Mohon tunggu...
And Media
And Media Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Journalist Graphic Design Web Development

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Empat Tahun Berlalu, Masih Kuingat Betul Pucat Pasih Wajahmu yang Berbalut Kain Mori

23 Maret 2019   21:57 Diperbarui: 23 Maret 2019   21:59 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi (source: https://redtea.com)

Padahal, aku hanya ingin menggali informasi kepada mereka, tempat tinggal orang tua Nia sekarang. Aku hanya ingin menyampaikan kepada orang tua Nia, jika anak semata wayangnya sedang mengalami sakit parah.

Aku pun tak menyerah untuk menggali informasi keberadaan orang tua Nia. Setelah beberapa kali bertanya ke warga sekitar, Alhamdulillah ternyata masih ada juga tetangga Nia yang baik hati. Ia memberikanku informasi jika kedua orang tuanya sekarang tinggal di salah satu kecamatan di daerah Mojokerto.

Aku pun segera melakukan kontak dengan petugas di sana, agar mereka dapat membantu mencari dan menghubungi keberadaan orang tua Nia, dengan berbekal nama kedua orang tuanya.

Belum sempat mengabari pihak keluarga, perempuan kelahiran Surabaya ini (Nia-red) sudah dipanggil untuk menghadap yang khalik. "Innalillahi wainnailaihi rojiun". Pihak rumah sakit mengabarkan jika Nia telah meninggal, dan jenazahnya di semayamkan di kamar mayat sembari menunggu pihak keluarga menjemput.

Malam hari akhirnya tiba, aku pun menjalani rutinitas seperti biasa di Bulan Ramadhan. Usai shalat tarawih, aku bersama kawan relawan lain mengadakan pertemuan. Kami berempat sepakat berkumpul untuk membahas rencana pemakaman jenazah Nia.

Disela-sela diskusi, kami mendapat kabar dari petugas di Mojokerto, jika rumah orang tua Nia tinggal sudah ditemukan. Namun sayangnya, hanya tinggal sang ayah, sementara sang ibu telah meninggal dunia. Diketahui, Ayah Nia (Sebut saja namanya Pak Pri usia 65 tahun-red) hanya tinggal seorang diri. Pak Pri mengaku jika sudah 10 tahun yang lalu tidak bertemu lagi dengan putri semata wayangnya itu.

Mungkin saja, sejak rumah mereka dijual, Nia dan kedua orang tuanya lebih memilih untuk menjalani hidup masing-masing. Pak Pri juga mengaku jika Nia sebetulnya bukan anak kandungnya melainkan adopsi. Batinku pun berkata, "Malangnya anak ini (Nia), dengan kondisi nazak tanpa ada satupun keluarga yang mengetahui," kataku.

Karena keterbatasan biaya dan kondisi sakit-sakitan, Pak Pri memilih untuk menyerahkan sepenuhnya pemakaman putrinya ke kami. Di atas sebuah materai, Pak Pri dibantu relawan di wilayahnya untuk membuat pernyataan tertulis, dan mengirimkannya ke kami melalui foto Whatsapp.

Tanpa berpikir panjang, kami menghubungi dinas terkait untuk membuat surat rekomendasi orang terlantar, agar jenazah Nia bisa segera kami ambil dari rumah sakit untuk dikebumikan.

Esok hari pun tiba, kami berempat berencana menjemput jenazah Nia. Tepat pukul 10.00 WIB, kami berempat tiba di kamar jenazah. Aku pun tak tahu bagaimana wajah Nia, walaupun hanya sekadar melihat melalui KTP, itupun tak seberapa jelas. Pantas saja, di kamar mayat memang ada beberapa jenazah yang masih tersimpan dan belum diambil pihak keluarga.

Petugas kamar mayat kemudian menunjukkan ke kami, jika Nia merupakan salah satu jenazah yang paling muda. Kulihat salah satu jasad perempuan berambut panjang dengan wajah pucat pasih dan mata tertutup, menarik langkahku untuk mendekat. Aku dan kawan-kawanku pun yakin jika perempuan itu adalah jenazah Nia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun