Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Interpretasi atas Fenomena Sosial: Diskursus Fenomenologi dan Hermeneutika

20 Januari 2023   12:16 Diperbarui: 20 Januari 2023   14:06 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan filsafat telah memainkan peran penting dalam perkembangan kehidupan manusia dari abad ke abad. Dimulai sejak periode klasik, periode rasionalitas dan pencerahan (1600-1700), hingga periode modern saat ini (Littlejohn & Foss, 2009). Pada setiap abad pula kita bisa jumpai filsuf dan aliran filsafatnya begitu berpengaruh dan mempengaruhi pemikirian manusia di eranya bahkan berlanjut pada era setelahnya. 

Sebagai contoh fenomenologi dan hermeneutika sebagai disiplin ilmu filsafat, keduanya sangat popular dalam bidang ilmu sosial budaya bahkan telah memberikan kontribusi pada perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Selain memiliki tokoh baik klasic maupun kontemporer, hingga kini masih diyakini sebagai ilmu filfasat dan epistemologi yang kokoh dalam bidang ilmu sosial maupun di luar Ilmu sosial. Sehingga masih banyak kalangan ilmuwan di luar penganut aliran tersebut menjadikannya sebagai landasan filosofis dan metodologis dalam mendalami ilmu pengetahuan pada bidang tertentu juga untuk memahami fenomena sosial sebagai akar ilmu pengetahuan yang dia tekuni.

Apa pentingnya mengkaji fenomenologi dan hermeneutika? Pertama, fenomenologi merupakan filsafat manusia yang menyoroti hakekat manusia serta senantiasa berkaitan dengan sesuatu yang nampak namun bukan data secara statistik melainkan a way of looking of things (sebuah jalan dalam melihat sesuatu), sementara hermeneutika merupakan studi tentang pemahaman (the study of understanding) dimana fokus kajiannya pada tindakan dan teks. 

Kedua, studi fenomenologi adalah studi tentang pengalaman tersembunyi di dalam aspek filosofis dan psikologis individu yang dapat terungkap melalui narasi sehingga peneliti dan pembaca seolah dapat mengerti pengalaman hidup yang dialami oleh subyek penelitian (fenomenolog menyebutnya sebagai kesadaran kolektif). 

Begitu halnya dengan studi hermeneutika, yaitu studi tentang interpretasi makna yang tidak melihat makna itu sebagai sesuatu yang tunggal tetapi melihatnya sebagai suatu kesatuan makna simbolik. Tindakan dan teks memiliki motif-motif makna di luar dari teks, termasuk unsur sosial dan latar belakang pengirim teks (contoh di dalam karya sastra dan mitologi budaya). Sehingga kedua disiplin tersebut dapat dikategorikan sebagai ilmu filsafat untuk menginterpretasi suatu gejala atau fenomena sosial kemasyarakatan.

Ketiga, fenomenolog telah dan masih berupaya mengungkap kepastian pengetahuan, dengan berpijak pada kesadaran manusia dengan kesadaran subyektif dengan obyektivitas sebagai sebuah korelasi melalui struktur intensionalitas (Rosyadi, 2005). 

Hermeneutika, juga masih berupaya memahami tindakan dan teks sebagai makna simbolik bahkan di luar dari teks yang melingkupinya sehingga teks dan di luar teks masih terus bersinggungan. Hermeneutika mencoba menggali realitas di luar teks serta motif-motif yang mendasarinya sebagai lingkaran makna. Keempat, bahasa sebagai alat dalam memahami makna suatu gejala sosial kemasyarakatan sehingga bahasa dijadikan sebagai medium sentral dalam studi hermeutika, begituhalnya dengan studi fenomemenologi dimana beberapa fenomenolog masih menggunakan bahasa sebagai medium dalam menyikapi kesadaran individu dan kesadaran kolektif.

Fenomenologi dan hermeneutika, keduanya seringkali digunakan dalam mengkaji fenomena sosial-budaya, namun banyak juga diantara peneliti memandang epistemologi tersebut sebagai sesuatu yang abstrak, bahkan tidak bersentuhan langsung dengan metodologi atau hanya diperkenalkan metode kuantitatif dan metode kualitatif sehingga epistemologi terabaikan (Saidi, 2015). 

Hal tersebut juga menjadi sebuah kegelisahan Ahimsa Putra (2009) dengan melihat fenomena Ilmu-ilmu sosial budaya kita di Indonesia banyak menuai kitik baik dalam hal teoritis maupun metodologis, namun penelitian ilmu-ilmu sosial budaya kita belum bergeser kepada sebuah harapan perubahan, hal tersebut ditandai dengan kurangnya wacana kritis terhadap suatu teori, konsep dan metode sehingga tidak mampu melahirkan teori baru, selain itu ilmu-ilmu sosial budaya dipandang tidak/belum memberikan kontribusi signifikan dalam mengatasi berbagai masalah sosial budaya.

Saidi (2015) kembali menegaskan bahwa banyak kalangan belum memahami keterkaitan antara epistemologi dengan metode penelitian, padahal di dalam pengkajian ilmu sosial-budaya sangat dibutuhkan epistemologi sebelum melangkah ke hal metodologis. Korelasi antara epistemologi dan metodologi sangatlah penting untuk diketahui agar tidak menjadi bias di dalam memandang sebuah fenomena serta penyelesaiannya. Sebuah epistemologi dalam memandang fenomena sosial atau gejala tentu berbeda, namun terkadang juga memiliki persamaan. Sehingga menjadi pertanyaan bagaimana fenomenologi dan hermeneutika beserta tokohnya memandang dan menginterpretasi fenomena?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun