Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Take You Away

12 Oktober 2016   13:17 Diperbarui: 12 Oktober 2016   21:28 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: huffingtonpost.com

Manusia diyakini sudah unyu sejak lahir, saat setelah jiwa rapuh mereka dieksplorasi waktu, lingkungan sekitar dan Tuhan yang dengan sikap ketuhanannya mengubah mereka menjadi tidak seunyu boneka lagi. Kejadian-kejadian pra dan pasca yang mesti dihadapi mereka yang juga turut andil mengambil keunyuan murni mereka dan berhasil mengubahnya menjadi sosok manusia menyebalkan, tidak ramah lingkungan dan susah ditagih utang.

Keponakan saya berusia hampir 2 tahun. Dinda namanya. Ia anak perempuan yang unyu. Pandangan matanya polos seperti mata sapi; lembut dan hangat. Saya berharap ia selalu memperoleh alasan untuk terus mempertahankan keunyuannya itu sampai kapan pun (meski pun kelak, ia tahu, bahwa hidup berniat lancang dan liar dan kasar padanya). Di usianya yang kedua ia tak memiliki banyak teman kecuali orang tua, dan penghuni rumah dan dirinya sendiri. Ia tak pernah khawatir mengenai hal itu.

Lagipula hidupnya menyenangkan. Ia berbicara sementara kami mendengarkan keluhannya yang patah-patah, ia menangis dan diajak jalan-jalan, ia tak pernah tidur larut malam dan berusaha berpikir mengapa orang dewasa melakukan itu.

Selain unyu dan anak perempuan yang tidak pedulian, keponakan saya lumayan. Disiplin ilmunya mengerti cara menutup pintu rumah agar jarinya tidak terjepit, karena ia pernah terjepit 2x dan memaksa seisi rumah mendengarkan tangisannya semalaman.

Satu minggu lalu saya pulang dari Kalimantan dan selama sepekan terakhir masih gagal dalam usaha mendekatkan diri kepadanya. Ia takut pada saya, yang membuatnya menangis ketika saya dekati. Saya mandi dan menyisir kabel-kabel rambut saya. Duduk di sampingnya dan mengajaknya bicara dari hati ke hati, "Apa yang kau takuti, Nak?"

"Apa penampilanku mengingatkanmu pada gagang pintu?"

"Mau kuajak jalan-jalan? Atau kujepit saja jarimu?"

"Jangan menatapku seperti itu!"

Ia memiliki sejumput rambut di kepalanya dan tak pernah takut pada ancaman murahan seperti itu. Tapi lalu ia membuat keputusan yang mengejutkan, menyalakan alarm otomatisnya, untuk memberikan sinyal kepada ibu saya, yang ia anggap sepadan dengan ibunya sendiri.

Ia masih menangis dan menggunakan pesonanya sebagai anak kecil, ia menjelaskan kepada ibu saya, agar wilayahnya diperluas supaya terhindar dari saya.

Ibu menjauhkan dia dari saya. Sambil lalu lalang menuju dapur, ibu mengatakan, "Kau tahu sendiri lah, penampilan buruk, selain berdampak menjadikan seseorang menjadi jomblo, anak kecil tak lebih menganggap orang asing itu mirip gunderuwo."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun