Mohon tunggu...
Andini Okka W.
Andini Okka W. Mohon Tunggu... Guru - -Work for a cause not for an applause-

- a teacher, a humanist, and a lifetime learner -

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Janganlah Menjadi Seorang "Job Hopper"

23 Juni 2020   19:54 Diperbarui: 26 Juni 2020   13:24 2615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ingin pindah tempat kerja. (sumber: thinkstockphotos via kompas.com)

"Aku gak cocok kerja di perusahaan yang sekarang, tuntutannya banyak tapi gajinya kecil!."
"Perusahaanku yang lama lebih oke ngasih fasilitas, daripada yang sekarang!"
"Kerjaanku banyak banget, aturannya gak jelas, bosnya juga gak banget!"

Kalimat-kalimat seperti di atas yang sering saya dengar kala bertemu dengan teman-teman lama, atau ketika sharing sesama pegawai. 

Sering keluh kesah, uneg-uneg, dan segala setumpuk permasalahan kantor yang mereka hadapi ditumpahkan ketika sharing berlangsung. Ujung-ujungnya, kata resign yang akan terlontar sebagai jalan keluar. 

Sebagai seorang pegawai, tidak munafik kalau kadang saya juga sempat galau dan terlintaslah kata RESIGN di otak. Namun, setelah mengalami banyak pengalaman pahit, manis, asin, asamnya dunia menjadi pegawai. 

Timbullah sebuah refleksi, bahwa sebetulnya kita harus berpikir seribu kali sebelum mengajukan resign. Kalau tidak, percayalah banyak masalah baru yang akan timbul nantinya.

"Job hopper adalah sebutan untuk orang yang suka berpindah-pindah pekerjaan."

Sore itu saya dikejutkan dengan sebuah pesan singkat dari seorang sahabat lama. Sahabat saya minta tolong untuk dicarikan pekerjaan karena dia sekarang bingung menjadi seorang pengangguran. 

Saya kaget. Ketika memutuskan resign, dia berkata bahwa dia sudah memiliki persiapan pekerjaan lain. Usut punya usut, ternyata lamarannya ditolak oleh instansi yang ia targetkan.

Lain hari, saya menerima kembali pesan singkat sahabat saya yang lain. Sebut saja X. X bercerita bahwa dia tidak  betah dengan instansi tempat ia bekerja sekarang. 

Selain jauh dari keluarga, ia juga merasa tuntutan pekerjaan di tempat baru jauh lebih banyak dari tempat sebelumnya. Ia bahkan menanyakan kemungkinan ia dapat kembali ke tempat lama. 

Saya berpendapat kemungkinannya sangat kecil instansi lama mau menerima kembali. Karena ia memutuskan untuk resign atas kemauan dan pemikiran penuh dari diri sendiri. Akhirnya, ia pun keluar dari pekerjaan barunya dan bekerja di usaha wiraswasta yang keluarganya jalankan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun