Seorang teman SMA berkisah kepada saya, masih ingatkah kau ketika kita sedang berlarian di halaman sekolah dulu, seakan akan ada yang memburuh kita, lalu pak guru olah raga pura-pura melihat kegelian kita, mandi air hujan di tengah gerimis, berjemur di lapangan basket dekat kantin seolah banyak yang memandangi.
masih ingatkah engkau di depan guru seni, Ibu Ismi meminta kita bernyanyi, aku memilih lagu Balada Rindu, engkau berjoget ambyar terpingkal-pingkal ketawa, Senyum sinis dari muka ibu guru tak bisa ia sembunyi, mendengar suaraku yang dari lahir bukan seorang penyanyi, hanya gembala sapi yang biasa teriak di sawah atau di padang, para gembalaku tak ada peduli kalau saja suaraku begitu.
di kantin sekolah, engkau makan mendoang tiga bayar dua, merokok sembunyi sembunyi dari pantauan guru olah raga yang galak itu, diingat ibu di kantin lalu ia catat utang utang mendoang, mie siram dan rokok batangan, dititipin surat ke tas ibu ismi di jam kelas seni incaran guru olah raga yang galak itu, ibu ismi ternyata anak ibu kantin.
Tak malu ia menagih dihadapan murid, ayahku belum panen padi tanggung jual sapi untuk utang anaknya di kantin, ayah kamu sudah sebulan tidak ke laut, cuaca sedang buruk, Â dian terang terangan memintamu putus tiba-tiba, mungkin saja ia malu, laluÂ
keesokan harinya, engkau jalan bersama purnama teman sebangku dian, lusa kau jalan bersama tuti teman semangkuk dian di rumahnya, dasar orang ganteng katamu,
sepulang dari sekolah engkau mengajakku ke kebun kelapa di pinggir laut pantai cappa ujung sepeda aku gayuh, kau tak malu merayu lisa sepupu dian sembari meminum air kelapa sepipet berdua,
kudengar kabar hari ini kau tertawa mengingat itu semua, kata anakmu di sekolah tadi, tak ragu ia berkisah tentang ayahnya dulu dikagumi, aku pura pura berbisik  teman sebangku kamu adalah anak pertama ibu Dian yang juga guru seni cucu pak guru olah raga  ayah kamu dulu, di papan nama baju putih anak kamu ada nama kamu di belakangnya huruf besar tanpa koma.
Hingga saat ini ia tak bisa eja dengan sempurna entah ia ikut malu atau ia belagu, mukanya yang putih Langsat hidungnya mancung ada aura kamu terpancar,Â
Semua mata perempuan tertuju pada nama di belakang namanya, bisa saja itu adalah ingatan ibu merekaÂ