I can’t smile without you...
Who would have believed that you were part of dream
Now it all seems light years away
I can’t smile without you...
Now some people say happiness takes so very long to find
Well, I’m finding it hard leaving your love behind me...
I can’t smile without you...
Sementara itu aku menonton saat ia menari. Suatu kali ibu bertanya pendapatku tentang tariannya? Kujawab, “Lumayan.”
Lambat laun ibu mulai jarang menyel lagu itu setiap hari, kadang menjadi seminggu sekali, lalu sebulan sekali, lalu menjadi dihari ulang tahun pernikahan mereka. Aku tak tahu alasan yang pasti, mungkin bosan atau bisa jadi ia telah menemukan kebahagiaan lain. Seperti kebahagiaan yang habis-habisan ingin ia capai, namun ia tahu ia tak akan sampai, sehingga ia memutuskan dalam usaha kerasnya melalui titik pencapiannya tersebut dan meyakini bahwa ia telah cukup bahagia. Selanjutnya, ia hanya perlu menyadari.
Sementara ketika ibu mulai melupakan lagu itu, aku justru menyukainya dan diam-diam pula di tengah malam ketika sedang merindukan ayah dan ibu, aku memutar lagu itu sendiri di dalam kamar dan menari dan menyanyi. Aku bahkan pernah membayangkan mereka berdansa bersama. Namun seringnnya, mereka berdansa di alam mimpi.
Jauh di dalam diriku menolak menjauhkan mereka dan berusaha melibatkan apa saja dalam hidupku setiap waktu. Setelah kematian ibu, aku benci harus menjadi sendiri dan kesepian setiap saat. Aku sengaja membiarkan televisi di ruang tengah terus menyala sepanjang hari, setiap hari, hanya untuk menjauhkan sepi jauh-jauh dari rumah ini.