Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Era New Media, Tantangan dan Peluang Pembelajar Bahasa

15 April 2021   13:11 Diperbarui: 15 April 2021   19:38 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Beberapa hari lalu saya terkesimak membaca tulisan yang ditayangkan pada media Harian Fajar Makassar pertanggal 21 Maret 2021 yang ditulis oleh Arif Hukmi salah satu mahasiswa program pascasarjana UNM dengan tema "Strereotipe Mahasiswa Bahasa Indonesia". 

Tulisan Hukmi tersebut bisa saja merupakan kekhawatir atau bahkan merupakan jawaban atas stereotipe negatif kepada dirinya dan kaumnya yang sama-sama dari latar belakang Ilmu Bahasa, dimana kadangkali dilontarkan oleh Netizen atau bahkan orang-orang dekat seperti keluarga, calon istri/ suami, teman ngopi, teman organisasi, teman sebaya dan teman dunia maya dsb. 

Mahasiswa ilmu bahasa atau yang serumpun dengannya mungkin saja menganggap situasi tersebut merupakan hal tabu untuk dilontarkan kepada siapapun termasuk kepada dirinya, diri kita, "Lah, tiap hari kan pakai Bahasa Indonesia, ngapain sampai kuliah jurusan itu?" Sejak lahir kita kan sudah mengenal bahasa Indonesia, so tidak perlu lagi dikuliahkan, kira-kira sarjana nantinya mau kerja apa?

Terus bagaimana masa depan bahasa kita tanpa ada pembelajar bahasa. Siapa yang akan menjadi generasi pembelajar bahasa? Seorang polyglots pada dasarnya adalah pembelajar bahasa yaitu mempelajari satu bahasa kemudian berpindah ke bahasa lain? 

Seorang guru bahasa merupakan pembelajar formal dari pendidikan bahasa, seorang penulis/editor/penerjemah/content writer meski pada dasarnya ada yang bukan dari pembelajar bahasa namun tentunya mereka telah mempelajari ilmu bahasa yang bersumber dari pembelajar bahasa itu sendiri. 

Begituhalnya dengan seorang pemimpin Negara, politikus yang baik, pemimpin perusahaan, seorang CEO, pebisnis dsb, pada dasarnya mereka secara sadar telah belajar ilmu bahasa. 

Sehingga siapapun tidak bisa lepas dari bahasa, sebab bahasa bahagian dari kehidupan kita, dan bahasa adalah nafas kita. Olehnya itu pembelajar bahasa harus tumbuh kembang agar dapat mewarnai dunia pasar, dunia kepemimpinan, bahkan bisa menjadi penggerak kelak.

Melihat situasi tersebut saya kepikiran bahwa akankah suatu bahasa mati atau punah? Sebut bahasa Latin; kini sudah mati bukan?. Jawabannya bisa iya bisa juga tidak, namun secara fakta bahwa bahasa Latin adalah bahasa mati, sebab tidak seorang pun berbicara dengan bahasa Latin sebagai bahasa ibu saat ini. 

Tetapi bukan berarti bahasa Latin punah. Orang masih menggunakan bahasa Latin dalam banyak hal khususnya dalam bidang eksak. Para ilmuwan menggunakannya untuk memberi nama tanaman dan hewan. Bahasa Latin juga secara umum digunakan dalam agama, terutama Katolik. 

Faktanya, bahasa Latin adalah bahasa resmi Kota Vatikan. Latin tidak punah. Tetapi mengapa tidak lagi diucapkan? Latin adalah bahasa Kekaisaran Romawi. 

Kemudian menyebar jauh dan luas. Pada 476 Masehi, Kekaisaran Romawi jatuh. Alih-alih punah, bahasa Latin berevolusi. Bahasa Latin berkembang dan beradaptasi menjadi bahasa Roman (Spanyol, Prancis, Italia, Portugis dan Rumania).

Akankah bahasa Indonesia mati atau punah, akankah bahasa daerah dan bahasa Indonesia demikian senasib dengan bahasa Latin. Itulah salah satu upaya para founding father Negara kita termasuk pemuda di saman 1928 bahwa mereka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kemudian para generasi selanjutnya begitu bangga dengan bahasa Indonesia termasuk penduduk Jawa yang sangat besar penuturnya bahkan mengalahkan penutur bahasa Indonesia itu sendiri. Sebab sampai detik ini tak ada satupun warga Negara Indonesia merupakan penutur bahasa Indonesia melainkan merupakan exogami linguistic dari bahasa daerah yang satu dengan lainnya.  Maka jika kembali pada permasalahan awal bahwa dengan mempelajari bahasa sendiri akan menjadi sebuah integritas dan kebanggaan bagi pembelajar bahasa itu sendiri. Meski dikemudian hari terkadang kita diperhadapkan atas situasi dimana setelah lulus kuliah akan sulit mencocokkan nama jurusan kita dengan beberapa formasi pekerjaan. Toh jika disandingkan bahwa kuliah untuk kerja, bukan kuliah untuk sesuatu yang lainnya.

Utamakan Bahasa Indonesia, Kuasai Bahasa Asing, Lestarikan Bahasa Daerah merupakan amanat dari UU No.24/2009 yang mengindikasikan bahwa sebagai bangsa Indonesia kita dianjurkan untuk menggunakan bahasa persatuan di ruang publik maupun komunikasi. Melihat teks UU di atas dan konteks new media saat ini bahwa dengan menjadi bahagian dari mahasiswa pembelajar bahasa (bahasa daerah atau bahasa Indonesia) maka pada dasarnya amatlah besar peluang pembelajar itu serta patut diapresiasi oleh pemerintah. Dan mempelajari bahasa tidaklah cukup dengan duduk diam mendengarkan ceramah, atau hanya menamatkan semua mata kuliah begitu saja, namun perlu ada upaya pengembangan lebih lanjut agar kita dapat menguasainya. Kita dapat berdaya saing dan meminimalisir competitor kita di universitas kehidupan. Sehingga tidak serta merta orang di luar dari kita men-judge begitu saja, sebab ilmu bahasa akan berkembang terus dari tahun ke tahun dan tidak akan punah.

Sebut pakar linguistik sekaliber Avram Noam Chomsky (professor linguistic Institut Massachusetts) bahwa dengan belajar Bahasa maka kita mempelajari ciri keutamaan kita sebagai manusia yang membedakannya dengan makhluk lainnya. Ia juga menjadikan bahasa sebagai objek kajian utama hingga membuat dirinya bahagia dengan dunianya, begitu juga dengan David Crystal (British Linguist) yang terus memproduksi karya, terus mempopulerkan bahasanya sendiri hingga turut mempopulerkan bahasa dan internet, bahasa dan new media, bahasa dan start up seperti saat ini adanya media sosial. Perkembangan tersebut telah diteliti sejak awal, telah diprediksinya akan perkembangan bahasa tersebut yang akan bertalian dengan teknologi. Sebaliknya perkembangan teknologi saat ini tidak bisa dipisahkan dengan para ilmuwan bahasa dan pembelajar bahasa yang terus menggenerasi. Sebagaimana menggilanya perkembangan startup belakangan ini tentunya tidak hanya menguntungkan lulusan ekonomi dan bisnis, tapi juga lulusan bahasa dan sastra yang telah mempelajari banyak hal terkait bahasa dan budaya. Tentu bisa menjadi content writer, analist, editor, translator, ataupun leksikografer pada perusahaan start up.

Dalam konteks ke-Indonesiaan bahwa perlu saatnya melawan hal-hal negatif yang melingkupi pembelajar bahasa, perlu menggalakkan bahwa belajar bahasa itu penting sebab di dalamnya mempelajari bahsaa dan budaya kita sendiri serta tentunya mempelajari perkembangan zaman. Perlu juga dimitoskan bahwa belajar bahasa itu mahal pembelajar bahasa itu akan digaji mahal. Jika merujuk peraturan Menteri Keuangan PMK No.78/PMK.02 Tahun 2019 Tentang Perubahan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 yang mengatur Satuan Biaya Penerjemahan dan Pengetikan (halaman 82 butir 5) bahwa biaya penerjemah tersumpah termahal adalah penerjemahan dari bahasa Indonesia ke Bahasa Jerman dihargai dengan Rp. 414.000/ hlm jadi dan terendah adalah penerjemah bahasa Indonesia ke bahasa daerah dengan biaya Rp.174.000/ hlm jadi. Telebih di era digital saat ini maka produksi bahasa semakin tinggi serta peran linguis sangat mempengaruhi kemajuan sebuah perusahan atau instansi. Menjadi seorang penulis, editor, penerjemah tidaklah mudah, begitu juga menjadi mahasiswa bahasa Indonesia di negeri sendiri tentu perlu mental dan counter attact serta dukungan penuh dari Universitas tempat melahirkan sarjana yang harus pula memiliki tanggung jawab sosial akademik dalam mendorong perkembangan generasinya yang tidak hanya melahirkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun