Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Aksi, Reaksi, dan Kebanjiran Informasi

10 Juli 2018   00:55 Diperbarui: 10 Juli 2018   01:47 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap aksi akan memunculkan reaksi. Tampaknya, itulah hukum alam yang berlaku sejak alam ini wujud hingga Hari Kemudian. Ketika kita makan, kita akan kenyang. Ketika kita kenyang, kita akan tertidur. Sederhana, tapi, itulah yang berlaku. Aksi-Reaksi terjadi pula dalam hubungan sesama manusia. Kita mengejek akan dibalas dengan kemarahan, atau tidak sama sekali. Kita memukul, maka akan dibalas dengan pukulan pula, atau tidak sama sekali. Itulah realita.

Dunia modern telah mengantarkan hidup kita pada suatu fase, yaitu, fase kebanjiran informasi. Saya menyebutnya "banjir", sebab banyak informasi di zaman ini tidak kita butuhkan, tidak kita perlukan, tetapi dia ada, muncul dan menghiasi pikiran kita. Jari-jari kita secara refleks membuka jejaring dunia maya yang berisi pengetahuan akan realita. Tetapi, lagi-lagi, kadang kita tidak membutuhkan hal itu. Kemudian, kita meresponnya.

Masalahnya, banjir bukanlah sesuatu yang sepenuhnya baik. Mari merenung, banjir biasanya tidak hanya membawa berkah (seperti di Sungai Nil atau Furat). Banjir bisa membawa petaka, seperti : kotoran najis, biawak busuk, kaleng zat kimia yang bocor, dan setruman listrik gara-gara bertemunya kabel dengan air (Jakarta).

Sampai kapanpun, hukum aksi-reaksi telah berlaku. Sayangnya, sebahagian kita bereaksi atas sebuah informasi dengan cara yang aneh, lucu, tapi nyata. Contohnya, ketika ada kabar di media sosial bahwa seekor sapi bisa disilangkan dengan seekor babi yang menghasilkan sejenis binatang haram bernama "SABI"( yang katanya mirip sapi dan babi).

Konon katanya pula, "SABI" ini diciptakan untuk mengelabui orang-orang yang beriman, supaya tak segan-segan memakan babi. Kita mempercayainya. Ada lagi, perkawinan silang antara domba dengan babi, yang menghasilkan babi berbulu domba, lagi-lagi untuk mengelabui kaum beriman. Kita mempercayainya

Lalu, terciptalah sebuah rantai informasi akbar. Beberapa diantara kita membagikannya dengan teman-temannya. Teman-temannya membagikannya ke kawan-kawannya. Dan sampailah berita itu ke orang yang berilmu. Mungkin, sebaiknya dia memblokir akun tersebut.

Lihatlah, bagaimana tabiat aksi-reaksi ketika bertemu dengan fenomena kebanjiran informasi dapat menghasilkan sebuah kebodohan jamaah. Oh iya kawan, jangan hanya berpikir masalah persilangan sapi sama babi saja.

Bagaimana kalau nanti tersebar sebuah informasi kalau Trump mau mengebom Pantai Indah Kapuk?. Khalayak ramai menjadi percaya, lalu panik, memborong tiket dan kabur bersama modal ke Singapura. Lalu, terjadilah Krismon dan Jokowi pun jatuh. Tentu itu tidak lucu kawan.

Ya begitulah, apa yang mau dikata lagi? Eh tidak, setidaknya lakukanlah sesuatu. Kita harus belajar memilah informasi dengan baik dan benar. Salah satunya sederhana, baca dahulu dan renungkan. Apa mungkin ada perkawinan antara Babi dan Sapi? Saya rasa Anda tidak perlu kuliah di IPB untuk hal ini. Apakah Trump mau membombardir Pantai Indah Kapuk? Ya untungnya buat dia apa juga?

Inilah kenapa dalam konsep keilmuan Islam, informasi (khabar) yang bisa diterima, yang bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu pengetahuan adalah khabar yang benar. Untuk mencapai khabar yang benar, tidaklah mudah. Harus diteliti siapa yang mengabarkannya, dan apa pula isi kontennya. Inilah kenapa ilmu hadits tak lekang ditelan zaman, sebab para pengumpul hadits telah bekerja keras untuk memverifikasi setiap khabar Baginda Rasul dengan cermat dan hati-hati.

Karena itu, verifikasi informasi adalah sebuah hal yang mutlak di zaman kebanjiran informasi ini. Baca, dan renungkan. Kalau benar dan bermanfaat, sebarkan! Udah itu aja! Jangan banyak tingkah! Kecuali, kalau anda mau cari duit haram dari kabar dusta, nah aku tidak akan berkata-kata lagi untuk itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun