Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Harga Sebuah Masa Lalu

12 Mei 2018   12:39 Diperbarui: 14 Mei 2018   03:22 2308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: shutterstock

Aku tadi tiba-tiba memikirkanmu ketika menyebrang jalan. Tapi syukurlah aku bisa selamat. Seorang pengendara tiba-tiba kehilangan kendali. Dia berhenti sebentar, memutar lehernya seperti burung hantu lalu memakiku, "Bangsat!"

Tapi kurasa dia masih sangat kesal. Kemudian untuk menyalurkan kekesalannya lagi, sebelum dia melajukan kendaraannya kembali, dia menambahkan, "Kalau jalan liat-liat ya, Sial!"

Aku tidak mengangguk. Tak juga menggeleng. Aku lelaki yang sudah cukup tua untuk membalas makian dengan makian.

Hari ini kau ulang tahun. Aku bingung ingin memberi kado apa. Tapi kurasa aku tak perlu memikirkannya karena kekasihmu pasti sudah memikirkan ini jauh hari sebelum aku sempat memikirkannya.

Dulu, saat menjelang ulang tahunmu dan aku bertanya padamu kau mau apa, kau selalu jawab: kau tak ingin apa-apa. Kau cuma ingin bersamaku di hari ulang tahunmu. Saat itu aku cuma tersenyum. Ternyata kebahagiaanmu mudah sekali. Dan saat kau ulang tahun, aku selalu menyempatkan diri untuk ada di sampingmu. Untuk mengabulkan permohonanmu yang simpel dan super murah itu.

Tapi waktu ternyata bukan hanya berlalu tapi melintas. Dan tak ada satu pun lampu merah yang mampu menghentikannya sampai kemudian pun kita juga memutuskan melanjutkan hidup masing-masing. Kau dengan orang yang kau cintai dan aku dengan diriku sendiri. Kau ke arah barat sementata aku ke arah timur. Kau terus melaju, begitu juga denganku. Tapi meski bumi ini bulat kita tak akan pernah bertemu lagi.

Lalu hari ini pun sampai. Di hari ulangmu, seperti dulu kau bilang hanya ingin bersamaku, aku kepikiran tak bisa mewujudkannya; kebahagiaanmu itu yang simpel dan super murah.

Pelajaran pertama. Ternyata apa yang kita yakini murah dan simpel akan jadi amat mahal jika itu melibat waktu.

Hari ini mungkin harga es cendol tiga ribu rupiah, tapi lima tahun ke depan nominal itu mungkin tak pernah sama lagi.

Benar. Sambil menunggu angkotku masuk ke jalurnya, aku memang sedang memesan segelas es cendol di pinggir jalan. Satu bulan lalu harganya masih tiga ribu rupiah, tapi hari ini harganya sudah melambung. Mungkin statistiknya akan terus merangkak sampai tingkat yang mengkhawatirkan.

Aku membayangkan di tahun 2090 harga cendol bisa mencapai satu juta rupiah. Harga yang menggiurkan untuk memulai buka usaha sendiri. Sungguh tolol apa yang sedang kupikirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun