin berkurangnya kebersihan laut di sekitar pemukiman warga. Juga terdapat beberapa masalah seperti terdapatnya binatang laut buas seperti buaya yang tak jarang terlihat bahkan hampir setiap hari muncul dan dilihat oleh warga di Kelurahan Bontang Kuala.

Menurut UU No 01 Tahun 2011 ayat (5) Permukiman  adalah  bagian  dari  lingkungan  hunian yang  terdiri  atas  lebih dari satu  satuan  perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Pada Kelurahan Bontang Kuala mayoritas mata pencarian masyarakatnya merupakan nelayan dan pedagang ikan asin serta terasi. Berarti jelas bahwa masyarakat akan sering melakukan kegiatan dan aktivitas mereka di atas air laut yang sebenarnya bisa membahayakan keselamatan warga tersebut. Serta kegiatan nelayan yang menangkap ikan dengan cara illegal seperti menggunakan bahan peledak dan pukat harimau yang dapat merusak ekosistem laut.

Isu-isu pertumbuhan masyarakat di Kelurahan ini cukup pesat, setiap tahunnya bertambah keluarga-keluarga baru yang membangun rumah di atas pesisir Bontang Kuala. Hal ini menyebabkan semakin besar juga produksi limbah yang dihasilkan, seperti limbah padat maupun cair. Karna pada saat kondisi air sedang surut banyak sampah yang terlihat. Sampah tersebut dapat merusak ekosistem apalagi sampah tersebut di konsumsi oleh ikan-ikan sehingga saat ada warga yang mengkonsumsi ikan itu, maka akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Dan juga produksi sampah cair yang dihasilkan oleh rumah rumah warga sungguh sangat dapat berdampak pada ekosistem laut disana. Kandungan zat kimia pada sabun-sabun cucian maupun sabun mandi dapat meracuni ikan dan merusak terumbu karang. Jika terus dibiarkan akan merusak ekosistem laut di Kelurahan Bontang Kuala ini. 

Padahal Bontang Kuala merupakan salah satu destinasi wisata andalan di Kota Bontang. Kota Bontang yang minim akan tempat wisata sebaiknya benar benar memperhatikan permasalahan ini, karna jika dibiarkan terus-menerus akan merusak ekosistem laut disana dan membuat nilai wisata di Bontang Kuala menjadi menurun.

Saat ini hampir setiap air laut pasang, akan terjadi banjir di daerah jalan/akses menuju permukiman di atas air dan tempat wisata Bontang Kuala. Ini merupakan salah satu dampak dari rusaknya kondisi ekosistem pesisir di Bontang Kuala.

Dalam hal ini, rekomendasi yang dapat saya berikan adalah pemerintah dalam bidang pariwisata maupun lingkungan harus segera mengambil langkah sigap untuk mengatasi kerusakan ekosistem ini. Pihak yang berkepentingan maupun yang bersangkutan seperti pemerintah dinas pariwisata dan juga badan lingkungan hidup Kota Bontang menindak dengan cara mencegah pembuangan limbah padat dan cair langsung ke laut yang tentu dapat membahayakan ekosistem pesisir di wilayah Bontang Kuala. Pihak-pihak tersebut dapat melakukan tindakan responsive yaitu dengan membuat sanitasi yang tepat dan jelas disetiap daerah di Bontang Kuala termasuk setiap rumah-rumah warga yang berada tepat di pinggiran maupun di atas laut, serta menyediakan TPS di permukiman setempat untuk mencegah sampah padat yang akan di buang secara sembarangan ke laut. Juga dengan cara penanaman pohon bakau/mangrove serentak di bagian bagian pesisir yang mudah terjadi abrasi.

Isu pembangunan juga terjadi di Kota ini, yaitu perencanaan mega proyek yang akan membangun jalan lingkar pesisir Kota Bontang yaitu pembangunan fisik jalan dari Kelurahan Lhoktuan menuju ke Tanjung Limau. Proyek ini termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang (RPJMP) dan Tata Ruang Wilayah Kalimantan Timur. Dengan panjang 2,8 Kilometer dan lebar 13 Meter. Jalan lingkar ini akan dilengkapi dengan jalan jogging track, rest area, dan median jalan yang membutuhkan waktu pengerjaan sekitar 2 tahun. Rencana Pemkot Bontang juga akan membangun pujasera dan pasar ikan di Tanjung Limau. 

Pujasera dan pasar ikan ini, diharapkan nantinya dapat menjadi daya taruk bagi masyarakat untuk melalui jalan lingkar ini, selain itu nantinya jembatan lingkar ini bisa menjadi salah sati ikon baru dari Kota Bontang. Perencanaan pembangunan jalan lingkar ini dikarenakan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat setiap tahunnya di Kota Bontang, sehingga pembangunan jalan ini bisa mencegah terjadinya kemacetan di Kota Bontang dimasa yang akan mendatang.

Menurut saya, melihat Kota Bontang yang merupakan pusat industri yang seharusnya memiliki sejumlah fasilitas yang dapat mendukung perekonomian terutama jalan. Dan jalan lingkar ini adalah salah satu solusi yang cukup baik dalam menselaraskan kenyataan bahwa Bontang merupakan Kota industry. 

Dengan tujuan pembangunan jalan lingkar pesisir ini adalah untuk meningkatkan efisiensi jalur distribusi barang dan transportasi umum serta meningkatkan potensi wisata mengingat dipesisir kota Bontang ditumbuhi hutan mangrove yang dilindungi serta terdapat pemukiman terapung di daerah Loktuan dan Bontang Kuala yang tentunya dapat menjadi objek wisata potensial bagi masyarakat Kota Bontang maupun wisatawan dari luar Kota Bontang.

Dalam kenyataannya, pembangunan jalan lingkar ini mengalami beberapa kendala, seperti belum adanya studi kelayakan yang membahas tentang jalan lingkar ini. Harus adanya studi kelayakan karena pembangunan akan melalui Hutan Nasional Kutai dan kawasan mangrove. Selain itu belum adanya amdal juga menghambat proyek ini, karena membahas tentang efek dari pembangunan jalan lingkar dan selain amdal, Pemerintah Kota Bontang juga menuntut analisis mengenai dampak ekonomi, analisis dampak sosial dari pembangunan jalan lingkar ini. 

Asalkan saja pembangunan ini benar-benar memperhatikan dan menjaga aspek lingkungan terutama pada ekosistem pesisir yang sangat rentan terhadap pembangunan mega proyek seperti jalan lingkar ini. Sehingga pembangunan jalan lingkar ini hanya membawa dampak positif terhadap lingkungan, pariwisata, dan perekonomian di Kota Bontang

REFERENSI

Manulang, Sastrawan, (1999). Kesepakatan Konservasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi. Diakses pada 5 Oktober 2017 dari https://s3.amazonaws.com

bontang.prokal.co

radiobuana.com

Rizqia, Selvi. "KERUSAKAN TERUMBU KARANG DI PERAIRAN BONTANG KUALA, BONTANG, KALIMANTAN TIMUR, SERTA ALTERNATIF UPAYA PENANGGULANGANNYA'.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun